Dua Puluh Enam SCL

434 42 8
                                    

Senyum Olivia mengembang begitu dia tiba di kantor kakaknya, menatap bangunan tinggi di depannya dengan pandangan berbinar-binar di balik kaca matanya. Seakan dia sudah lama sekali tidak datang ke tempat itu.

Yeah, Olivia akui, dia memang sudah lama sekali tidak menginjakkan kakinya di sana kecuali untuk urusan yang penting. Itu pun jika kakaknya yang memintanya untuk datang. Dan semua itu bisa dihitung pakai jari. Karna dia sama sekali tidak tertarik untuk berada di tempat yang menurutnya sangat membosankan itu dalam kurun waktu yang lama. Dia akan merasa jenuh, pusing dan kesal jika berada di sana terlalu lama.

Olivia membenarkan letak kaca mata yang bertengger di hidungnya sebelum melangkah dengan dagu terangkat tinggi. Khas wanita kaya pada umumnya. Tampak angkuh, sombong juga percaya diri membuat beberapa orang yang kebetulan berada di lobi menatapnya.

Dia bahkan mengabaikan tatapan beberapa orang ke arahnya, ada yang terang-terangan tampak penasaran, terpesona, iri juga takut.

Ouh, Olivia jarang sekali menampakkan diri di tempat kekuasaan kakaknya itu. Dia lebih senang menghabiskan uang kakaknya ketimbang berada di sana. Jadi wajar-wajar saja jika banyak orang yang merasa penasaran akan kehadirannya. Terutama saat jam kantor seperti sekarang ini.

Sekarang bahkan belum masuk jam makan siang, dan dia sudah berada di sana karna sesuatu yang menurutnya penting.

Seorang pria berpakaian keamanan segera mendekati Olivia begitu dia tiba di dekat lift khusus para petinggi perusahaan.

Membungkuk sopan dan segera membuka lift di depannya. Mempersilahkannya untuk masuk setelah pintu lift terbuka.

"Tidak perlu mengantarku." Ujarnya. Membuat pria itu mengangguk dan menyerahkan sebuah kartu ke arahnya. Yang Olivia terima tanpa kata.

"Selamat siang, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?" Sapa seorang wanita yang membuat Olivia membuka kaca matanya. Kedua matanya seketika memicing, menatap wanita itu dari atas hingga bawah dengan pandangan menilai.

Cantik.

Satu kata itu mendadak mengusik Olivia. Terutama saat dia bisa menebak apa yang wanita itu lakukan atau statusnya di sana.

"Kau tahu siapa aku, kan?" Tanyanya. Lengkap dengan wajah angkuhnya. Tidak ingin mengakui jika wanita di depannya cukup membuatnya merasa kesal.

"Maaf?"

"Aku adalah istri Pedro!" Ujarnya penuh penekanan. Biar saja dia dikatakan sombomh atau semacamnya, tapi dia tidak suka saat tahu jika suaminya memiliki sekretaris yang cantik.

"Tuan Pedro tidak mengatakan jika- Nyonya-tunggu, Nyonya..."

Olivia segera berbalik, melangkah begitu saja ke arah pintu tanpa mendengarkan ucapan wanita yang kini dengan tergesa mengejar langkahnya yang terburu.

Membuka pintu kasar dan masuk begitu saja ke dalam ruangan itu, membuat seseorang yang sejak tadi menunduk kini mengangkat wajahnya. Olivia berhasil membuat wanita di belakangnya semakin terlihat panik.

"Sir, maaf. Saya-"

"Tidak masalah, Dessi. Kau bisa keluar sekarang." Ucap Pedro, menghentikan ucapan sekretarisnya yang tampak panik menjelaskan.

Sedang Olivia hanya diam mengawasi, melirik wanita yang sempat menunduk ke arahnya sebelum keluar dari ruangan itu. Lalu, pandangannya tertuju ke arah pria yang kini menumpuk kedua tangannya di atas meja. Menatapnya. Seakan bertanya lewat tatapan mata 'ada apa?' Yang sayangnya tidak tertarik Olivia jawab karna moodnya yang mendadak buruk.

"Aku datang cuman mau mengambil ponselku." Dia melangkah lebih dekat, berdiri tepat di depan meja dan menengadahkan tangannya. Tanpa tertarik berlama-lama untuk berada di ruangan itu lebih lama.

Pernikahan Semusim (Cintamu Seasam Lemon🍋) SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang