BAB 14: JEALOUS?

78 51 17
                                    

Setelah mengantarkan Aily, Dipta langsung pulang tanpa melipir kemana pun. Hari ini kegiatannya cukup padat, pagi-pagi pergi ke sekolah kemudian di lanjut lagi dengan pembelajaran tambahan hingga larut malam, lalu pergi dengan Aily ke pusat perbelanjaan. Dan, sekarang dia memarkirkan motornya di garasi, ia mencopot helm full face nya, dan memasuki pintu garasi yang menghubungkan dengan ruangan tamu di sana. Suasana di dalam rumah itu, begitu familiar di rasa oleh nya. Sepi, gelap, dingin. Tak heran jika rumah ini terasa begitu dingin, sebab kehangatannya telah lama mati.

Lampu-lampu di beberapa ruangan dibiarkan menyala oleh bi Rani. Sehingga, dia masih bisa melihat benda-benda rumah di dalam sana. Ruangan bi Rani yang berada di pojok dapur, sudah tertutup rapat. Dapat di pastikan wanita paruh baya itu sudah tertidur. Seperti biasa bi Rani memang tidak pernah menunggu Dipta pulang, karena memang itu adalah permintaan anak itu. Dia tidak mau membebani bi Rani, sudah lelah mengurus rumah ditambah harus menunggu Dipta pulang hingga larut malam. Biarkan bi Rani istirahat dengan cukup.

Dipta menaiki anak tangga, untuk pergi menuju kamarnya. Di lantai itu, terdapat 3 kamar, satu kamar nya dan satu lagi kamar ayahnya. Pintu kamar itu tidak pernah terbuka, Dipta juga tidak pernah menaruh harapan apa pun di sana. Papa nya yang selalu sibuk bekerja, bahkan lupa pulang, sehingga dia jarang bertemu papa nya. Namun, saat dia hendak membuka pintu kamar, pintu kamar papa nya terbuka, menampilkan pria berkacamata dan rambutnya yang sudah di penuhi uban.

"Dari mana saja kamu, Dipta?" Tanya DENIS RAGA. Dia adalah papa Dipta, seorang hakim yang sudah terkenal di dunia politik. Tak heran jika Denis selalu menghabiskan waktunya di ruangan kerja yang penuh kertas-kertas bertumpuk.

"Pulang sekolah." Dipta menyahut, lalu menutup pintu kamar nya. Dia menghela nafas panjang, membuang tas nya begitu saja di atas meja belajar, kemudian duduk di kasur membuka sepatunya.

Pintu kamar nya terbuka. Denis menatap Dipta di ambang pintu. "Kamu gak lupa kewajiban kamu, kan? Papa sudah mengizinkan kamu untuk sekolah di sana, jangan sampai kamu lupa dengan tugas kamu sebagai atlet." Katanya tegas.

"Iya, pa. Dipta inget. Sekarang Dipta mau istirahat." Dengan kata-kata itu, secara tidak langsung Dipta ingin papa nya menutup pintu kamar nya. Dia lelah, dia tidak mau membahas itu semua sekarang.

Denis menutup pintu kamar Dipta. Laki-laki itu memijit pelipisnya, tanda bahwa di dalam kepalanya ada banyak benang kusut yang tidak bisa dia lepas kerena memang terlalu rumit.

∞∞∞

Pagi-pagi sekali, di kelas social 3, Fabio sudah ribut mencari Pitrysa. Gara-gara gadis urakan itu, dia di panggil oleh Pak Rusdi dan marah-marah padanya. Padahal yang punya masalah adalah Pitrysa. Katanya kemana bentuk tanggung jawab dia sebagai ketua kelas, dia tidak tahu perkara Pitrysa yang ribut dengan kelas social 5, tiba-tiba pagi ini dia sudah di panggil dan menyuruh anak itu ke ruangan bimbingan konseling, tidak mau tahu caranya, Fabio harus memberikan dia kepada guru BK.

"Pagi-pagi gini anjing, gua di suruh nyari tuh orang." Cecar Fabio. Anak-anak yang juga sibuk dengan urusan tugas yang belum diselesaikan, langsung menoleh kepada Fabio, yang baru saja datang dari arah pintu kelas.

"Lu nyari siapa emang, Fab?" Tanya laki-laki yang masih sibuk menyalin dari buku temannya ke buku dirinya.

"Si Pitrysa, kemana sih dia?" Fabio berjalan lalu duduk di samping Dipta, yang juga menyalin tulisan dari buku Junar.

"Belom dateng kali, Fab. Emang kenapa nyari si Pipit?" Cewek yang berada di sebelah Junar sedang berkontribusi dengan Dipta, ikut menyahut.

"Lah apa lagi, emang nya lo belom tau? Dia kemarin ribut sama anak social 5, jambak jambakan, cakar cakaran." Tidak mau ambil pusing, Fabio langsung mengambil buku dan mulai menulis di sana.

AILY DAILY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang