BAB 12: FERRIS WHEEL

109 77 41
                                    

Menaiki bianglala adalah wahana terakhir yang mereka naiki. Tentu, itu adalah permintaan gadis yang sedang duduk di sampingnya. Aily menatap ke arah luar yang memperlihatkan pemandangan malam begitu indah dengan cahaya dari lampu-lampu gedung, rumah, serta kendaraan yang berjalan menciptakan panorama sangat menakjubkan.

"Aku gak nyangka, kalo ngeliat kota dari atas secantik itu." Ucap Aily, mata nya tidak teralihkan dari pemandangan itu.

"Ngeliat pemandangan kota dari atas emang secantik itu, Ly. Tapi ada yang lebih cantik dari ini," Katanya.

"Apa?"

"Lo." Bolehkah Dipta terus-menerus mengatakan bahwa Aily sangat cantik di matanya? Dia tidak akan pernah bosan memuji paras wajah Aily yang begitu sempurna.

"Dipta, jangan terus-terusan bilang kalo aku cantik." Sahut Aily, perkataan itu sontak membuat alis laki-laki mengkerut. Apa yang salah? Bukankah pujian itu mampu membuat siapapun mendengarnya merasa bahagia?

"Kenapa? Lo gak suka, gua bilang kalo lo cantik?" Tanya Dipta.

Aily menggelengkan kepalanya. "Bukan, kalo kamu bilang cantik terus, jantung aku jadi deg-degan, Dipta."

Dipta tertawa setelah mendengar alasan polos Aily. Di saat seperti ini, anak itu malah menjadi sangat gemas. Benar kata Junar, Aily memilik perasaan yang sama seperti Dipta. Bukan kah, itu sesuatu yang bagus untuknya? Tapi, dia belom menemukan waktu yang tepat untuk menjadikannya sebagai pacar.

"CANTIK, CANTIK, AILY CANTIKKKK."

"Dipta, stop!" Aily menutup kedua telinga nya dengan telapak tangan, di kala seperti ini mengapa Dipta begitu menyebalkan? Tidakkah dia berpikir bahwa jantung yang dia miliki harus tetap sehat dan berdetak secara normal?

Semakin dia menutup telinga nya dengan kencang, justru laki-laki menarik tangannya dan berbisik di samping telinga Aily. "Lo akan tetap cantik, Ly. Seribu tahun yang akan datang di mata gua lo akan tetap cantik."

Aily menjadi kaku, nyaris seperti patung. Matanya mengunci iris mata hitam legam milik Dipta. Wajah laki-laki itu semakin mendekat hingga beberapa centimeter saja, deru napas nya ia rasakan, menerpa kulit lembut wajahnya. Dia menutup mata begitu saat merasakan sentuhan lembut bertahan di bibirnya selama beberapa detik.

Dipta hanya memberikan kecupan manis, seperti ada dorongan untuk melakukan itu. Memang ketika Fabio bilang waktu beberapa hari yang lalu, dia tidak seberani itu untuk mencium Aily. Tak dapat di pungkiri, bahwa sekarang dia mendapat dorongan keberanian di dalam dirinya.

∞∞∞

Mobilnya ia hentikan ketika sudah terparkir di depan pelataran rumah Aily. Gadis itu sedari tadi tidur, mungkin karena kelelahan akibat berjalan dan berlari kesana-kemari di Festival World. Ada helaian rambut yang menghalangi wajah cantiknya, Dipta selipkan rambut itu ke belakang telinga nya. Dia menatap wajah Aily yang begitu tenang ketika sedang tidur, bibir nya tertarik ke atas.

Cukup lama Dipta menatap Aily, anak itu pun terusik. Perlahan membuka mata, dan Aily mendapati Dipta sedang melihat dirinya. "Ini udah sampe?" Katanya setelah melihat banyak rumah yang sudah tidak asing lagi.

"Udah dari 15 menit yang lalu." Balas Dipta, senyum nya tak lepas dari sana.

"Kenapa gak bangunin aku?"

"Gak tega. Lo keliatan cape, jadi gua tunggu lo sampe bangun."

"Kalo gitu aku–"

AILY DAILY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang