Ketika pintu rumah terbuka, aku langsung mendapati suasana yang tidak menyenangkan. Di sana aku melihat ibuku tengah menangis tersedu-sedu di dalam rangkulan Kak Kenta yang masih berseragam sekolah. Saat aku menoleh ke sisi sofa yang lainnya, aku tertegun ketika menyaksikan ayahku tengah mendudukkan diri bersama wanita asing di sana.
"Ayah?" ucapku terkejut. "Ayah ke mana saja?"
Namun sebelum aku diberi kesempatan untuk mendengarkan jawaban dari ayahku, aku langsung dikejutkan oleh panggilan Kak Kenta. Dia menatapku dengan wajah tak menyenangkan.
"Lou. Ke kamar sekarang!" perintahnya.
"Kenapa?" tanyaku.
"Tidak usah banyak bertanya, ini urusan orang dewasa. Sekarang pergi ke kamar!" ujarnya sedikit tegas.
Aku membuang napas sebal, "Iya..."
Dengan perasaan tak terima, aku pun melangkahkan kakiku menuju anak tangga agar sampai ke kamarku. Sesekali aku menoleh ke belakang, namun sialnya mereka masih mengintaiku dari sana, membuatku harus terus melangkah maju dan memastikan jika aku telah pergi menjauh. Tapi, aku tidak akan pergi begitu saja. Aku bukan anak kecil. Aku ingin mengetahui permasalahan apa yang tengah terjadi saat ini. Dan tentunya aku ingin mengetahui siapa wanita yang dibawa oleh ayahku itu.
Setelah tiba di ujung tangga, aku pun menghentikan langkahku dan menempelkan diri di tembok untuk bersembunyi. Aku langsung memasang telinga dengan sigap agar dapat mendengarkan percakapan yang sedang mereka obrolkan. Walau dengan samar-samar aku harus fokus.
"Ternyata kamu belum menandatangani surat cerai kita?" ucap ayahku.
"Belum, aku tidak sanggup berpisah denganmu, mas." Aku mendengar ucapan ibu terisak tangis.
"Ayolah Melissa. Kamu harus segera menandatangani surat itu. Aku harus segera menikahi Helena, dia sedang mengandung anakku saat ini."
Aku terbelalak dengan mulut terbuka ketika mendengarnya. Sungguh bejat. Tega-teganya dia menyelingkuhi ibuku sampai menghamili wanita lain. Apakah dia tidak sadar bahwa dirinya sudah tua dan bukan anak muda lagi? Dan untuk wanita jalang itu, seharusnya dia sadar kalau ayahku memiliki istri dan anak.
"Aku tidak bisa," ujar ibuku masih menangis.
"Jangan buat aku emosi, Mel. Tanda tangan atau Louisa ikut denganku dan Helena." Perkataan itu sukses membuatku tercengang hingga terdiam sekian detik. Aku tidak ingin hidup di dalam rumah yang sama bersama pengkhianat dan pelacur.
"TIDAK!" Sontak semuanya menoleh ke arahku ketika aku berteriak secara tiba-tiba di atas tangga.
"Tidak! Aku tidak sudi satu rumah bersama pengkhianat seperti kamu dan pelacur seperti dia!" Aku berkata seraya menunjuk ayahku dan Helena secara bergantian.
"LOUISA!" Ayahku berteriak dengan wajah memerah. "Jaga ucapanmu, jangan kurang ajar sama ayahmu!"
"Ayah? Kamu bukan ayahku! Ayahku bukan pengkhianat sepertimu, ayahku tidak membuat ibuku menangis. Lebih baik aku tidak mempunyai seorang ayah, daripada harus memiliki ayah pengkhianat dan pembohong." Seraya berjalan menuruni anak tangga aku berucap.
Laki-laki itu terdiam, dia melihat Helena di sana yang terus menunduk. Untuk apa dia menunduk? Bukannya seorang pelacur tidak memiliki rasa malu?
"Louisa, Kakak bilang pergi ke kamar. Kenapa kamu tidak mendengarkan?" ucap Kak Kenta nampak sedikit kesal.
Aku menoleh ke arah Kak Kenta, "Aku bukan anak kecil kak. Aku juga berhak tau dengan apa yang terjadi."
"Seharusnya kamu mendengarkan Kakakmu, Louisa." Ibuku berkata seraya melihatku dengan wajah penuh air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Pertama Louisa [PROSES TERBIT]
Ficção AdolescenteLouisa tak pernah menyangka jika cinta pertamanya akan menggoreskan luka di dalam hatinya. Dia selalu berpikir bahwa perasaan cinta adalah anugrah terindah, tapi kenyataannya cinta tak lebih dari sekedar omong kosong. Kehidupan Louisa awalnya baik-b...