BAB 7: CANDLE & PAINT

149 100 84
                                    

Dipta menghentikan dan mematikan mesin motornya di depan gerbang yang menjulang tinggi milik rumah Aily. Rumah yang besar di sebuah perumahan elite, dan banyak rumah-rumah megah yang dimiliki oleh seorang konglomerat. Dipta tidak heran lagi, dia sudah tahu seluk-beluk seorang ayah Aily. Fadli Atmaja, mempunyai kekayaan yang tidak ada habisnya.

Aily turun dari motor Dipta, merapihkan poni dan rambutnya yang sedikit kusut karna terkena hembusan angin. Dia melepaskan jaket Dipta, "ini jaket kamu, makasih udah nganter pulang."

"Sama-sama, lain kali kalo pulang sendiri hubungi gua aja." Ucap Dipta menerima jaket nya dan jaket Fabio.

"Mm..., aku gak pegang ponsel kalo hari-hari sekolah." Balas Aily dengan menatap wajah Dipta.

Dipta terdiam sebentar, "kalo gitu, mulai sekarang gua bakal anter lo pulang sekolah."

"Gak usah, masih ada-,"

"Gua pamit pulang, sana masuk jangan lama-lama di luar, dingin." Belom sempat Aily menyelesaikan kalimat nya, Dipta sudah memakaikan helm full face nya, dan menyalakan motornya.

Dipta menarik gas, pergi dari hadapan Aily yang masih diam melihat kepergian Dipta. Aily menghela nafasnya, kemudian membuka gerbang rumahnya tanpa memanggil satpam penjaga. Satpam yang duduk di pos, terkejut melihat Aily dan langsung berlari menghampiri sang nona muda.

"Non Aily sudah pulang?" Sapanya.

"Sudah, Pak Tejo." Aily tersenyum hangat pada satpam yang bernama Pak Tejo, dia sudah bekerja di rumah milik ayah Fadli kurang lebih 5 tahun lamanya.

"Pulang sama siapa? Kan gak ada yang jemput, Non."

"Sama teman Aily. Pak Gama kemana ya pak? Kok gak ada jemput Aily, padahal mobilnya ada di rumah." Aily bertanya setelah melihat mobil yang biasa di pakai untuk menjemput sekolah, terparkir rapi di halaman luas rumah.

"Non Aily gak tau apa yang terjadi? Pak Gama di pecat sama nyonya Sara. Dia ketauan nyuri perhiasan nyonya Sara. Tadi siang nyonya Sara marah besar Non. Semua pekerja disini kena marah," jelas Pak Tejo yang tahu kejadian nya seperti apa, karna dia juga ikut terkena amarah sama nyonya besar disini. Semua takut pada Sara, disaat ayah Aily pergi bertugas di luar kota, kekuasaan akan pindah pada tangan Sara, namun jika ayah Aily pulang semua pekerja tunduk pada seorang Fadli Atmaja. Tidak ada yang mendengarkan Sara ketika Fadli sudah berada di rumah.

"Lho, kenapa pak Gama ngambil perhiasan dia?" Tanya Aily, sangat terkejut dengan apa yang di ceritakan oleh Pak Tejo.

"Kalo ditanya alasannya, katanya istri pak Gama di kampung terlilit hutang. Dia di desak sama istrinya harus transfer uang 30 juta hari ini. Kalo nggak, pak Gama bakal di gugat cerai dan gak ketemu sama anak-anaknya." Ucap pak Tejo.

Aily terdiam sejenak, merasa kasihan terhadap pak Gama yang selama ini selalu mengantar-jemput ke sekolahnya. Jika saja Aily ada di situasi tadi yang di ceritakan oleh pak Tejo, Aily akan memberikan barang-barang bermerek nya pada Pak Gama. Dia bertindak seperti itu pasti ada sebabnya, sayang sekali pak Gama berada pada tangan Sara, tentu sang nyonya tidak akan main-main dan tidak berbelas kasih.

Lamunan Aily tersadarkan dengan panggilan sarkas yang berasal dari pintu utama rumah. Itu, Sara sedang menatap Aily marah.

"Non Aily yang sabar, nanti akan ada waktunya." pak Tejo tahu apa yang terjadi pada Aily selama ini, kekerasan Sara pada Aily, peraturan gila Sara yang harus dipatuhi oleh Aily, dan hukuman Sara pada Aily. Dia tidak bisa berbuat banyak, jika campur tangan pasti pekerjaan nya yang akan menjadi korban. Kasihan pada sang istri dan anak-anaknya di rumah, selalu menunggu makan setiap hari hanya dari pak Tejo.

AILY DAILY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang