Chapter 11

4K 245 7
                                    

Karena kantor lagi santai, tak apalah aku kekepin istriku di kantor, buat ngerawatku sambil nyuapin aku makan, aku pura-pura sakit saat ini tapi untungnya keadaanku sangat mendukung, dengan agak dilebain dikit ngehe.

Aku lihat teman-temanku, iri abis tu tatapan, aku tersenyum penuh kemenangan.

Walau aku sadar, aku kalah telak tadi sih, huh ....

Gagal lagi, gagal lagi.

Selesai makan, Radifa pun siap pergi meninggalkanku, tapi jelas melihat keadaanku, wanitaku yang terkalem, terimut, terunyu itu, tak rela melakukannya.

"Mas gak apa, Sayang. Serius," kataku, mengusap pipinya lembut, sekalian manas-manasin jomlo dan para pemilik istri gualak hihi.

"Tapi aku khawatir, Mas, aku—"

"Ssttt, ssttt." Aku meletakkan telunjuk ke bibir, dan aku bisa dengar ada yang nyeletuk lebaiy karena itu, apa peduliku? Yang penting kan romantizz. "Mas sehat, karena keberadaan kamu, Dek. Pulanglah, gak usah bawa motor Bapak."

"Mas ...."

"Mas sehat, liat? Niiih." Aku berusaha meyakinkannya, jelas sih wajah dia gak yakin dan gak tega, tetapi pasti dia mengerti tak bisa lama-lama di kantor. "Oke, Dek?"

Radifa mengangguk, pun menyalimiku. "Aku pulang, ya, Mas. Assalamuallaikum!"

"Waallaikumussalam," jawabku hangat.

"Saya permisi dulu, ya, Pak, Buji . Permisi, assalamuallaikum." Mereka menyahuti Radifa, wanitaku itu membungkuk sejenak, kemudian berjalan menuju keluar, tetapi kepalanya jelas menghadapku.

Hingga tanpa disangka, karena tak lihat-lihat, dia menabrak seorang pria!

Seorang pria!

"Astaghfirullahalazzim, maaf, Pak, maaf saya enggak liat-liat." Aku segera menghampiri Radifa, untung dia tak jatuh, tapi tetap aja, yang nabrak cowok, aku kesel nih, cemburu! "Bapak gak papa?"

Aku posesif berdiri di samping Radifa.

"Saya gak papa, mm eh, Radifa kan?"

Aku menoleh ke pria itu, dia ini dari divisi sebelah, aku gak terlalu kenal bahkan namanya saja gak tau, tapi siapa sangka dia kenal istriku.

"Eh, Fadlan ...."

Saling kenal?!

"Kalian saling kenal, Dek?" tanyaku, makin memposesifin istriku.

"Iya, Pak Anton, kami satu sekolah dari SD sampe SMA. Kami temenan biasa, lumayan deket." Makin aku kekepi istriku yang hanya menunduk tak mau menatapnya, bagus Dek, aku mencintaimuuu. "Gak nyangka, kamu kerja di sini? Aku baru tau."

"Enggak enggak, dia gak kerja di sini." Apa dia gak liat gak ada nametag dan pakaian Radifa kasual gini. "Dia istri saya."

"Oh, istri?" Dia tampak melirik ke arah tanganku. "Santai, Pak, saya gak akan rebut istri orang, itu cuman masa lalu."

Masa lalu?!

"What do you mean by that?" todongku, memicingkan mata padanya.

"Yah, Radifa kan cinta mo//nyet saya." Dia ketawa ketiwi setelah jujur gitu aja, gak bisa dibiarin ni orang.

Radifa bahkan kelihatan kaget, tampaknya gak tahu menahu, dia bahkan menatapku syok seraya menggeleng lemah.

"Ooh, maaf saya terlalu ember, Pak Anton. Saya gak bermaksud, tapi saya seneng ketemu cinta pertama saya lagi, tenang aja saya udah move on."

"Stay back!" Aku menyentil tangannya yang ingin menyalami istriku. "Kamu gak liat, dia wanita orang, wanita muslimah? Kalian bukan mahram."

"Uh, maaf, lupa."

"Ayo, Dek, Mas antar kamu sampai luar." Bahaya ini, bahaya. Istriku ini terlalu baik, pasti banyak lelaki pengen bersanding dengannya, termasuk si Dadang, Fadang, atau siapalah namanya tadi.

Aku terus menjaga istriku segenap tenaga hingga masuk lift, hanya kami berdua di sana.

"Mas, aku sungguh gak ada hubungan apa-apa sama dia, aku gak tahu ... dia bakalan bilang begitu."

Istriku KalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang