Chapter 19

5.4K 212 1
                                    

"Lho, lho, kok kamu bawa mangga?" tanya ibu ketika aku masuk bersama bingkisan mangga besar di tangan.

"Itu, Bu, tadi Nanda minta mangga, bilangnya dikit, tapi dari tadi dia ngoceh mulu jadi gak sadar ngambil sebanyak ini." Aku menatap bingkisan di tanganku. "Diapain ini?"

"Ya udah sini sama Ibu, bisa diapain aja ini." Aku menyerahkan bingkisan ke ibu dan kemudian wanita yang melahirkanku tapi males ngakuin itu beranjak ke dapur. Kini tersisa aku dan Radifa.

Kembali, aku duduk di samping istriku.

"Jadi ...." Tiba-tiba Radifa berkata.

"Hm?" Aku menatapnya bingung.

"Masih penasaran gimana aku marah, Mas?" tanyanya.

Aku bingung mau jawab apa, bukan karena gak tau jawabannya, tapi bingung aja gitu sama perasaanku sendiri. Duhileh.

"Kalau ditanya gitu ...." Aku menggaruk kening sebentar. "Ya masih, sih, tapi ya udahlah. Gak bisa dipaksa juga kan?"

"Tapi aku kasian juga sama kamu, Mas. Keknya kalau gak diturutin, anak kita nanti ileran." Lah heh, macam ngidam aja, dan masa aku yang ngidamnya?

"Masa gitu?" Radifa tak menjawab dan hanya ngangguk-ngangguk, tapi kalau dikasih lampu ijo begini sih ... apa aku punya ide gak ya?

Katanya adegan nyebelin drakor yang dia tonton ya?

"Ah, gini aja. Bentar." Segera aku masuk kamar, mengambil laptopku, dan kembali duduk di samping istriku. "Coba inget-inget Dek, kalau gak adegannya, minimal drakornya apa gitu?"

"Hm ide bagus juga, Mas. Cuman aku lupa ih, kebanyakan nonton."

Aku menghela napas, sepertinya aku harus mencari sendiri, adegan paling meresahkan di drakor yang membuat penonton kelabakan pengen gi//git kepala aktor/aktrisnya.

Lumayan banyak juga, sih. Aku jadi bingung, tapi aku cek paling atas kemudian aku perlihatkan ke istriku.

Dan reaksinya ....

Biasa aja?!

"Lho, Dek, bukan adegannya ya? Apa gimana? Kok Adek gak esmosi?" tanyaku heran, sudah hampir setengah jam kami melihat scene-scene drakor yang membuat emosi.

"Keknya ... karena aku tau ending-nya, deh, Mas. Kan ending-nya memuaskan banget." Masa harus cari drakor baru, seh?

"Ya udahlah, Dek, Mas nyerah. Gak apalah, toh cuman mitos aja kalau anak kita bakalan ileran, masa ngidamnya di aku." Aku menutup laptop dan bersandar di sofa. "Banyak hal yang lebih penting dipikirin selain bikin kamu marah, aneh soalnya."

Radifa tertawa lembut, kemudian merapikan rambutku yang agak berantakan karena sempat aku acak-acak. Tak hanya itu, dia juga mengambil tisu di meja dan menyeka keringatku.

Nyaman juga diginiin, hehe.

Jadi ngantuk.

"Dek, Mas tidur ya. Mumpung gak kerja, bisa nih turu siang." Aku cengengesan.

"Eh tunggu-tunggu!" Aku terkejut melihat ibu yang setelah cukup lama, keluar dari dapur sambil membawa berapa bingkisan, berisi mangga tampaknya. "Sebelum kamu tidur, nih kasih ke tetangga depan, kiri kanan, sana depan kiri kanan kita."

"Lah, Bu ...." Aku merengek, kalau gini aku sih bisa gak jadi ngantuk.

"Anterin!" pinta ibu keras.

"Biar aku—"

"Radifa, kamu aja yang tidur duluan, kamu harus istirahat, pasti capek kan. Biar suami kamu aja yang antar. Ton, cepet!" Tak mungkin juga aku biarkan Radifa melakukan, jadi ya udahlah, nurut sama ibu. Aku ambil bingkisan dari tangan beliau dan keluar dari rumah.

Ngasih masing-masing mangga muda ke para tetangga, dan siapa sangka ... berita kehamilan Radifa sudah menyebar luas.

Keren juga, baru hari ini, dan aku belum bilang siapa-siapa selain Nanda, dan gosip sudah di mana-mana.

Namanya hidup bermasyarakat kan ya.

Akhirnya, aku pun pulang ....

Istriku KalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang