Solara

278 38 0
                                    


"Lorien, sudah waktunya." Nouri berbicara dari singgasananya setelah ruangan kembali hening setelah jeritan memekakkan menggema di dalamnya beberapa saat yang lalu.

"Solara?"

"Kau mengingat namanya." Nouri tersenyum tipis, sangat tipis sehingga tak seorang pun dapat mengetahui bahwa ia sedang tersenyum kecuali Ambrose, yang telah hidup bersama Nouri sejak dia dilahirkan.

"Tentu aku mengingatnya! Aku tidak sabar." Lorien bergerak menghentakkan kakinya bergantian akibat darahnya yang berdesir dan adrenalin yang meningkat. Dia benar-benar tidak sabar untuk melihat matahari setelah tiga bulan lamanya berada di bawah sinar rembulan.

"Ayo, kita ke depan."

Lorien tidak tahu ke mana 'depan' yang dimaksud dengan Nouri, namun dia hanya mengikuti jejaknya, beriringan dengan Ambrose di sebelahnya.

Lorien melirik ke kanan. Apakah Ambrose akan ikut bersama mereka?

Ambrose menyadari tatapan tidak suka Lorien. Dia menolehkan kepalanya pada pria itu lalu memutar bola matanya. Ambrose percepat langkahnya, mendahului Nouri untuk membukakan pintu. "Tuan, saya akan melihat-lihat daerah pemukiman dan pasar. Akan kembali setelah matahari terbenam."

Nouri mengangguk, "Titipkan salamku kepada Julia dan dua putri mu." Nouri tahu bahwa Ambrose akan pulang mengunjungi keluarganya.

"Tentu, Tuan." Ambrose tersenyum lembut lalu mengubah diri menjadi wujud gagaknya dan terbang pergi dari istana.

"Ambrose punya keluarga?"

Nouri dan Lorien kini melangkah bersama, menuju bagian tengah lantai dimana terdapat ruangan kosong yang berisi beberapa pilar dan beratap kaca berada. Tempat yang langsung ditemukan setelah menaiki anak tangga dari bawah. Tempat yang sama dengan yang selalu Lorien kagumi setiap dia menginjakkan kaki pada lantai tersebut.

Nouri mengangguk untuk menjawab pertanyaan Lorien, "Iya, dua putrinya masih kecil. Dia baru menikah beberapa tahun yang lalu."

Beberapa tahun singkat bagi Nouri dan Lorien terhitung sebagai seratus tahun, tentu saja.

"Kita ke mana?" Lorien hampir berbelok ke kiri untuk menuruni anak tangga ketika ia melihat Lorien berjalan ke kanan. Bergegas mengejar langkah Nouri yang hampir meninggalkannya.

"Balkon."

Lorien membentuk huruf O dengan mulutnya tanpa suara, sembari mengangguk-angguk polos. Matanya terus memperhatikan Nouri ketika pria itu memutar tuas pintu dengan material yang hampir seluruhnya terbuat dari kaca, membuat pintu itu tidak menutupi apapun yang dapat terlihat di luar sana.

"Mataharinya sudah mulai terlihat." Nouri menyandarkan tubuh bagian depannya ke railing balkon yang terbuat dari batu berwarna abu kehitaman. Sedangkan Lorien menundukkan tubuh tingginya dan menumpu seluruh badannya dengan lengan dan siku yang bertengger di atas bebatuan itu.

Lorien memperhatikan suasana langit Nightfall. Bahkan bulan sudah tidak terlihat, pemandangan yang langka, baru pertama kali ia lihat selama tiga bulan tinggal di sana. Ia rasakan angin Nightfall yang selalu dingin menerpa wajahnya. Menyisir rambut cokelat kehitamannya ke belakang.

Lalu ia mendengar suara hiruk pikuk Nightfall, ini juga sebuah kejadian langka.

Di benak Lorien, Nightfall selalu hening. Tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa Nightfall juga bisa terlihat... sibuk.

"Baru kali ini aku melihat Nightfall sesibuk ini." Akhirnya dia mengomentari setelah keheningan yang menyelimuti mereka terasa terlalu lama. Tentu saja, mana mungkin pria itu tahan berada di diamnya suasana ketika sedang bersama orang lain di sisinya. Lorien menatap para Fae yang terlihat kecil dari atas istana, sibuk ke sana kemari melakukan banyak hal. "Kota ini terlihat..., hidup." Itulah yang ia lihat.

High FaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang