Canda tawa terdengar bersautan dengan musik yang mengalun dari pengeras suara. Hingar-bingar itu diciptakan oleh Ciko dan kawan-kawannya yang saat ini sedang menikmati malam di basecamp mereka. Ollan juga berada disana sembari sesekali melempar lawakan yang membuat suasana bahagia. Ponsel berdering membuat Ciko memeriksanya.
"Halo ini siapa?", Ciko mengangkat telepon yang tidak ada namanya di ponsel.
"Urusan kita belum selesai. Kali ini lo bakal abis Cik".
Ciko memasang wajah yang bingung. Entah siapa yang melempar ancaman itu. Tapi ia berusaha tidak memperdulikan telepon tersebut. Ponselnya ia taruh kembali diatas meja.
"Cik siapa yang nelepon? Muka lo jadi bingung gitu", Ollan bertanya karena melihat Ciko bingung setelah menjawab telepon.
"Ah au dah. Kayanya orang ga jelas doang".
Statement dari Ciko membuat Ollan hanya menganggukan kepalanya. Mereka kembali bergabung dengan yang lain. Tak terasa malam sudah teramat larut. Ciko memutuskan untuk pulang meninggalkan teman-temannya yang menginap di basecamp.
"Lah lo balik Cik? Yaelah parah bener".
"Iye gue balik".
"Ga asik lo", Ollan menjawab Ciko sembari menimpuknya dengan kacang.
Ciko tidak menghiraukan teman-temannya. Dirinya sekarang sudah di atas motor. Setelah bersiap sebentar mengenakan helm dan sarung tangan, dia memacu motornya untuk membelah jalan.
Malam itu Ciko pulang dengan perasaan tidak tenang karena intrik antara dia dengan Zean yang tidak kunjung selesai. Sebenarnya saat ini dia bersikap bodo amat dengan Zean karena menganggap itulah jalan yang diambil Zean dan harus dihargainya. Meski disatu sisi dia masih kecewa kenapa justru Zean terjerumus dengan Ashel yang notabene-nya musuh mereka.
Penuh rasanya otak Ciko malam itu. Apalagi ditambah dengan telepon ancaman yang sebenarnya masuk kedalam pikirannya juga. Tak terasa ia sudah sampai dirumah dan langsung masuk kedalam kamarnya. Dirinya melepas jaket dan meletakan ponselnya dimeja. Setelah itu dirinya menghempaskan badannya kekasur ternyaman baginya seraya mencoba mengistirahatkan badan. Akhirnya setelah berkutat sejenak dengan pikiran yang memenuhi otaknya, dia memutuskan untuk tidur.
.
.
.
Bulan mulai menghilang dan digantikan dengan hadirnya mentari. Kicauan burung yang tipis mulai terdengar. Kamar Ciko masih hening dengan keadaan Ciko yang masih menikmati penjelajahannya di laut mimpi. Tapi semua itu terhenti karena tiba-tiba suara bising dari ponsel membangunkannya.
Sedikit sempoyongan Ciko menuju meja untuk meraih ponselnya itu. Posisi duduk dikursi lalu dirinya melihat siapa yang mengabarinya pagi-pagi. Terpampang nama Ader di layar ponselnya, lalu ia angkat telepon tersebut.
"CIK! DIMANA LO CIK!", teriak Ader disambungan telepon itu membuat Ciko sedikit tersentak.
"Buset santai weh, baru melek gue ini. Kenapa sih lo Der?".
"Ollan Cik!-".
Sebelum Ader menjelaskan Ciko langsung memotongnya, "Kenapa Ollan? Dia gapapa kan?".
"Lagi di UGD. Buruan dah lo kesini".
"OK", setelah menjawab telepon itu Ciko langsung bergegas menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya agar tidak merasakan kantuk. Setelah itu ia langsung menuju ketempat temannya berada.
Disisi lain, Ader yang saat ini berada di Rumah Sakit merasakan emosi yang memuncak. Tapi emosi itu sedikit terkontrol dengan kehadiran dari Muthe yang berada disampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEGI SENANDIKA | AU Gita Sekar Andarini
RomantizmCerita ini adalah Perjalanan terjal penuh liku dalam kehidupan Gito Senandika Andari. Apakah ia akan menyelesaikan konflik batinnya? Apakah ia bisa mencapai kebahagiaan? . . .