"Mas tau, Dek. Dari mukanya aja Mas udah tau, dia orang kek gimana." Menyebalkan, banget, apa coba ngomong begitu. "Kamu hati-hati aja sama dia, ya, Dek. Jangan deket-deket."
Radifa mengangguk patuh, tapi aku yakin gak akan deket sih, soalnya Radifa tentunya akan di rumah saja.
Keluar dari lift, aku pun mengantar istriku hingga ke depan, memesankan taksi online untuknya dan menunggu hingga sampai.
"Mas, aku pulang dulu, jaga diri Mas ya. Assalamuallaikum."
"Waallaikumussalam." Dia menyalimiku kemudian masuk mobil itu.
Aku menunggu mobil yang membawa Radifa hilang dari pandangan, setelahnya barulah masuk kantor lagi. Namun, saat di dalam, siapa sangka aku bertemu si ... siapalah namanya lupa aku, dia bahkan menghampiriku dengan senyum meresahkannya lagi.
"Istri Anda sudah pulang, ya, Pak?" tanyanya, aku membuat gestur sekeren mungkin dengan tangan di saku, mengangkat daguku.
"Ya, sudah."
"Wah, sayang sekali, saya lupa minta nomornya buat kontakan, soalnya—"
"Dude." Aku menghentikan perkataannya. "Dia wanita bersuami, jangan dekat-dekat." Ini orang gak diajari manner atau peraturan gak tertulis apa? Gak tahu malu banget. "Mikir, lah," timpalku lagi.
"Bukan bermaksud demikian, Pak, sungguh. Saya cuman mau temenan, dan yah, reuni SMA sebentar lagi. Kami bener-bener kehilangan kontak Radifa sih, jadi mungkin Bapak dan Radifa mau datang ke sana Minggu depan."
Reuni? Acara perkumpulan alumni? Reuni yang aku tahu acara ngadu-mengadu kebanyakan, kemarin saja aku reuni sungguh bikin malas, karena aku termasuk mid, enggak kaya, enggak miskin juga. Duh.
"Radifa termasuk cewek populer masa sekolah makanya kehadiran dia sangat kami tunggu-tunggu, sih." Wow? Apa dia bilang? Populer. Gak kaget, sih, soalnya kan istriku cantik dan baik hati.
Cuman, bahaya banget nih, pasti banyak crush istriku ini, sepertinya sih aku enggan ke sana.
"Nanti gue pikirin." Aku sengaja gue lo, biar keren dan dominasi, plus muka dibuat dingin dan sangar.
Aku pikirin? Enggak deh, gak guna acaranya begituan, dan aku ragu Radifa mau ikut. Dia anak rumahan banget sekarang, dan manut padaku sebagai suaminya, menjaga pandangan dan jaga ini itu.
"Yah, oke, Pak. Saya permisi dulu." Si ... siapa sih namanya lupa, beranjak pergi dari hadapanku.
Setelahnya, aku pun berjalan juga, naik melalui lift dan menuntaskan pekerjaanku, tetapi entah kenapa ... di acara reuni itu aku malah kebayang-bayang, aku pamerin istriku yang katanya populer di sekolah.
Pasti banyak yang iri ....
Ah, enggak enggak, bisa ain.
Aku kembali melanjutkan kerja, hingga waktu pulang tiba, tak ada distraksi dari siapa pun dan aku pulang dengan geter-geter motor mendiang bapakku. Pulang dengan selamat, aku menemukan istriku, ibu, haha hihi di depan sambil ngerujak.
"Assalamuallaikum," sapaku hangat.
"Waallaikumussalam." Beda dengan ibu yang mukanya kesel melihatku, tega amat Bu, Radifa menyambut hangat dan menyalimiku usai aku menyalimi ibu.
"Wah, enak tuh rujaknya." Aku comot satu, kasih sambelpetis, mantap.
"Mas, jangan makan yang asem dulu, perut kamu kan belum isi makan, ayo makan dulu ke dalem. Bu, aku ke dalem dulu, ya."
"Hm, iya Sayang. Hati-hati diisengin cicak rawa." Wah teganya anaknya dikatain cicak rawa.
Aku masuk bersama Radifa yang membawa piring kotor bekas rujak tadi, dan saat itu aku jadi memikirkan soal reuni tadi.
Aku rasa tak ada salahnya menyampaikan soal itu, dan soal mau datang atau tidaknya, jelas di tangan Radifa. Mungkin saja Radifa kangen teman-teman masa sekolahnya, dan aku sebagai suami ... wajib stay di sisinya, jaga-jaga aja.
Itu pun kalau dia mau, sih, dan aku ragu dia mau juga, sampaikan aja dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istriku Kalem
RomanceIstriku itu gak pernah marah, sekali pun belum pernah aku liat dia kesel, murka, apalagi ngamuk. Kata orang-orang, termasuk ibuku yang amat menyayanginya, itu hal bagus, toh gak ada juga yang buat dia sensian, tapi tetep aku ngerasa aneh dan penasar...