Dua Puluh Dua SCL

398 47 9
                                    

"Hanya itu?"

Pertanyaan itu membuat Olivia yang sedari tadi menunduk pun pada akhirnya mengangkat wajahnya. Dia menatap pria yang ternyata juga tengah menatapnya lurus. Olivia menelan ludah susah payah saat kedua mata itu menatapnya lurus. Namun Olivia merasa tatapan mata itu tidak sedingin biasanya,

Berdehem kecil, Olivia mengulurkan tangannya. "Sebenarnya ini hanya luka kecil." Tawa canggung keluar dari bibirnya.

"Tapi Belle saja yang berlebihan sampai memanggil Ken. Membuat-" Tambahnya lagi. Yang sayangnya sama sekali tidak membuat pria yang sedari tadi diam menatapnya. Mengawasinya. Mengalihkan pandangannya.

"Apa kau tidak bisa sekali saja tidak membuat onar?"

"Membuat onar?"

"Apa namanya jika kau sampai mengacaukan dapur orang lain kalau bukan membuat onar, Via?!"

Kedua mata Olivia yang awalnya terlihat gugup, kini berubah menjadi kilatan api penuh kekesalan. Dengan kasar dia bahkan mendorong dada itu agar menjauh.

"Awas!"

Pedro tak bergeming. Membuat Olivia kembali mendorong dada pria itu lebih keras.

"Pedro!"

"Ckk," decak Pedro yang tiba-tiba menarik pergelangan tangan Olivia. Di dekatkan pada bibir pria itu. Ada tiupan lembut yang Olivia terima setelahnya, pada telapak tangannya yang terluka.

Wajah itu masih terlihat datar, masih lempeng dan pandangannya pun begitu lurus. Namun entah mengapa membuat sesuatu dalam dada Olivia terasa hangat. Seperti ada kembang api yang meluap-luap sampai membuat perutnya melilit.

Senyum manis terbit tanpa bisa Olivia cegah, mengembang sempurna sampai membuat tiupan pria di depannya terhenti. Kedua mata mereka bertemu, yang saat itu membuat satu tangan Olivia yang lain, yang kini berada di dada pria itu. Meremas kemejanya. Menyalurkan kegugupannya.

"Via,"

"Y-ya?"

"Ada bulu mata yang jatuh."

Olivia ingin mengedipkan kedua matanya, ingin mengerjab agar bulu mata-sialan itu jatuh. Agar kedua mata itu tidak terus menatapnya. Tapi meski ia ingin, ia kesulitan. Seperti ada lem yang menahan kelopak matanya agar tidak bergerak dan berkedip. Wajah itu mendekat, terus mendekat sampai remasan tangan Olivia di kemeja pria itu semakin erat.

Ouh, jantungku.

"Sudah," Ucap Pedro setelah meniup lembut pipinya membuat Olivia segera bergerak menjauh dan menjaga jarak. Melepaskan diri dari pria yang entah mengapa hari ini membuat Olivia sangat gugup.

Entah kemana perginya Olivia yang pemberani dan memiliki kepercayaan diri selangit. Karna kini, mendadak dia berubah menjadi gadis yang pemalu juga pendiam.

"Kau sudah membereskan barang-barangmu?"

"O-oh.. Aku sudah meminta pelayan untuk membereskan semua barangku, tadi."

"Semua?" Ulang Pedro, berhasil membuat Olivia menoleh dan menatap ke arah pria itu.

"Aku kira kau akan membawa barang yang kau butuhkan saja." Tambahnya yang seketika membuat Olivia mengerjab-ngerjab.

"A-aku.." Olivia kebingungan hendak mengatakan apa. Hal yang benar-benar bukan gayanya. Bukankah Olivia tipe orang yang selalu suka berbicara sesuka hatinya tanpa peduli dengan siapa lawan bicaranya?

"Baiklah, tidak masalah." Gumam Pedro, kembali menarik perhatian Olivia. "Ayo, kita masuk. Aku akan membantumu membawanya."

Senyum Olivia kembali mengembang, dengan semangat dia pun bergerak mengikuti langkah Pedro yang berjalan lebih dulu ke dalam rumah. Tanpa ragu sedikitt pun dia bahkan mendekat dan memeluk lengan pria itu. "Ayo-ayo." Ujarnya penuh semangat.

Pernikahan Semusim (Cintamu Seasam Lemon🍋) SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang