Chapter 21

2.9K 220 3
                                    

Kemudian, aku nyengir, keinget sesuatu. "Pake mobil, ya? Kan bawaan banyak."

"Pakai motor aja sana."

"Nanti jatoh, lho, Bu. Kemarin aja bekal makananku jatoh." Aku cemberut. "Mobil ajalah, ya. Yaaaaaa ....." Aku semakin memohon.

Akhirnya, ibu menghela napas. "Ya udah, bentar Ibu ambilkan." Tau aja beliau, nanti kalau aku pulang banyak barang berceceran kan sayang.

Ibu masuk sebentar, kemudian keluar lagi, menyerahkan kunci mobil padaku. "Awas, jangan ke mana-mana, pas belinya selesai langsung pulang! Awas aja sampe jalan ke sana kemari, mata-mata Ibu banyak, Ibu pites kamu!"

"Haelah, Bu ...." Aku mendengkus pelan. "Radifa, mau ikut gak, Sayang?" tanyaku, tersenyum hangat padanya.

"Alaaah, ke depan doang itu, Radifa nanti bisa pingsan semobil sama kamu, bau cicak belum mandi!" Bused, dah, ibu memang teganya.

"Ya udah, aku berangkat dulu." Aku pun salim dengan ibu, dan Radifa menyalimiku.

"Hati-hati di jalan, ya, Mas," kata Radifa hangat.

"Hati-hati kamu, jangan ngebut." Ibu menimpali, iya ibuku kadang baik deh hehe.

Segera, aku pun mengendarai mobil, beranjak menuju depan beli ini itu yang diminta ibu. Gak lupa jeruk peres yang tadi aku inget, harus less sugar, less ice, dan pakai selasih, tapi aku minta punyaku banyakin esnya, ini hari panas banget jadi cari yang blewah muehehehe.

Mantap, aku minum jeruk peres panas-panas gini, sueger banget dah.

Setelah semua beres dan kumasukkan ke bagasi mobil, aku melihat sisa uang yang diberikan ibu, masih ada lebihan nih, jajan dikit ah. Ngehehe.

Jajan apa ya?

Wow wow wow, apa itu yang silau di seberang jalan?

Wuih, es krim goreng, guys. Beli gak nih? Beli dong, masa enggak, beli dua deh satu buat Radifa, eh tiga keknya, pasti ibu mau juga. Udah berapa hari aku gak jajan di kantor karena uang sakuku dipotong, jadi ya pake aja gak papa kan, anggap aja biaya bahan bakar.

Setelah selesai beli itu pun, aku pulang.

"Assalamuallaikum!" sapaku, dan tak lama orang rumah menyahut.

Aku menghela napas, meletakkan belanjaan lumayan banyak ke atas meja, lalu meminum jusku yang tersisa. Aduhlah abis, nih.

Minta punya Radifa gak apa kan?

Saat aku ngambil, siap nyedot, tiba-tiba sebuah tangan mencubit pipi, bused dah pedes.

Siapa lagi kalau bukan ibu ini, mah.

"Ngapain kamu mau minum lagi, kan kamu udah?" Ibu mencomot jus itu dariku.

"Elah, Bu, minta sikit aja, toh punya Radifa. Radifa, Mas boleh minta kan?" tanyaku, menatap Radifa dengan mata puppy. "Haus, Bu. Seret nih abis panas-panasan." Aku meminta dengan merengek.

"Mandi sana! Pake es batu sekalian!" Aku berdiri dari dudukku sambil terus cemberut, pelit amat dah. "Eh, kamu beli apa ini?"

"Es krim goreng. Eh jangan diabisin ya, aku beli tiga itu, Dek simpenin punya Mas di kulkas nanti meleleh."

"Haduh, kamu jajan yang gak disuruh, sekarang sisa duit ibu berapa?" Aku cengengesan melihat muka ibu murka, pun menyerahkan sisa uangnya, cuman serebu lima ngatus.

"Jajan dikit, lah, Bu. Kepengen."

"Kunci mobil sini!" Ibu masih emosi, tapi gak komen soal tadi, tetep aja sedih sih soalnya kudu nyerahin kunci mobilku sama ibu.

"Iya iya."

Dengan itu, aku beranjak pergi, sejenak aku menatap Radifa yang kemudian berkata tanpa suara.

"Nanti aku sisain jusnya, Mas." Biar gak ketahuan ibu pastinya.

Ih, istriku ini emang terdebest, aku cengengesan dan rasanya seger lagi tenaga. Ngehehehe.

Istriku KalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang