Chapter 31

1.7K 181 8
                                    

"Mas berangkat ya, Dek, Bu." Aku menyalimi ibu kemudian Radifa salim padaku. "Assalamuallaikum!"

"Waallaikumussalam." Mereka menjawab bersamaan. "Hati-hati di jalan, ya, Mas." Radifa menimpali.

"Iya ...." Aku memakai helm, pun naik ke bagian belakang.

Ya, belakang.

Hari ini, aku berangkat kerja, karena motor tua bapak ngambek jadi kepaksalah aku naik ojol, lebih bersyukur sih daripada naik motor pemecah lemak begitu, tapi yah jelas tekor juga kalau sebulan kudu naik ojol kan jadi kepaksa kubawa ke bengkel dulu.

Aku pesanin sama tukang bengkel sih kalau bisa kasih koyo biar tu motor gak gemeteran.

"Sesuai titik, ya, kan, Pak?" tanya ojol itu, melihat ponselnya yang terpasang di motor.

"Iya, PT PiscesaKarya."

"Oalah, yang perusahaan jasa keuangan itu ya?" tanyanya.

"Ah, iya, Pak." Sebenarnya selain jasa keuangan, banyak sih, tapi gak jauh-jauh soal uang. Aku dan timku bagian pengurus. Perlu banyak orang karena gak sekadar satu aplikasi yang kami urus.

Katakanlah kami emang IT.

Kerjanya aslinya santai, kalau gak kena bantai, kebanyakan emang santai sih.

Tak butuh waktu lama aku tiba di kantor, bayarnya non tunai ke abang ojol karena ada promoan, ehem gak penting, gaskeun waktunya masuk kantor.

Saat berjalan ke koridor, aku liat Jo, Andra, dan Nino, berbincang di dekat vending machine. Waduh, pagi-pagi dah ghibah ni orang-orang, aku segera menghampiri mereka.

"Seriusan cerai?" tanya si Andra.

"Ha? Siapa yang cerai?" Aku bertanya bingung, tiba-tiba aku denger part cerai doang.

Siapa yang cerai?!

"Si Yolan, lo tau? Divisi sebelah," kata Jo.

"Hah? Yang lanangan atau yang cewek?" tanyaku, karena nama Yolan mah ada dua di sini.

"Yang cewek, Ton. Dia murka banget sama suaminya. Kelakuannya emang sih, ck ck ck. Baguslah tu cerai, mokondo gak guna ngapain dipertahanin?" kata Andra kesal sendiri.

"Lagian dia sendiri kenapa milih suami gitu, deh?" Nino menyesap kopinya.

"Ya kadang tuh kan ada nunjukkin manis-manis doang, pas dapet, ditunjukkin dah wujud aslinya. Intinya kedok buat manipulasi sama nipu. Sering kejadian ini, mah. Lagian juga siapa yang mau kan kalau langsung diliatin busuknya?" Jo membela. "OTW panggilan katanya, proses agak lama nih, tapi dia minta gue jadi saksi nanti."

"Bentar-bentar, emang yang dilakuin si suaminya Yolan apaan?" tanyaku masih gak terlalu konek.

"Banyak, Ton. Oh ya kali aja lu mau ide buat istri lo marah." Aih? Inget aja mereka. "Pertama, ju//dol!" Aku terperanjat.

"Kedua, mabok."

Lagi, aku menggeleng. Bahaya bjir.

"Ketiga, jajan mencret." Hah?!

"Ogah, bahaya amat, risikonya juga cerai, ogah gue." Aku bergedik ngeri. Aku emang mau Radifa marah, tapi gak sengeri apalagi senekat itulah, ngeri kali aku wak.

"Tapi ya itu cara paling maknyus bikin bini marah, apalagi kalau jud//olnya sampe abisin harta sama bikin hutang di mana-mana. Makin maknyos!"

"Ni yang ada aku dimasukin lagi ke rahim ibuku, abis aku." Dan jelas yang paling murka mah ibu, hiiiii.

"Ya udah, si, saran doang. Tu kan ide bagus."

"Pala lo bagus." Aku mendengkus sebal. "Dah dah, kalian masuk dah, jangan ghibah, jangan gosip, dosa!"

"Dih, situ aja ikutan," ucap Jo tertawa.

"Ck, dah dah dah, eh bentar gue mau beli minum. Oh iya gak ada jajan gue. Ndra, minjem duit dong."

"Dih." Aku hanya nyengir kuda, meski dih dih gitu dia ngasih aja duitnya hehe.

Oh ya di kantor belum pada tau keknya nih kalau istriku hamil, ehem, harus aku kasih tau sekarang atau aku bikin syukuran kecil-kecilan nanti? Hehe.

Istriku KalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang