Tiga Puluh Tujuh SCL

273 37 0
                                    

Olivia melirik ponselnya yang selama beberapa hari ini ia matikan. Sejak kejadian malam itu lebih tepatnya. Juga kepergian Pedro yang mendadak. Dia tidak berharap pria itu akan meghubunginya atau mengiriminya pesan. Setidaknya, dia telah memaki pria itu habis-habisan. Tidak mungkin pria itu menghubunginya setelah Olivia memakinya berkali-kali, kan?

Mengepalkan tangannya era-erat, Olivia menyerah. Memilih menghidupkan ponselnya dan-benar saja. Pesan yang datang bertubi-tubi seketika datang. Membuat Olivia tanpa sadar kini menatap ponselnya tanpa berkedip. Bukan hanya pesan teks, pesan suara pun datang bertubi-tubi. Yang Olivia yakini jika mungkin pria itu telah menghubunginya berkali-kali hingga membuatnya menyerah dan mengiriminya pesan seperti sekarang ini.

Via, aku minta maaf. Aku benar-benar minta maaf karna mengecewakanmu. Tapi aku bisa jelaskan semuanya. Aku tahu aku salah karna tidak bisa menahan diri. Tapi aku mohon jangan marah.

Sial, Via aku tidak bisa menghubungimu. Aku harus pergi sekarang bersama Tuan Al.

Aku akan menghubungimu lagi nanti setelah tiba di hotel. Jangan marah. Aku akan menjelaskan semuanya. Aku janji.

Via.

Olivia.

Sayang.

Honey, nomormu tidak aktif? Apa kau benar-benar marah?

OLivia aku tidak bisa menghubungimu.

Ya Tuhan, aku bisa gila jika kau seperti ini. Honey, aku mohon balas pesanku. Atau apa pun itu. Setidaknya biarkan aku untuk menghubungimu.

Begitu lah isi pesannya, dan masih banyak lagi. Yang tanpa sadar, membuat Olivia menelan ludah susah payah. Apa yang akan ia katakan pada pria itu jika nanti mereka bertemu? Apa dia akan gantian marah dan memakinya lantaran mengabaikan semua pesannya?

Lagi pula, sebenarnya tidak ada yang salah karna mereka tidur bersama, kan? Mereka suami-istri, hanya saja Olivia merasa malu saat dia sempat mengaku jika dia menikah dengan pria itu karna taruhan bersama para temannya dulu.

Menolak pria itu berkali-kali saat pria itu berusaha mendekatinya. Bahkan Olivia menolak saat pria itu mengajaknya untuk memulai semua dari awal. Tapi malam itu, dia bahkan menyerahkan diri.

Ya, Tuhan, Olivia malu sekali jika mengingatnya.

Tok Tok

Olivia sempat memekik begitu mendengar pintu mobilnya di ketuk. Secepat kilat kepalanya berputar dan helaan nafas lega terdengar begitu melihat siapa orang yang mengetuk pintu mobilnya.

"Hai, Via." Sapaan bernada kikkuk itu hanya Olivia balas dengan senyuman. Tasya, dia lah orang yang tadi mengetuk pintu mobilnya.

"Bisa kita bicara sebentar?"

Olivia masih diam, tak bergeming dari tempatnya. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri jika dia tidak akan berurusan dengan dua wanita yang dulu pernah menjadi temannya itu.

"Maaf, Tas, aku sedang buru-buru dan-"

"Hanya sebentar. Aku janji tidak akan meminta waktumu terlalu lama."

Olivia diam. Terlihat menimbang.

"Via,"

"Baiklah." Angguk Olivia. Mengundang senyum lebar Tasya. Wanita itu terlihat senang dengan jawaban yang diberikan oleh sahabatnya itu.

Dan di sinilah mereka saat ini. Duduk saling berhadapan di sebuah cafe dengan suasana yang benar-benar tidak pernah ada diantara mereka.

"Bagaimana kabarmu, Via? Sudah lama kita tidak pernah bertemu."

Pernikahan Semusim (Cintamu Seasam Lemon🍋) SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang