18

1.9K 118 0
                                    

Happy reading





Sudah tiga hari sejak Mahen mengetahui jiwa Yana. Dan sekarang Mahen tengah menemani Yana menuju 'Mutiara Hospital' untuk cek up tentang kesehatan nya.

"Udah siap?"tanya mahen pada Yana yang tengah mengelus black nama kucing berbulu hitam.

"Udah "jawab Yana meletakkan black ke atas sofa. Kemudian menyusul mahen yang tengah berjalan menuju pintu apartemen.

Di basement apartemen, mahen tengah memasang kan helm pada kepala Yana, setelah selesai mahen mengangkat tubuh Yana untuk naik ke atas jok belakang motor nya. Kemudian ia menyusul naik ke atas motor nya dan mulai menjalankan nya menuju tempat tujuan.

Menempuh 15 menit motor yang dikendarai mahen berhenti di parkiran 'Mutiara Hospital'. Setelah melihat yana sudah turun dari motor nya dan melepas helm nya. Mahen juga melakukan hal yang sama.

"Jangan gugup"ucap mahen melihat gelagat Yana yang aneh, mungkin ia merasa gugup. Tapi, tembakkan nya memang benar sih.

"Iya"ucap Yana menanggapi. Kemudian berjalan bersama-sama masuk kedalam 'Mutiara Hospital'.

"Selamat pagi dokter"sapa mahen setelah masuk kedalam ruangan dokter Lavina.

""Pagi juga"sapa balik dokter Lavina, kemudian melirik kearah Yana yang tengah menatap nya tanpa ekspresi.

"Pagi Yana"sapa dokter Lavina pada Yana.

"Pagi dok"sapa balik Yana pada dokter Lavina.

"Baik lah kita mulai saja ya"ucap dokter Lavina melirik kearah mahen.

"Seperti biasa"ucap mahen cengengesan dan langsung duduk di sofa yang tersedia disana dengan jarak tidak terlalu jauh.

"Huh anak itu"gumam dokter Lavina menggeleng pelan kepala nya karena tingkah mahen. Sebenarnya Yana yang meminta mahen untuk tidak keluar dari ruangan itu, makanya sekarang Mahen tengah duduk santai di sofa sambil tersenyum kearah keduanya.

Dokter Lavina mengalihkan pandangan pada mahen, kemudian menatap Yana yang duduk di depan nya.

"Ada sedikit perubahan tapi tidak terlalu banyak dan syukur lah kamu sudah jarang melakukan Self Harm"ucap dokter Lavina memeriksa pergelangan tangan Yana yang sudah mengering dari luka nya.

"Yana seperti nya kamu tengah memendam sesuatu yang besar ya"ucap dokter Lavina menatap manik mata Yana yang kosong.

Yana hanya diam tidak merespon ucapan dokter Lavina. Kemudian Yana menatap dokter Lavina dengan perasaan aneh. Perasaan seperti dimengerti, didengarkan, diperhatikan selayaknya seorang dokter melayani pasiennya.

"Ini kah rasa nya menjadi pasien? "batin Yana.

"Ada apa? Kenapa kamu menatap ku seperti itu?"tanya dokter Lavina salah tingkah.

"Dokter baik"ucap Yana tersenyum tipis amat amat tipis, mungkin jika tidak diperhatikan dokter Lavina tidak akan tau bahwa Yana baru saja tersenyum.

"Aduh manis nya"ucap dokter Lavina mencubit gemes pipi Yana.

"Dokter jangan pegang-pegang!"ucap mahen dari sofa dengan ekspresi kesal.

"Jangan mengganggu kamu!"ucap dokter Lavina menatap mahen dengan tajam. Mahen yang melihat itu merengut kesal dan memalingkan wajah nya kearah lain.

"Jadi apa yang kamu pendam Yana?"tanya dokter Lavina menatap kembali ke arah Yana.

"Tidak ada"jawab Yana datar.

"Baik lah. Seperti nya kamu belum sepenuhnya percaya dengan ku ya"ucap dokter Lavina menghela nafas sejenak. Kemudian menatap manik mata Yana yang hitam pekat.

Yana terdiam menunduk kan kepala nya, ia merasa bersalah dengan dokter Lavina.

Dokter Lavina yang melihat wajah bersalah Yana memeluk hangat tubuh Yana. "Tidak apa-apa. Masih banyak waktu untuk kamu percaya dengan ku"ucap dokter Lavina mengelus pelan bahu Yana.

Yana membalas pelukan itu dengan senyum tipis di bibir nya.

Waktu berlalu begitu cepat dan sekarang Mahen dan Yana tengah berpamitan pada dokter Lavina untuk pulang.

"Hati-hati dijalan"ucap dokter di ambang pintu ruangan nya.

"Iya jangan khawatir"ucap mahen melambaikan tangan nya kearah dokter Lavina yang memasang wajah datar ke arah mahen. Mahen yang melihat itu hanya terkekeh, kemudian berjalan menyusul Yana yang jauh beberapa langkah dari nya.

Sedang kan dokter Lavina tersenyum tipis menatap punggung mereka yang mulia hilang. "Sekarang ada seseorang yang harus dia jaga kak"batin dokter Lavina. Kemudian masuk kedalam ruangan nya.

|||||

Mansion Darkara.

"Sayang akhirnya kamu pulang juga"ucap bunda Wilda saat Yana memasuki mansion bersama mahen.

Wilda memeluk tubuh Yana dengan lembut penuh kerinduan.

"Betah banget kamu sama Mahen"ucap Wilda menatap sinis mahen yang tersenyum geli.

"Duduk dulu sayang"ucap Wilda menarik Yana ke arah sofa ruang tamu.

"Kakak!"panggil Rexi dari arah tangga. Ia berlari kearah Yana dan memeluk nya.

"Lama banget kakak sama si curut itu"ucap Rexi menatap mahen sinis. Mahen yang mendapatkan perlakuan itu biasa saja. Karena mereka tau seberapa penting nya mahen di hidup Yana.

"Curut curut gini gue kakak ipar Lo bocah"ucap mahen yang duduk di sofa seberang.

"Cih kalo bukan karena ada kak Yana disini, udah gue tendang lo ke laut"ucap Rexi menatap jengkel dengan kepercayaan diri mahen.

"Oh my got adek gue yang gemes udah pulang"ucap Ferry di ambang pintu dengan pakaian olahraga. Ia berlari ke arah Yana dan hampir memeluk, jika tidak di tahan bunda nya.

"Bang badan kamu bau. Jangan peluk peluk"ucap Wilda menarik kerah baju belakang Ferry.

"Bentar aja Bun"ucap Ferry kembali ingin memeluk Yana. Tapi, ditarik lagi oleh bundanya.

"Oke oke aku mandi dulu. Dan lo tunggu pembalasan gue"ucap Ferry menyerah kemudian menunjuk mahen dengan rawut wajah kesal. Kemudian Ferry pergi dari sana menuju kamarnya.

"Gue senang lo di kelilingi kasih sayang di keluarga ini na"batin mahen menatap ke arah Yana yang tengah memeluk Rexi dan mengelus kepala Rexi.

"Mahen"panggil Wilda menatap serius kearah mahen.

Mahen menoleh saat Wilda memanggil nya. "Kenapa Bun?"tanya mahen. Oh ya Wilda sudah menyuruh nya untuk memanggil bunda sejak beberapa hari yang lalu.

"Bertunangan lah hen"ucap Wilda tiba-tiba, membuat mereka yang ada di sana terdiam.

"Mahen gak salah denger kan?"ucap mahen mengorek-ngorek kuping nya, takut salah dengar dengan ucapan Wilda.

"Sirius mahen"ucap Wilda menatap lekat mata mahen.

"Kenapa bunda ngomong gitu, apa mau ngejauhi mahen sama Yana?"ucap mahen tidak suka.

"Astaga kamu kok mikir nya gitu. Maksud bunda kamu tunangan nya sama Yana"ucap Wilda menjelaskan karena mendengar ucapan mahen yang tidak tau maksud nya.

Mahen terdiam, lalu menatap Yana yang juga menatap nya. "Gimana?"tanya mahen kearah Yana.

Yana terdiam untuk sesaat saat mendengar ucapan mahen. "Gak ada salah nya aku terima mahen. Karena hanya dia yang aku butuh kan selama ini"batin Yana. Kemudian ia menatap mahen dan mengangguk dengan senyum tipis di bibir nya.

"Oke Bun Yana udah setuju berarti aku juga setuju"ucap Mahen menatap Wilda dengan senyum tipis di bibir nya.












Jangan lupa tinggal kan jejak 😉

Bunga Yang Indah [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang