Beberapa bulan sebelumnya.
Mataku mengerling ke sebelah kanan dan kiri secara bergantian. Mencoba untuk mencari pemandangan lain selain dua manusia yang tengah bermesraan. Aku menopang kepalaku menggunakan tanganku. Rasanya sangat pening ketika melihat pemandangan seperti ini.
Dalam hati pun mulai bertanya-tanya, dari mana mereka semua bisa mendapatkan pasangan?
Dan sampai kapan aku akan berperan sebagai penonton kisah romansa remaja lain?
Aku menghela napas, menghiraukan suasana saat ini. Aku meraih tote bag milikku dan mengambil satu buku dari dalam. Berniat untuk memalingkan pikiranku sejenak dari itu. Tapi tak bisa dipungkiri. Mataku terus mencuri-curi pandang agar dapat melihat beberapa pasangan di hadapanku. Bukannya iri, hanya saja aku ingin seperti itu. Aku ingin dicintai oleh seseorang.
Memang, aku tidak pernah menjalin hubungan berstatus pacaran dengan laki-laki selama tujuh belas tahun aku hidup. Kebanyakan dari mereka akan menghilang tanpa jejak layaknya hantu. Entah apa alasannya aku pun tidak mengerti. Mungkin karena banyak hal yang membuatku tak menarik bagi para laki-laki. Entahlah.
"Hai."
Aku tersentak, lalu mendongak, melihat seseorang yang baru saja menyapaku secara tiba-tiba. Aku tertegun ketika melihat seorang lelaki tengah berdiri di sampingku, dia memberikan senyuman manis.
"Boleh aku duduk di sini?" Dia bertanya, namun aku masih diam menatap ketampanannya dengan nyaman. Dia sangat manis dengan kulitnya yang sawo matang dan postur tubuhnya yang tinggi. Kulihat juga bulu alisnya begitu tebal, tak lupa dengan hidungnya yang mancung. Ah aku menyukainya.
"Hello!"
Haluanku langsung terbuyarkan ketika lelaki itu menyapaku untuk yang kedua kalinya. Aku tersentak sampai tak mampu untuk mengontrol diri.
"Apa katamu tadi? Maaf, pendengaranku sedang tidak baik," kataku mencoba untuk menutup rasa malu dengan sebuah alasan.
"Boleh aku duduk di sini?" Dia kembali mengulang pertanyaan sebelumnya.
"Oh..Tentu saja boleh. Tempat ini untuk umum, semua orang dapat duduk di manapun," balasku.
Dia tersenyum dan langsung mengatur posisi duduknya yang berada di samping sebelah kananku. Aku tersenyum malu, dan sesekali mencuri-curi pandang menggunakan ujung mataku untuk melihat sosoknya.
Suasana begitu canggung. Tidak ada yang memulai perbincangan. Kami hanya saling diam dengan kegiatan masing-masing. Aku dengan buku milikku dan dia asik dengan ponselnya.
Sekali lagi aku melirik sosoknya. Membuat buku yang tengah aku pangku pun merasa cemburu akibat tak aku perhatikan lagi.
"Apa kamu sering datang ke sini?" tanyanya seraya menoleh ke arahku beberapa detik.
"Em ya...tidak, tidak terlalu." Seketika perasaanku jadi tak karuan. Otakku secara tiba-tiba kosong tak bisa berpikir dan mulutku menjadi gagap sampai tak mampu berbicara. Aku yakin seratus persen dia menyadari tingkah aneh dariku. Kesan pertama yang sangat memalukan.
"Kamu tinggal di sekitaran sini?" Dia bertanya kembali, sampai mematikan ponselnya dan memutuskan untuk duduk memperhatikan diriku. Aku mencoba untuk tetap bersikap tenang di depannya, agar tidak menimbulkan kesan tak menyenangkan.
"Tidak," ujarku. "Tempat tinggalku 20 menit dari sini."
Dia mengangguk paham, lalu memberikan senyuman untukku. Aku baru sadar ternyata ketika dia tersenyum wajahnya akan bertambah semakin manis. Wajahnya itu tipikal wajah yang tak bosan untuk dipandang. Membuat siapapun akan dibuat terhanyut dalam pesonanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Pertama Louisa [PROSES TERBIT]
Teen FictionLouisa tak pernah menyangka jika cinta pertamanya akan menggoreskan luka di dalam hatinya. Dia selalu berpikir bahwa perasaan cinta adalah anugrah terindah, tapi kenyataannya cinta tak lebih dari sekedar omong kosong. Kehidupan Louisa awalnya baik-b...