Eternal Winter

163 16 1
                                    

Nouri melihat ke belakang, di mana hutan berwarna oranye kemerahan terbentang luas, menandakan bahwa hutan itu masih masuk bagian wilayah Autumnleaf. Lalu kepalanya kembali melihat ke hadapannya. Salju menyelimuti segalanya, tampak putih, seperti sebuah kanvas yang kosong melompong.

Hari masih pagi, namun matahari tak mampu melelehkan es yang berada di wilayah Winterwoods.

"Kenakan baju tebalmu dengan benar." Lorien menarik Nouri untuk menghadapnya, mengeratkan tali di sekitar lehernya agar seluruh bulu hewan itu dapat menutup tubuhnya. "Jangan kedinginan." Entah ke siapa Lorien mengatakan itu, pasalnya Nouri tidak mungkin bisa mengatur tubuhnya untuk tidak kedinginan. Itu bukanlah dalam kuasa Nouri.

Namun pria itu hanya diam dan mengangguk sebagai balasan sebelum menyerahkan tangannya untuk digenggam Lorien, dan akhirnya keduanya mulai berjalan. Sedikit sulit akibat salju yang tebal, membuat langkah mereka tidak secepat biasanya.

Waktu mereka tidak banyak. Hanya hingga siang hari mereka sudah harus sampai pada Life River, sebelum matahari berada tepat di atas kepala. Sehingga keduanya tidak banyak berbincang, tidak beristirahat sedikitpun. Jika masih kuat, maka langkah tak boleh terhenti.

Keadaan Nouri dengan jelas tampak semakin memburuk tiap menitnya. Kulit yang biasanya pucat kini benar-benar hampir tampak tak berwarna. Bibirnya yang biasa merah terlihat hampir membiru. Namun ketika Lorien bertanya, Nouri bilang dia tidak merasakan apa-apa. Dia tidak berbohong. Memang benar, Nouri belum merasakan apapun saat ini. Tapi Lorien yang melihat kondisinya tentu saja tidak dapat menyembunyikan kepanikan.

Masa ramuannya hampir habis. Lorien tidak ingin mengambil risiko. "Nouri." Panggilnya menghentikan langkah keduanya. "Naik ke pundakku."

Nouri mengernyit, "Untuk apa? Aku masih sanggup jalan."

"Kita sudah hampir sampai. Kau harus menyimpan tenagamu sebanyak mungkin. Naik." Nadanya terdengar tak terbantahkan, maka Nouri menyerah.

Dia melihat Lorien berjongkok di hadapannya, maka Nouri lingkarkan lengannya pada sekitar leher Lorien dan menaikkan kakinya, yang mana langsung ditangkap oleh pria yang menggendongnya.

Seketika kehangatan menyelimuti keduanya. Nouri tidak menyesal telah menerima tawaran ini. Kepalanya ia istirahatkan di perpotongan pundak kanan Lorien. Napas Nouri terasa hangat di sana. Langkah Lorien terlihat perlahan namun pasti. Terus melangkah hingga pada akhirnya ia berhenti.

Nouri mengangkat kepalanya, melihat sebuah gua di hadapan mereka. "Life River." Bisiknya, yang dengan jelas dapat didengar oleh Lorien dari jarak mereka yang sedekat itu.

"Sedikit lagi. Sungainya berada di dalam sana."

Keduanya memasuki gua gelap itu tanpa rasa takut. Mungkin ada kegugupan, sedikit. Tetapi ketika mereka melangkah masuk, keduanya dapat melihat secercah cahaya di ujung sana. Dengan yakin mereka mengetahui bahwa itulah ujung yang akan mengarahkan mereka langsung kepada Life River.

Ketika mereka sampai, keduanya lagi-lagi disambut oleh salju tebal. Menyelimuti pohon yang mengelilingi ruang terbuka itu, bagaikan sebuah dinding yang melindungi Life River dari seluruh peradaban.

Dan di tengahnya, disanalah Life River berada.

Dibandingkan sungai, Life River telihat lebih layak disebut sebagai danau atau kolam. Bantuknya tidak bulat sempurna, ada beberapa lekukan di sana, dan airnya sepenuhnya tertutup oleh es.

Hening.

Tidak ada sedikitpun suara, tidak pula ada pergerakan.

Rasanya seperti waktu terhenti.

Satu-satunya pergerakan yang berada di sana hanya berasal dari Lorien dan Nouri. Mereka seakan menjadi sebuah anomali di sana, mengganggu keabadian, kesunyian, dan keheningan Life River.

High FaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang