Berjalan menyusuri trotoar itulah yang tengah aku dan Raynald lakukan sekarang. Entah akan kemana. Namun, inilah yang aku butuhkan. Merasakan kembali embusan angin yang menerpa tubuhku, setelah tiga hari berada di dalam ruangan.
Sore hari ini, aku pergi bersama Raynald untuk mencari udara segar. Sebelumnya aku sudah meminta ijin kepada Kak Kenta, dan dia mengijinkannya. Hal itu bisa terjadi karena Kak Kenta tidak ingin melihatku terus murung seraya menangisi ibuku.
Aku menoleh ke samping, tempat Raynald berdiri, "Bagaimana keadaan sekolah saat aku tidak ada?" tanyaku.
"Hm... Keadaannya masih sama, hanya saja aku merasa ada yang hilang di dalamnya." Raynald berkata. "Dari pagi hingga sore, mataku terus mencari sosok yang hilang, namun tak dapat aku temukan."
"Benarkah?" Aku bertanya dengan serius. "Kamu kehilangan sesuatu? Apa itu? Apakah itu sesuatu yang berharga bagimu?" Aku menghentikan langkahku dan berdiri menghadap Raynald dengan wajahku yang khawatir.
Raynald pun sama, dia menghadap ke arahku seraya memasukan telapak tangannya ke dalam saku celananya. "Kamu. Kamu yang hilang. Aku merasa kehilangan selama kamu gak masuk sekolah."
Aku tersenyum dan menunduk, menyembunyikan pipiku yang secara perlahan memerah. Jadi begini rasanya, mendapat kata-kata manis secara langsung dari seorang laki-laki. Pantas aku selalu melihat orang-orang tersenyum ketika sedang berpacaran di taman. Tenyata sebab ini. Aku tahu sekarang.
"LOUISA!!"
Spontan aku menoleh saat mendengar seseorang meneriaki namaku dari kejauhan. Aku melihat Claire tengah berjalan cepat ke arahku.
"Claire?" tanyaku. "Sedang apa di sini?"
"Aku ingin menjenguk ibumu," balas Claire. "Sedang apa kamu di sini? Dengan laki-laki ini?" tanya Claire kembali. Dia melihatku dan Raynald secara bergantian dengan wajah penuh pertanyaan.
"Dia Raynald."
"Aku tahu!"
Mulutku menjadi kikuk, aku tidak tahu harus menjawab apa kepada Claire. Aku melihat Raynald, berharap dia akan membantuku saat ini.
"Aku mengajak Louisa untuk mencari udara segar. Aku hanya ingin membuatnya lebih baik." Raynald menjelaskan maksudnya kepada Claire. Nampaknya dia paham dengan bahasa wajah yang ku berikan tadi.
"Hm... Baiklah," kata Claire mulai biasa saja. "Aku ingin menjenguk ibumu. Aku minta maaf baru ke sini. Tugas sekolah membuatku frustasi akhir-akhir ini."
Aku meraih tangan Claire dan mengelusnya dengan ibu jariku beberapa kali sembari memberikan senyuman haru, "Aku senang kamu datang. Aku juga minta maaf karena tidak membantumu mengerjakan tugas sekolah saat aku tidak ada."
Claire terkekeh, "Tak masalah. Oh iya, apakah ada kak Kenta di ruangan ibumu? Aku tak ingin merusak acaramu saat ini."
"Ya. Kak Kenta tengah menjaga ibu saat ini. Kamu bisa ke sana," ujarku. "Nanti aku menyusul setelah ini."
"Baiklah." Claire berkata sembari tersenyum lalu membalas usapan tanganku. Namun setelah itu, Claire menatap sinis kepada Raynald sebelum dirinya langsung berlalu meninggalkan kami berdua.
"Sepertinya temanmu gak suka sama aku," kata Raynald setelah hilangnya Claire.
Kami pun melanjutkan perjalanan.
"Ah gak usah dipikirin. Claire memang begitu bagi orang yang baru ia kenal. Tapi lama-kelamaan akan baik juga. Dia selalu memperhatikan orang-orang, katanya untuk membaca kriteria mereka," kataku terkekeh.
"Benarkah? Wah sebaiknya aku harus berhati-hati dengan dia. Takutnya aku terkena nilai buruk olehnya," ujar Raynald.
"Aku katakan padamu, dia selalu ingin menjadi psikologi." Aku berucap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Pertama Louisa [PROSES TERBIT]
Teen FictionLouisa tak pernah menyangka jika cinta pertamanya akan menggoreskan luka di dalam hatinya. Dia selalu berpikir bahwa perasaan cinta adalah anugrah terindah, tapi kenyataannya cinta tak lebih dari sekedar omong kosong. Kehidupan Louisa awalnya baik-b...