CHAPTER 8

100 34 7
                                    

Ikan kaleng.

Sebotol susu sapi.

Sebungkus roti tawar.

Setoples selai kacang.

Aku melempar semua makanan itu ke dalam keranjang belanjaan yang sedang aku tenteng. Sore hari ini aku menggantikan tugas ibu untuk belanja persediaan makanan di supermarket selama ibuku belum sehat total. Menurutku ini tidak terlalu sulit, walaupun aku merasa mual akibat terus berputar-putar mencari barang yang belum ku temukan. Karena tempat ini sangat luas. Sekali.

Semua belanjaan yang diperlukan sudah ibuku tulis di selembar kertas. Yang telah aku dapatkan pun sudah aku centang menggunakan pena merah yang ku bawa. Setelah menyadari bahwasanya masih banyak barang yang belum tercentang, aku menghela napas. Nyatanya ini tidak semudah yang diucapkan. Aku merasa pusing. Tempat ini seperti berputar-putar.

Setelah lamanya berkeliling, akhirnya aku pun telah mendapati semua yang tertulis. Aku langsung membawa keranjangku ke kasir untuk pembayaran. Satu per satu aku memperlihatkan barangku masuk ke dalam kantong plastik dengan perasaan tak tenang. Aku ingin cepat selesai dan pulang. Menidurkan diri di kasur hangatku secepatnya.

"Totalnya, dua ratus tujuh puluh dua ribu rupiah," kata kasir perempuan itu.

Dengan gerakan gesit, aku membuka tasku dan mengambil dompet, lalu mengambil uang cash sebanyak tiga lembar berjumlah tiga ratus ribu rupiah. Aku pun memberikan uang cash itu kepada kakak kasirnya.

"Nih kak."

"Baik, uangnya tiga ratus ribu ya kak." Dia mengambil uang dari tanganku dengan sopan, aku pun tersenyum saja.

Kasir tersebut membuka Cash Drawer, lalu mengambil beberapa uang dari sana. Setelahnya dia merobekkan kertas struk belanjaanku, dia memberikan keduanya kepadaku, "Ini kembaliannya ya kak, dua puluh delapan ribu. Terima kasih telah berbelanja. Jangan lupa datang kembali." Dia berkata seraya menyatukan kedua telapak tangannya yang diiringi dengan senyuman.

"Iya, Terima kasih kembali," ujarku. Aku langsung membawa kantong belanjaanku dan berjalan keluar dari supermarket.

Setelahnya aku di luar, mataku membelalak ketika melihat seorang perempuan yang tak pernah aku bayangkan akan bertemu tepat di depan mata. Aku menjatuhkan kantong plastik ku, membuatnya terkejut.

"Yaampun," ucapnya terkejut seraya menutup kedua mulutnya dengan telapak tangan.

"Kamari," ujarku, "Kamari Morelly."

Dia terkekeh, "Ya, Hai..."

"Astaga. Aku tak menyangka bisa bertemu denganmu secara langsung. Sedang apa kamu di sini? Apakah sedang syuting film?" Aku berucap tak merubah raut wajahku sedikitpun sedari awal. Bayangkan saja bagaimana reaksimu jika bertemu dengan aktris terkenal. Pasti akan seperti aku bukan? mematung sampai tak mengedipkan mata.

Kamari nampak seperti berpikir dan ragu ketika akan menjawab pertanyaan dariku.

"Ya. Aku sedang membuat iklan di sini," jawabnya sembari memberikan senyuman aneh. Aku merasakan jika dia berbohong. Tapi terserah itu bukan urusanku.

"Wah...Keren. Semoga iklan mu berjalan dengan lancar," kataku. "Em...Sepertinya aku harus segera pergi, ibuku sudah menunggu. Senang bertemu denganmu. Nanti kita akan bertemu lagi." Aku berucap dengan semangat, dan dia hanya mengangguki saja.

Setelah itu aku pun mengambil kembali kantong belanjaan yang sempat aku jatuhkan ke lantai tadi. Namun tenang saja, di dalam sana tidak ada minuman yang pecah ataupun makanan yang rusak. Karena jarak kantong dengan lantai tak jauh. Aku tidak terlalu tinggi. Jadi aman-aman saja.

Cinta Pertama Louisa [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang