CHAPTER 21

43 18 0
                                    

Satu tahun sudah cukup. Aku tidak ingin lagi berharap pada sesuatu yang tak akan pernah terjadi, dan aku tidak ingin lagi menunggu pada seseorang yang tak pasti. Aku capek. Aku tak mau waktuku yang sangat berharga ini harus terbuang dengan sia-sia. Masih banyak hal yang belum aku lakukan dan masih banyak pengalaman yang belum aku jelajahi. Hidupku masih panjang, dan aku tidak akan menyerah hanya karena satu manusia tak berhati.

Tepat dua tahun setelah kepergiannya, aku mendorong diriku sendiri untuk terus maju dan melakukan hal-hal yang luar biasa. Setelah Claire memilih untuk kuliah di salah satu kampus impiannya, aku justru memilih untuk melamar pekerjaan. Aku tidak ingin membebani Kak Kenta untuk membayar kuliah puluhan juta untukku, jadi biarlah aku bekerja untuk diriku sendiri.

Ketika aku tengah terduduk di hadapan laptopku, aku menemukan satu postingan yang terunggah di aplikasi Instagram, di sana aku melihat lowongan pekerjaan yang menurutku sangat menarik, dan aku yakin akan mampu untuk melakukan tugas itu.

"Menjadi model busana? Hm...Menurutku itu sangat menarik." Aku kembali memeriksa dan membaca hingga paham apa saja persyaratannya. "Ya....Aku pasti bisa melakukan itu. Kantosnya pun hanya tiga puluh menit dari sini, jadi tidak terlalu jauh."

Aku mengetuk-ngetuk daguku beberapa kali menggunakan jari telunjuk, meyakinkan apakah pekerjaan ini akan cocok untukku. Lalu setelah sekian detik berpikir, aku pun mengangguk yakin dan percaya jika pekerjaan inilah yang akan menjadi awal dari bangkitnya aku.

"Untuk apa aku berpikir terlalu lama? Aku pasti bisa melakukannya, aku akan melamar menjadi model busana!" Segera aku membuka link yang sudah tertera di akun Instagramnya. Lalu mengisi satu per satu kolom pertanyaan yang telah disediakan.

✴️✴️✴️

"Model busana, hm?" Kak Kenta memasukan selembar roti yang terolesi selai kacang ke dalam mulutnya, lalu menatapku dengan sedikit serius.

"Memangnya kenapa? Tidak merugikan Kakak. Terserah aku dong mau kerja apa saja, yang penting mendapatkan uang dan halal!" Aku berkata seraya menunjuk dia dengan sebilah pisau yang terisi selai kacang di ujungnya, kemudian aku mengoleskannya ke atas roti.

Kak Kenta bergumam sembari mengunyah dan mengerutkan alisnya secara bersamaan, "Kenapa kamu marah begitu? Memangnya aku melarangmu? Tidak kan. Aku hanya bertanya."

"Wajahmu seperti tidak menyetujuinya," ujarku yang langsung melahap satu gigitan roti ke dalam mulutku.

"Tidak ya, wajahku memang mengesalkan dari dulu," katanya. Baguslah kalau dia menyadari hal itu, biar aku tidak capek-capek memberitahunya.

"Terus?" Aku bertanya.

"Ya, aku mengijinkannya. Apapun itu aku senang! Yang terpenting kamu memiliki kesibukan biar cepat melupakan laki-laki brengsek itu," kata Kak Kenta. "Sebenarnya aku tidak terima ya Adik aku disakiti seperti itu. Rasanya aku ingin menonjok muka dia sampe bonyok, tapi dia lolos gitu aja dan kabur ke London. Cemen!" Dia langsung melahap habis rotinya dengan sorotan mata mematikan.

"Kakak ini apaan sih, mainnya tonjok-tonjok mulu. Kekerasan itu tidak baik tau!" ujarku kesal.

"Nah 'kan, kamu belain dia lagi. Kapan sih kamu sadarnya? Apa aku harus merukiyahmu? Atau membawamu ke dukun?  Biar sadar, Louisa!"

"Aku gak belain siapa-siapa, Kak. Tapi kekerasan itu memang tidak baik! Memangnya Kakak mau terlibat dalam kasus-kasus seperti di berita itu, hah? Tidak 'kan."

Cinta Pertama Louisa [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang