Biasanya tempat-tempat seperti ini banyak di kunjungi oleh para remaja yang sedang di mabuk asmara. Sun River adalah tempat yang akhir-akhir ini populer di kalangan usia remaja, untuk sekedar nongkrong, duduk bersama pasangan, atau hanya sekedar melihat matahari terbenam dan memantulkan warna oranye nya di sungai itu. Masih dengan seragam sekolah, Dipta dan Aily duduk di kursi yang pemandangannya langsung menghadap ke sungai yang begitu bersih tanpa sehelai sampah apapun.
"Dipta."
Anak laki-laki itu menoleh pada perempuan di sampingnya. "Apa? Kenapa?" Jawabnya.
Aily terdiam untuk waktu yang lama. Gadis itu menoleh ke samping, hanya untuk menemukan tatapan Dipta yang begitu dalam.
"Takut. Itu yang bikin aku selama ini butuh waktu untuk menjawab kalimat kamu. Aku pikir, aku gak pantes dapat cinta dari seseorang. Tapi, selama aku ada di samping kamu, dan bagaimana kamu memperlakukan aku. Aku semakin di buat bingung, sama pikiran aku sendiri."
Perkataan Aily jelas membuatnya membisu. Gadis itu tiba-tiba membicarakan– yang entah dia tidak tahu tentang apa. Tapi, yang bisa dia tangkap, wajah Aily kelihatan seperti ingin menumpahkan segalanya pada Dipta, namun semua itu seperti tertahan.
Dia hanya diam, menunggu kata-kata apa yang keluar dari mulut Aily. "Tapi, selama aku memikirkan itu semua, aku gak bisa bikin kamu nunggu lama. Aku harap kamu adalah orang yang bisa meyakinkan aku. Bahwa aku pantas dapat cinta itu."
Dipta mengangguk, masih menatap Aily. Pertanyaan itu, membuat hati nya siap untuk mendengar jawaban apa yang Aily ucapkan hari ini. Entah iya atau tidak, dia akan menerima dengan lapang dada.
Aily mendongak, menatap mata legam milik Dipta. Ia terdiam sejenak hanya untuk meyakinkan, kalau dia bisa mengucapkan kalimat yang tertahan di hatinya.
"Dipta, yes I will. I will be yours."
Jelas, itu membuat Dipta senang bukan kepalang. Laki-laki itu tersenyum lebar, kemudian memeluk Aily dengan sangat erat. "Thank you, Ly. I promise, my love is worthy of you."
Aily membalas pelukan Dipta. Sore ini di Sun River, di bawah langit yang bewarna oranye, juga angin yang menerpa kulit mereka, menjadi saksi bisu, bagaimana bahagianya mereka saat ini, bagaimana burung-burung yang terbang sambil berkicau seperti ikut serta dalam kebahagiaan itu.
Dipta melepaskan pelukannya, menatap dalam mata Aily yang begitu indah. Mulai sekarang, dia bisa menatap wajah cantik itu untuk waktu yang sangat lama, juga berada di samping Aily, menjaga nya, memberikan cinta yang pantas untuknya. Jauh di lubuk hati yang paling dalam, Dipta mengucap janji untuk tetap bersama Aily. Dia sudah terlanjur cinta pada gadis tersebut, sudah terlanjur buram ketika melihat gadis yang lain.
"Jadi, mulai sekarang kita pacaran?" Tanya Dipta, sekedar memastikan.
Aily hanya mengangguk dan tersenyum di waktu yang sama. Jujur, dia menjadi sangat malu untuk berhadapan dengan Dipta. Bahkan dia tidak tahu harus melakukan apa, selain menyelipkan rambutnya dan hanya menatap ke depan.
"Jadi, mulai sekarang gua bisa panggil lo sayangku?"
Wah! Bagaimana bisa Dipta mengatakan itu, sementara jantung Aily seperti mendadak akan copot. Dia tidak menyangka bahwa hanya kata-kata itu bisa membuatnya terbang bersama burung-burung di atas sana.
"Kok gak jawab?" Tanya Dipta, tubuh nya semakin mendekat pada Aily.
"Iya." Katanya.
Dipta tersenyum. "Jadi, mulai sekarang gua bisa panggil lo cintaku?"
"Iya, Dipta."
"Jadi, mulai sekarang gua bisa panggil lo cantikku?"
"Iya!" Aily mendadak meninggikan suaranya. Bagaimana, tidak? Dipta benar-benar ingin membuatnya pingsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AILY DAILY
Jugendliteratur[FOLLOW YUK, SEBELUM BACA!] -not revised yet! Dua insan ciptaan tuhan yang bertemu di situasi yang serupa, mempunyai perasaan hampa di dada. Takdir yang sama, kehilangan separuh jiwa membuat mereka terpuruk di hidupnya, dan sama-sama mengharapkan se...