Aku berdiri, menatap makam ibuku yang sudah bertaburan bunga-bunga dengan pandangan yang kosong. Kedua mataku tak berhenti mengeluarkan air mata sejak kejadian itu. Hidupku telah hancur. Aku tidak tau harus bagaimana, dan aku tidak tau harus berbuat apa setelah ibuku pergi untuk selamanya.
"Louisa." Claire memegang pundakku "Langit sudah mendung. Ayo kita pulang!"
Aku termenung, tak menjawab perkataan dari Claire. Aku masih setia mematung seraya menatap ibuku yang sudah terkubur dalam tanah.
"Kumohon, Lou. Ayo kita pulang. Nanti kamu kehujanan."
Lalu aku menoleh ke arah Claire dengan mata yang sudah membengkak, "Apakah kamu melihat Raynald?"
Claire menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
Dadaku kembali sesak. Aku tak pernah menyangka, jika laki-laki yang kucintai ternyata tidak memperdulikan bagaimana hancurnya aku saat ini. Semua perkataan manis yang pernah diucapkan tidak lebih dari sekedar omong kosong saja. Laki-laki itu tidak mampu melaksanakan apa yang telah diucapkan. Aku membencinya, dan hal yang membuatku semakin benci ialah aku masih mencintainya.
Aku menangis bersamaan dengan air hujan yang langsung mengguyur deras, seakan tau bagaimana perasaanku saat ini. Aku menjatuhkan diri ke tanah dan memeluk makam ibuku. Hatiku hancur dan remuk. Aku tidak mampu menjalankan sisa hidupku tanpa seorang ibu.
Claire di sana semakin khawatir, dia merangkulku untuk bangkit dari makam ibuku. Sebagai sahabat ia tahu betul bagaimana perasaan aku saat ini, ditinggalkan oleh seorang ibu dan laki-laki yang dicintainya. Claire tau ini semua tidak akan mudah bagiku, tapi Claire berjanji, dia akan menemaniku dalam kondisi seperti ini. Segala kesalahan yang telah diperbuat olehku kepadanya telah dimaafkan dengan lapang dada.
"Lou....Hujannya semakin deras, ayo pulang! Nanti kamu sakit." Claire berteriak mengimbangi suara hujan yang sangat kencang.
"Lebih baik aku sakit, agar bisa menyusul ibu ke sana. Aku gak sanggup, Claire. Aku menyerah." Aku berkata dalam suara Isak tangis. Semua air mata yang mengalir kini telah menyatu dengan air hujan yang membasahi wajahku.
"Jangan bicara seperti itu, Louisa. Kamu harus kuat." ucap Claire.
"Aku gak punya siapa-siapa lagi Claire. Aku sendirian."
"Kamu punya aku, okay? Kamu punya Kak Kenta, yang sayang banget sama kamu. Dia rela jagain dan lindungi kamu. Jangan pernah berpikir kalau kamu tidak punya siapa-siapa. Kamu tidak pernah sendirian, Louisa. Kamu selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sayang sama kamu." Claire berujar seraya memandangku dengan khawatir.
"Kalau mereka memang sayang, lantas kenapa mereka pergi? Kenapa mereka ninggalin aku! Kenapa?" Aku semakin menyelami perasaan sesakku. Aku menempelkan setengah wajahku di atas tanah basah milik ibu dengan tanganku yang melingkar. Aku tidak mampu untuk berhenti menangis, walau kini mataku sudah membengkak dan memerah.
"Aku gak ninggalin kamu! Aku di sini! Aku akan selalu ada di sini, dan aku gak akan pernah ninggalin kamu, okay?" Claire berkata seraya mengelus pundakku yang terus tersedu-sedu menangis. "Sekarang pulang ya?"
Aku melepaskan diri dari makam ibu, kini aku menatap Claire dengan wajah yang sudah berantakan. "Maafkan aku. Hanya karena aku ingin dicintai seseorang, aku membuat begitu banyak kesalahan."
"Sudahlah. Lupakan kejadian itu, sekarang kita pulang ya." Claire berkata.
Aku tersenyum lalu mengangguk. Kemudian aku berdiri dan Claire membantuku. Namun sebelum kita pergi dari sini, aku menoleh ke arah makam Ibuku sejenak, lantas memberikan senyuman terindah untuknya. Setelah itu, kami berdua pun beranjak meninggalkan tempat peristirahatan terakhir Ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Pertama Louisa [PROSES TERBIT]
Teen FictionLouisa tak pernah menyangka jika cinta pertamanya akan menggoreskan luka di dalam hatinya. Dia selalu berpikir bahwa perasaan cinta adalah anugrah terindah, tapi kenyataannya cinta tak lebih dari sekedar omong kosong. Kehidupan Louisa awalnya baik-b...