"Keluarin, Mas, keluarin anginnya." Itu Radifa, wanitaku datang tak lama setelah kejadian ketidaksengajaanku menci//um si Jo dan kemudian mual muntah, sementara Jo pun kabur mungkin segera cuci muka.
Aku ada di WC saat itu, memuntahkan isi perut, dan tak lama bidadariku datang dengan panik.
"Ya Allah, Mas. Kamu keknya masuk angin, atau perut kamu gemeteran gara-gara pake motor geter, ya, Mas? Ya Allah, ya Rabb ...."
"Di-Difa ...." Aku menangis sendu tetapi kembali muntah lagi, jujur aja kalau ingat keapesan itu, mualku auto balik dan muntah, sambil cuci mulut.
Anggap aku lebai, tapi memang senganu itu hueeek.
Aku normal, woi!
Perlahan, setelah rasanya seluruh isi perut ilang gak bersisa, dan rasanya mulutku pait banget, akhirnya aku bisa lebih tenang. Namun, tetap saja, aku miris sama diriku sendiri.
Sejenak aku diam, sambil dipegangi Radifa yang gak merasa jij//ik karena melihat keadaanku yang mungkin pucat serta menyedihkan, bersama rasa bersalah ....
Keknya ini karma, deh. Karena gak hanya aku isengin istriku, tapi juga karena membangkang sama ibuku. Mau gimana lagi coba ya? Penasaran banget, huhu.
Segera, aku kembali sendu, dan memeluk istriku lembut. "Iya, Mas, cup cup cup, Mas." Dia malah memperlakukanku bak bayi, kan aku mau nangis lagi karena makin merasa bersalah. "Mas, kamu izin aja ya, keknya kamu gak enak badan."
Aku menggeleng, tergugu di pelukan Radifa, persis anak kecil.
"Mas, minum ini dulu, ya. Ini air anget. Mau keluar dulu minumnya, Mas?" Aku mengangguk, dengan sendu dibantu istriku keluar dari toilet karyawan, dan jelas tatapan mata tertuju padaku.
Segera aku sembunyikan sisa air mata, kemudian menatap mereka semua, si kempret Nino dan Andra malah diam-diam ketawa, lalu Jo yang tak lagi berhijab menabok mereka berdua. Aku memicingkan mata kesal.
"Duduk dan minum dulu, Mas." Namun, aku merasa punya cara memanas-manasi mereka, dengan bermesraan dengan istriku, terlepas aku gak sengaja nyi//um Jo yang huek ... duh, aku mau muntah lagi ... tahan tahan.
Aku normal, dan nilai plusku, istriku penyabar dan penyayang, awas aja!
Radifa membantuku duduk, kemudian aku minum air anget bawaan dia.
"Dek, Mas gak apa, kok. Cuman ... masuk angin karena geter sebentar." Aku berdalih, tetapi tiba-tiba Nino ketawa cukup nyaring, syalan ni orang lu diem!
"Tapi aku khawatir, Mas. Mas kelihatan lemes dan pucat banget. Izin aja, ya, Mas?" pinta Radifa, dan sakit yang dibuat-buat gini emang diterima? Gak deh ya, meski aku kelihatan menyedihkan. "Pulang, ya, Mas."
"Pulang aja, Ton, biar dikelonin bini lo dan balik lagi normal." Mataku menatap Andra yang nyeletuk, itu kata normal rasanya bukan buat sehat, tapi dia ngejek aku yang nyium Jo tadi.
Awas aja tu orang!
Aku sebenernya gak kenapa-kenapa, secara fisik sehat, cuman karena kaget tadi, jiwaku kegoncang. "Mas gak kenapa-kenapa, Dek. Serius. Mas mau lanjut kerja, toh hari ini pulang agak cepet kok nanti. Nanggung. Mungkin tadi Mas juga gemeteran karena gak makan, Sayang."
"Um ... kalau gitu ... kamu makan, ya, Mas. Ini aku bawa makanannya, apa kamu mau aku beliin obat juga?" Obat sih gak perlu. "Kalau pulang nanti, Mas pake taksi online aja ya, motornya biar aku bawa pulang."
Baiknya istriku, dan kala melihat teman-temanku ....
Iri gak lu? Irilah, masa enggak awikwok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istriku Kalem
RomanceIstriku itu gak pernah marah, sekali pun belum pernah aku liat dia kesel, murka, apalagi ngamuk. Kata orang-orang, termasuk ibuku yang amat menyayanginya, itu hal bagus, toh gak ada juga yang buat dia sensian, tapi tetep aku ngerasa aneh dan penasar...