Karena kebangun di malam begini, aku dan Radifa memutuskan salat malam bersama, buat nenangin diri juga karena aku nangis, ibu bahkan sampai kebangun dan sempet khawatir, dia kira Radifa yang nangis, mana bilangnya mau nempe aku karena dikira itu aku jailin Radifa ampe nangis.
Pas tau aku, Ibu ngomel lagi, dari nangis makin nangis itu, untung ada Radifa nenangin.
Tega deh ibuku satu itu.
Eh ibuku cuman satu ya, satu doang.
Setelah salat bersama, rasanya lebih tenang, aku ngerasa harus ceritain isi kepalaku sama Radifa soal mimpi buruk tadi, tapi jujur aja gak ah, mentalku gak siap, aku kan Gen Z.
Karena bentar lagi juga subuh, sekalian aja aku gak tidur dan memilih santuy bersama istri di kamar, gak ngapa-ngapain lah ya dia lagi hamil, aku udah mandi wajib juga, cuman santai ala suami istri gitu.
"Gimana hubungan kamu sama temen kamu kemarin, Dek?" tanyaku, temen dia siapa itu namanya, inisialnya F juga.
"Aku gak sabar ketemu dia di reuni, Mas," katanya dengan senyum-senyum, dia kelihatan bahagia.
Bentar lagi hari Minggu, nih, ya.
"Liat ini, Mas. Dia ternyata udah punya bayi, lucu banget kan?" Dia mulai memperlihatkan isi chat mereka berdua, benar-benar enggak ada rahasia di antara kami deh.
Masyaallah tabarakallah, lucu banget bayi, ya. Gak sabar launching punyaku dan istriku, bismillah.
Radifa kelihatan sangat mengagumi bayi di foto itu, sesekali mengelus perutnya, aku ikut mengelus perutnya sambil berdoa keselamatan istri dan anakku. Insyaallah semuanya akan sudah dipersiapkan dengan baik.
Tapi aku mau nangis kalau ....
Astaghfirullah, mimpi buruk ini meresahkan, aku kembali berdoa berusaha menenangkan diri, tapi rasanya mataku basah.
"Mas, kenapa?" tanya Radifa, pasti heran melihat air mataku ini, huhu.
Aku segera menyeka air mata yang belum sempet keluar. "Gak papa, Mas gak papa."
"Tapi kamu nangis, Mas. Masih keinget mimpi buruk kamu itu, ya?" tanyanya akhirnya.
Aku menarik napas, tampaknya gak akan lega kalau aku gak cerita. "Sebenernya ... Mas mimpi sesuatu paling menyakitkan, Dek."
"Menyakitkan? Mas ... dikutuk jadi cicak?" tanyanya khawatir, aku yang sendu langsung berusaha nahan tawa, bisa-bisanya dia ngelawak padahal aku serius.
Tapi, lumayanlah, bikin aku gak tegang.
"Adek, ih." Aku merengut manja, dia ketawa sambil mengusap pipiku. "Mas mimpi yang nikah sama Fadlan, ternyata kamu, Dek! Makanya hati Mas syakiet, teriris iris." Aku memegang dada dengan ekspresi sendu, agak lebay sih kayaknya.
"Ya Allah, Mas ... kenapa kok mimpi begitu, kamu keknya terlalu mikirin soal Fadlan. Gak mungkinlah aku sama dia di pelaminan, aku ...." Dia mendekatkan badannya ke aku, memegang tanganku dan mengusapnya lembut. Aku jadi makin tenang dan bahagia. "Aku hanya milik kamu seorang, Mas Anton."
"Iiiih, Adeeeek ...." Ini kayak aku di posisi cewek pas digombali cowoknya dah. "Mas jadi baper nih, iiiih gemesin deh istri Mas ini! Mau Mas kekepin terus."
Dia ketawa pelan. "Udah, gak usah dipikirin, itu mimpi yang hanya bunga tidur. Fokus sekarang, aku ...." Dia mengambil tanganku, lalu menempelkannya ke pipinya yang lembut itu. "Aku milik kamu, aku ada di depan kamu, aku di sini sama kamu, Mas. Bersama cinta kasih sayang kamu, sama anak kita ...." Dia meletakkan tanganku di perutnya kemudian.
Aku jadi makin tenang dan senang karena ungkapan Radifa. "Makasih, ya, Dek. Mas jadi tenang cerita sama kamu. I love you full, Dek."
"I love you full too, Mas Anton. Jangan nangis lagi, ya. Nanti diomelin Ibu, lho." Aku dan dia hanya ketawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istriku Kalem
RomanceIstriku itu gak pernah marah, sekali pun belum pernah aku liat dia kesel, murka, apalagi ngamuk. Kata orang-orang, termasuk ibuku yang amat menyayanginya, itu hal bagus, toh gak ada juga yang buat dia sensian, tapi tetep aku ngerasa aneh dan penasar...