BAB 16: LIE

64 42 20
                                    

"Pipi kamu kenapa?"

Dipta jelas mengernyitkan dahinya kala melihat ada luka di pipi milik gadis itu. Dipta turun dari motor, kemudian memegang dagu Aily dan melihat nya sekali lagi dari jarak dekat. Luka itu masih basah, dia tidak melihatnya kemarin.

"Ini di cakar sama kucing." Balas Aily dengan cepat. Ia melihat tatapan Dipta sangat dalam dan seperti akan— marah. Bukan, marah karena dia melakukan kesalahan, tapi lebih ada sorot khawatir di sana.

Ah! Aily tidak bisa menutupi dengan make up. Sebab, luka itu masih basah. Tentu saja itu perih, saat ia mencuci muka dengan sabun, Aily hampir menjerit. Lagi-lagi dia mencari-cari alasan yang lebih masuk akal. Di cakar kucing, contohnya.

Dipta membuang napas panjang. "Jangan main-main sama kucing galak. Ini pasti perih banget."

Aily hanya mengangguk. Dia suka ekspresi wajah Dipta saat ini, sangat lucu. "Gak apa-apa. Nanti juga ilang luka nya." Sahut Aily.

Kemudian, Dipta mengambil helm yang di pegang gadis itu, dan memasangkan di kepala sang empunya. Dipta lupa untuk mengatakan hal ini, Aily terlihat seperti anak kecil ketika anak itu memakai helm. Dengan pipi nya yang tiba-tiba menjadi seperti bakpao juga selalu mengedipkan matanya berkali-kali ketika di tatap oleh Dipta.

"Cantik sekali pacarku!" Seru nya. Pagi-pagi yang indah ini, dia mendadak kenyang melihat paras cantik wajah Aily di pagi hari. Bulu mata nya yang lentik, bibir nya yang berwarna merah muda, juga pipi nya yang gembul karena helm.

Aily terkekeh mendengar itu. "Ayo berangkat, nanti telat."

Lantas, keduanya menaiki motor hitam milik laki-laki itu. Menjauhi perumahan elite, dan bergabung bersama ribuan kendaraan yang sudah memenuhi jalanan kota Jakarta. Langit di atas juga berwarna biru, seperti sengaja menampilkan itu karena ikut bahagia di hari pertama mereka sebagai sepasang kekasih.

∞∞∞

"Pipi lo kenapa? Kenapa luka? Lo jatoh? Kok bisa kaya gini?" Runtut pertanyaan itu tentu saja dari Leya. Gadis yang sedang duduk di depannya dengan wajah seribu pertanyaan.

Dia sudah menduga sedari pagi, dan dia siap menerima semua ocehan Leya tentang luka nya. Leya akan terus bertanya sehingga dia rasa jawaban itu adalah kebenaran yang memang benar adanya.

"Ini cuma di cakar kucing, Leya." Jawab Aily dengan halus.

"Bohong? Sejak kapan lo punya kucing? Nenek lampir gak akan ngizinin lo punya kucing, dia kan alergi bulu kucing." Timpal Leya. Mengingat Sara pernah bilang pada Leya, kalau dia alergi terhadap bulu hewan tersebut.

"Kucing liar yang tiba-tiba ada di belakang rumah. Waktu itu, aku lagi duduk aja di kolam, terus ada kucing." Sepertinya, Aily akan menjadi manusia dengan seribu dosa. Lihat saja sekarang, dia banyak berbohong kepada temannya. Hati nya berkali-kali mengatakan maaf, tapi tidak dengan ucapan dari bibirnya.

"Bener itu kena cakar kucing?" Tanya nya sekali lagi.

Aily mengangguk. "Iya, Leya."

"Udah di obatin?"

Aily menggeleng. "Belum."

"Kenapa belum?!"

"Nanti juga sembuh sendiri." Ujar Aily. Dia harus benar-benar sabar berhadapan dengan Leya, yang begitu tebal rasa khawatirnya pada Aily.

"Kalo infeksi gimana? Itu kan kucing liar, gak terawat, banyak kuman di kuku nya. Ayo ke UKS, obatin dulu luka lo!" Leya berdiri dan membawa Aily pergi dari dalam kelas.

AILY DAILY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang