CHAPTER 24

36 14 0
                                    

Aku berjalan tergesa-gesa. Suara high heels yang beradu dengan marmer terdengar mewah mengisi ruangan. Seluruh penghuni di sana langsung mengalihkan pandangannya kepadaku, saat menyadari kepanikan yang tengah aku rasakan.

Aku berbelok, memasuki sebuah ruangan. Kedua mataku langsung terpasang tajam mengarah seorang lelaki yang tengah sibuk dengan kameranya.

"Jeremy!"

Lelaki yang dipanggil pun langsung menoleh dan terkesiap ketika menyaksikan wajahku yang siap untuk menerkam dirinya.

"Nona Louisa?" Dia bertanya dengan ketakutan.

Seluruh model yang sedang berpose di depan sana pun langsung menatap kita berdua dengan kebingungan.

Aku menghentikan langkah kakiku tepat di hadapan Jeremy. Kedua tanganku tersimpan di pinggang, "Apa yang kamu lakukan, huh? Kamu pikir nomor ponselku untuk umum?"

Jeremy memundurkan langkah kakinya dengan raut panik. Dia gelagapan, tak mampu untuk menjawab pertanyaan dariku sebelumnya.

"Aku benar-benar tidak mengerti apa maksudmu," ungkapnya semakin panik.

Aku memicingkan mataku, menatap Jeremy sekian detik. "Kamu adalah pembohong yang sangat buruk, Jem! Kamu pikir aku tidak tau?"

"Oke oke!" Jeremy mengangkat kedua tangannya pasrah. "Dia memaksa ku! Kalo aku tidak memberikan nomor ponselmu, dia mengancamku."

Kemudian aku melipat kedua tanganku di depan dada, "Apa maksudmu dia akan mengancammu?"

"Iya....Kalau aku tidak memberikan nomor ponsel kamu kepada dia, aku akan dipecat!" tutur Jeremy.

"Lalu kenapa kamu harus takut? Dia bukan siapa-siapa."

Jeremy melototkan matanya, "Bukan siapa-siapa? Hey....Aku tau ya sekarang, dia adalah anak bungsu dari pasangan Morelly. Dan kalau dia sampai melaporkan aku ke bos, aku akan dipecat! Kekuatan keluarga Morelly sangat besar, asal kamu tau!"

Mendengar itu, aku langsung termenung. Ucapan dari Jeremy memang benar. Keluarga Morelly sangat dipandang tinggi oleh seluruh masyarakat. Apapun yang diperintahkan, harus segera dilaksanakan.

Lalu aku menurunkan kedua tanganku, "Setidaknya kamu harus meminta ijin padaku, Jem! Jangan asal memberikan nomor ponsel kepada orang lain. Itu privasiku." Aku berkata sudah sedikit tenang.

Jeremy membuang napas penuh dengan penyesalan, "Aku tau. Saat itu aku sangat panik, jadinya tidak berpikir panjang. Aku minta maaf nona Louisa. Aku berjanji untuk kedepannya, aku tidak akan melakukan hal itu lagi."

"Tidak." Aku menggelengkan kepala. "Kumohon jangan mengucapkan janji, Jeremy! Aku tidak menyukainya. Cukup lakukan saja apa yang menurutmu benar." Aku tersenyum simpul.

"Kalau begitu, aku akan berpikir dahulu sebelum melakukan sesuatu."

"Ya. Itu lebih baik."

Aku memaafkan Jeremy. Dia tidak salah sama sekali dalam situasi sekarang ini, dia hanya takut akan ancaman yang dibuat oleh Raynald. Laki-laki itu memang sangat ambisius dalam hal apa pun. Dia harus memiliki apa yang diinginkannya, dan jika hal itu belum dimilikinya, maka perjuangannya belum selesai sampai di sini.

Sebenarnya aku ingin berkomunikasi kembali dengan Raynald. Tapi setelah mengingat bagaimana sakit dan menderitanya aku dulu, membuatku enggan untuk berhubungan lagi dengannya. Aku tidak ingin kebahagiaan yang sudah aku dapatkan dengan kerja keras ini, harus kembali merasakan kekecewaan.

Aku sudah sembuh dan aku tak akan menanam kembali penyakit dalam hatiku.

Harga diriku harus lebih kuat daripada perasaanku. Ini semua tentangku, aku adalah pemeran utama dalam hidupku. Tidak akan kubiarkan orang lain mengatur-atur bagaimana alur kehidupanku.

Cinta Pertama Louisa [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang