BAB 4: LEYA CORE

132 100 53
                                    

Jika ada pilihan tetap menjadi anak kecil yang senang bermain atau menginjak usia dewasa yang melakukan banyak kegiatan? Tentu saja, Dipta akan memilih tetap menjadi anak kecil yang cuma bisa berceloteh tanpa dimengerti, bermain mobil-mobilan yang digerakkan oleh tangan kecil nya dengan maju-mundur, atau cuma bangun pagi-pagi dan di sambut hangat oleh sosok Mama.

Ngomong-ngomong soal Mama, Dipta jadi merindukannya. Sosok Mama yang cantik, mandiri, dan selalu memanjakan Dipta. Merindukan belaian sang Mama, dan merindukan masakan enak yang membuat Dipta selalu nambah tiga kali. Mama bukan dipanggil sang pencipta, bukan juga sibuk bekerja. Mama pergi meninggalkan Dipta saat berumur 9 tahun, pergi ke luar negeri bertahun-tahun dan tidak pernah pulang, bahkan berkabar lewat ponsel pun tidak. Dari kecil sampai remaja, dia tidak pernah tau mengapa dan kenapa Mama melakukan itu. Meninggalkan Dipta yang selalu ingin di puji ketika memenangkan pertandingan Badminton.

Lupakan sang Mama, Dipta bangun dari kasur empuknya. Melihat jarum jam yang masih pagi, Dipta keluar kamar dan turun menuju dapur. Tentunya, sosok wanita tua renta sudah berdiri sedang memasak, harum yang tajam memasuki hidung Dipta.

"Pagi, Bi. Semalem papa pulang?" Pertanyaan pertama Dipta pagi ini, duduk dan minum air putih sambil menunggu jawaban Bibi Rani yang sibuk memasak.

"Pagi, den. Bapak nggak pulang semalem. Kata, Pak Asep juga gak ada mobil yang dateng." Pak Asep adalah satpam yang menjaga rumahnya, tidak banyak orang yang di pekerjakan di rumah ini. Hanya Bi Rani dan Pak Asep.

Dipta mengangguk, menaruh gelas dan pamit ke atas untuk siap-siap pergi ke sekolah. Hampa, adalah perasaan biasa yang seringkali Dipta rasakan. Kan, Dipta sudah bilang dia akan tetap memilih menjadi anak kecil, banyak rasa bahagia yang dia terima dulu. Namun, sekarang? Kebahagiaan itu tidak lagi dia rasakan.

∞∞∞

"Ly, kayaknya sekarang kita bakal sering-sering ke kantin deh." Leya berjalan lesu di koridor, tidak tampak biasanya yang selalu bersemangat menyambut gosip-gosip terbaru di sekolah ini.

"Kenapa memangnya?"

"Bunda gue pergi ke LA, gak bisa bikin sarapan buat kita lagi. Dia pergi selama 1 bulan, 1 bulan! Bayangin 1 bulan..."

Aily memutarkan bola matanya. "Iya, 1 bulan. Aku ngerti kok, 1 bulan, 4  minggu, 30 hari."

"Nah, gua gak sanggup Ly. Gua gak bisa di tinggalin Bunda selama itu. Apalagi kalo nanti dia–, mm maksudnya itu kalo..." Leya berhenti berbicara, takut Aily tersinggung. Selama ini Leya tahu, Aily selalu bercerita betapa rindu pada Ibu nya yang pergi lima tahun yang lalu.

"Gak apa apa, Ley. Aku baik-baik aja kok."

Leya meringis, "Maaf, Ly. Oh iya, sekarang Dirga tanding nih. Menurut info yang gua dapet, dia tanding di Putra Negara High School. Nonton, yuk!" Leya mengalihkan topik pembicaraan, memang tadinya itu yang akan pertama dikatakan saat bertemu Aily, mengajak untuk menonton pertandingan Volley sang pengisi hati Leya selama tiga tahun. Semua orang tahu, Leya adalah satu-satunya siswi di sekolah ini yang menyukai Dirga selama tiga tahun lamanya, tapi dia tidak pernah mengutarakan perasaannya pada Dirga. Lemah, Leya memang lemah kalo sudah bersangkutan dengan Dirga.

Leya melihat Aily diam saja, sedang berpikir yang Leya sendiri sudah tahu isi kepala Aily. "Tenang aja, nanti gua yang izin. Biar lo refreshing juga, kasian kan otak lo yang mumet disuruh diem aja di rumah. Emang, harus di musnahkan nenek lampir yang ada di rumah lo. Kalo keinget dia hati emosi mulu, Ly. Tapi gue bermuka dua deh, kalo di depan dia gua senyum, ramah, seakan-akan nggak tahu apa yang terjadi antara lo dan si nenek lampir. Tapi di belakang, gua malah pengen acak-acak mukanya." Leya kalo bukan demi Aily, dia tidak mau berhadapan dengan sosok Sara. Karna Aily juga butuh udara luar dan teman ngobrol, Leya rela untuk menjadi baik di depan Sara. Meminta izin untuk membawa Aily keluar bersamanya, dan meminta izin untuk belajar bersama dirumah Aily. Hanya Leya yang Sara percaya, karna apa? Karna Papa Leya juga seorang petinggi yang sering kali berbisnis dengan ayah Aily.

AILY DAILY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang