CHAPTER 20

48 18 2
                                    

Pergi dan menghilang, kini sudah menjadi kebiasaan buruk manusia. Mereka yang pergi tak pernah menyadari, jika kepergiannya telah menciptakan goresan luka di dalam hati seseorang yang dia tinggalkan. Mereka yang pergi dapat menjalankan kehidupannya dengan tenang dan mudah, tanpa merasa bersalah sedikitpun. Sedangkan mereka yang ditinggalkan, harus berusaha mati-matian agar tetap hidup dan waras ketika menjalankan sisa kehidupannya, yang menurut mereka telah hancur lebur.

Dalam kamar bernuansa soft pink, aku bersembunyi di bawah selimut sembari membasahi bantal dan kasurku dengan air mata. Aku tidak tau bagaimana caranya untuk menghentikan air mataku yang terus keluar. Setiap kali aku melamun atau berusaha untuk tertidur, percikan kenangan mesra bersamanya tiba-tiba terputar di kepalaku. Aku tidak tau harus melakukan apalagi supaya wajahnya hilang dari pandanganku.

Sudah tiga bulan sejak Raynald memutuskan aku, aku masih saja memikirkan, merindukan dan menangisinya setiap hari tanpa henti. Aku kira semua ini akan mudah untuk dilewati, tapi kenyataannya aku selalu ingin menyerah setiap detik.

Tok..tok...tok

"Louisa....!!!"

Kak Kenta, dia selalu mengetuk pintu kamarku sebanyak lima kali dalam sehari untuk memastikan jika aku baik-baik saja. Maksud dari baik-baik saja adalah Kak Kenta meyakinkan jika aku tidak bunuh diri dalam situasi sekarang ini.

"Louisa... Buka....!"

Dengan malas dan wajah menggerutu, aku pun bangun dari tidurku, lantas menginjakkan kaki di atas marmer yang masih terasa begitu dingin. Setelah itu, aku mengangkat tubuhku menggunakan tenaga yang masih aku miliki. Kakiku secara perlahan melangkah menuju pintu, lalu membukanya.

"Hm...." Kedua mataku yang membengkak dan merah, melihat wujud kak Kenta sedang berdiri di depan pintu dengan outfit-nya hari ini.

Kak Kenta menghela napas lalu membuangnya secara kasar saat melihat penampilanku yang mengkhawatirkan, "Lihatlah dirimu! Masih menangisi laki-laki brengsek itu. Harusnya kamu bersyukur karena Tuhan sudah menjauhkan kamu sama dia, bukannya berlarut-larut menangis seperti ini. Apa untungnya menangisi dia, hah?"

"Kenapa sih Kakak gak pernah ngertiin aku. Kakak mana tau gimana rasanya ditinggalin sama orang yang kita cintai." Dalam suara serak aku berucap.

"Tentu saja tidak! Kakak tak pernah sebodoh ini ketika mencintai seseorang. Jangan cuma hati yang dipake, tapi otak juga harus berperan," kata Kak Kenta seraya menunjuk pelipisnya. "Dan ini salah satu contoh orang yang menggunakan seluruh hatinya ketika mencintai, jadinya terlalu bodoh."

Aku mengerucutkan bibirku kesal, "Kakak ini apaan sih, bukannya semangatin Adiknya, malah ngata-ngatain bodoh."

Kak Kenta membuang napas, lalu merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel dari sana, "Liat nih! Supaya kamu diberi kesadaran secepatnya."

Aku mengangkat wajahku mengarah ponsel Kak Kenta, berusaha untuk mengintip apa yang ingin dia tunjukkan padaku. Selang beberapa detik kemudian, dia membalikkan layar ponselnya dan memperlihatkan satu foto yang diunggah di salah satu akun Instagram.

"Liat pakai mata!"

Dengan pandangan buram, aku memicingkan kedua mataku agar dapat melihat jelas. Dalam hitungan detik, mataku membeliak lalu mencuri ponsel Kak Kenta dari tangannya. Setelah itu aku mengamati dengan seksama foto tersebut.

Aku mengalihkan pandanganku ke Kak Kenta dengan wajah terperangah, "Apakah ini..?"

"Ya. Laki-laki yang kamu bela-belain itu sudah memiliki pacar baru," kata Kak Kenta sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Dia aja udah bisa haha hihi sama perempuan lain, masa kamu mau terus-menerus nangisin dia? Apa gak malu?"

Cinta Pertama Louisa [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang