Malam telah menerpa Ibukota. Bulan telah menggantikan matahari yang saat ini sedang beristirahat di peraduannya. Sebuah mobil telah sampai di depan kafe yang tidak asing. Gito turun dan mobil itu meninggalkannya sendirian. Ia coba merapikan keadaannya meski ia tahu pasti dirinya akan sangat mencolok karena keadaan pakaian yang kotor.
Gito memasuki pintu kafe yang estetik. Dirinya merasa rindu dengan suasana kafe itu. Ia melihat sekitar kafe. Ternyata orang yang dicarinya tak terlihat sejauh mata memandang. Dirinya berjalan menuju kasir. Disana ada Onel yang sedang berkutat dengan mesin kasir.
"Woy, sibuk banget lo Nel".
"Eh Git. Kapan balik dari Bandung?", Onel bertanya seraya melihat kearah Gito. Dirinya kaget. Melihat baju yang ada bercak darah dan muka temannya itu terlihat ada luka.
"Lah lu abis ngapain si Git? Kok sampe kaya gini".
Gito hanya menjawabnya dengan santai, "Oh ini tadi ada sedikit urusan sampe jadinya gini deh".
"Yaudah lo mending duduk sono. Gue bawain obat buat lo".
Gito mengangguk lalu meninggalkan Onel menuju meja yang kosong. Dirinya masih penasaran melihat sekitar mencari keberadaan Marsha ataupun Indah. Tapi nihil. Orang yang dicarinya memang tidak ada.
"Marsha ga ada. Nih kopi buat lo", Onel mengetahui bahwa temannya itu mencari Marsha. Setelah memberikan kopi, ia lalu juga menyerahkan plester untuk luka Gito.
"Dari kemarin Marsha ga ada kabar. Gue bingung, apa salah gue ya", melas Gito bercerita kepada temannya.
"Yaelah kalian berdua juga sama kok. Kalo sibuk saling cari tapi lupa ga ada yang ngabarin. Yakan?", jawab ketus dari Onel sembari meneguk kopi.
Gito menyenderkan badannya lalu menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal. Ia coba mengingat memang dirinya juga suka tidak memberitahu kabarnya. Merasa bersalah sekarang ia setelah mendengar kalimat sahabatnya itu.
"Terus gue harus apa Nel?".
"Tunggu aja. Nanti juga ngabarin kalo udah ga sibuk", Onel menjawab Gito dengan santai.
"Sekarang lo cerita ama gue. Abis ngapain lo dua hari ini".
Memang ia sudah berjanji kepada Onel untuk tidak ada rahasia antara mereka. Akhirnya ia menceritakan semuanya kepada Onel. Tentunya Onel terkejut. Sahabatnya sedang berada dalam keadaan yang cukup pelik. Masalah mantannya yang belum usai ditambah dengan masalah keluarga Cynthia.
"Gila lo ya. Masalah sepelik itu lo pendam sendiri".
"Engga kok. Gue dibantu sama yang lain".
"Kalo gitu sekarang apa yang lo rasa?", coba Onel menggali keadaan sahabatnya itu. Dirinya lumayan mengetahui kalau Gito adalah orang yang selalu mendahului orang lain daripada apa yang ia rasa.
"Sekarang? Ga kok. Gue gapapa".
"Yaudah terserah lo. Tapi intinya kalo lo butuh temen cerita gue bakal siap dengerin cerita lo", Onel meninggalkan Gito menuju tempat kasir sembari menepuk pundak sahabatnya itu.
Gito merenung kalimat dari temannya itu. Ia tidak tahu sebenarnya apa yang ia rasakan saat ini. Dirinya tahu, kalau ia rindu Marsha. Tapi diotaknya juga masih dipenuhi rasa sesal akan kepergian Shani. Ditambah keluarga barunya yang ternyata memiliki masalah sehingga menjadi beban pikirannya juga. Diusapnya wajah dengan kedau tangannya. Setelah menghabiskan kopinya, Gito memutuskan untuk pulang.
"Thanks ya Nel. Gue balik dulu. Oiya, gue titip salam ke Marsha ya lewat Indah".
"Hmm, tiati bro". Jawaban singkat dari Onel melepas kepergian Gito. Saat ini ia sudah bersiap pulang. Onel memperhatikan temannya itu. Dirinya merasa serba salah saat ini. Dirinya menyembunyikan keadaan dari Marsha kepada Gito. Ia tidak mau menambah pikiran dari sahabatnya itu apalagi setelah mendengar ceritanya. Tapi disatu sisi, ia merasa mengkhianati Gito karena sudah tidak memberitahu keadaan dari Marsha.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEGI SENANDIKA | AU Gita Sekar Andarini
RomanceCerita ini adalah Perjalanan terjal penuh liku dalam kehidupan Gito Senandika Andari. Apakah ia akan menyelesaikan konflik batinnya? Apakah ia bisa mencapai kebahagiaan? . . .