Too Late?

154 19 1
                                    

Nouri tiba pada istana Daylight dalam waktu yang sangat singkat, dengan kedua sayapnya, dengan wajah tanpa ekspresinya.

Dia terduduk di balkon terdepan dan terbesar istana, di bawah terpaan matahari siang menjelang sore, dengan Lorien terkulai lemas di dalam dekapannya. Duduknya bersimpuh, tangannya memegang Lorien erat, merapatkan tubuh dingin itu pada dadanya, dengan harapan bisa menghangatkan Lorien.

Aweena sudah berada di sana, seakan telah mengetahui dan menunggu kedatangan Nouri, telah siap akan semua yang akan terjadi. Ketika ia melihat Nouri sampai pada balkonnya, dengan tergesa ia buka pintu kaca itu dan berlari menghampiri. Hendak mengambil Lorien dari dekapan sang penguasa Nightfall, namun usahanya tertahan oleh pria itu.

"Aweena." Suara Nouri terdengar dingin, bukan suatu hal yang tidak biasa, namun kali ini suara itu terdengar jauh lebih menyeramkan. Seakan bisa menyayat kulit. Aweena meringis mendengarnya. "Ini." Nouri mengambil seluruh bahan yang telah ia bawa. "Ambil sisa bahan penawarnya. Tolong Lorien."

Aweena terdiam menatap tangan Nouri yang terjulur, lalu dia kembali menghadap Nouri yang sama sekali tidak melihatnya, "Nouri, tapi-"

"BUAT PENAWARNYA!"

Aweena terdiam setelah mendengar teriakan frustasi dan putus asa itu, ketika mata yang tadinya tidak lepas dari wajah Lorien kini menatapnya tajam. Nouri tidak ingin mendengar penolakan, Aweena tahu akan hal itu.

Wanita itu diam, berdiri perlahan, tidak melepaskan pandangannya dari Nouri. Tatapannya tampak iba. "Nouri..."

Mendengar itu, Nouri semakin jatuh dalam duduknya. Tubuhnya terasa lemas walau ia dapat merasakan kekuatannya telah kembali mengalir dalam darahnya. Tidak ada artinya. Seluruh tenaganya tidak ada artinya ketika ia mendengar suara lirih dan putus asa milik Aweena memanggilnya barusan.

Lorien... Apakah sudah terlambat?

Rambut cokelat itu Nouri usap, dia belai selembut mungkin. Wajahnya yang tampak pucat masih terlihat indah di matanya. Lorien yang selalu tampak begitu hidup kini terlihat... kosong.

Dia tampak sedang tertidur di pangkuan Nouri. Tak henti tangan itu membelai sisi wajah dan rambutnya dengan penuh kasih sayang. "Aku tahu..." Ucapnya kini setelah berhasil turun dari amarah. "Aku tahu detak jantungnya sudah menghilang sejak dia berada di dalam dekapanku. Di atas langit Nightfall." Ucapannya begitu pilu, menyayat hati semua orang yang mendengarnya. "Namun pasti ada cara..." Runtuh sudah pertahanannya. Kini Nouri menangis, tidak lagi bisa menahan bendungan itu, membiarkan Aweena dan beberapa penjaga di sana menyaksikan keterpurukannya.

Tetapi Aweena seakan baru menyadari satu hal. "Sebenar, Nouri." Dia kembali berjalan mendekat. "Kau bisa mendengar detak jantungnya?"

Nouri menggeleng. "Sekarang sudah tidak ada." Ucapnya di sela isakan. "Detakannya sudah tidak ada, Aweena. Aku tidak dapat mendengarnya lagi... Rasanya-" Dia tersandung dalam ucapannya sendiri ketika napas tak teraturnya menghalangi udara untuk keluar dari mulutnya. Dengan susah payah ia melanjutkan, "Rasanya jantungku ikut mati bersamanya..." Suaranya sangat kecil, serak, lirih. Ia tundukkan kepalanya ke atas dada Lorien dalam posisi menyamping, agar telinganya terletak tepat di atas jantung itu. Berusaha mendengarkan sedikitpun detakan, namun tidak berbuah hasil. Suara degup itu tetap tidak terdengar.

Sungguh ironis. Biasanya Nouri menggerutu untuk menyuruh detakan itu diam ketika rasanya terlalu ribut, kini ia memohon agar jantung Lorien terus memompa darah, terus bekerja, terus hidup.

Aweena menyaksikan seluruh adegan di hadapannya, sebelum berucap pada diri sendiri, "Aku tak pernah membaca hal ini dalam ramalanku..." Suaranya tidak lebih dari bisikan, Nouri sendiri tidak dapat mendengarnya, masih sibuk dengan isak tangis.

High FaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang