MdLK 14 - Canggung dan Aneh

77 40 27
                                    

Assalamualaikum...
بسم الله الر حمن الر حيم

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ
(Allâhumma shalli 'alâ Muhammadin wa 'alâ âli Muhammad)

Gimana kabarnya?! Semoga sehat selalu ya✨❤️
Kalau ada typo atau kesalahan lain tandain ya biar mine koreksi..

WELCOME TO DIVA & ALFATH STORY

Read SH first for best experience

Jangan lupa follow sama vote ya

Happy reading💙

***
"Kamu sudah halal bagiku begitu pula aku sudah halal bagimu."
-MdLK-

Hari sudah semakin malam, tidak ada yang tidur diantara Diva dan Alfath. Pikiran keduanya tentu berbeda. Namun, mereka sama-sama overthinking. Hal yang wajar dialami oleh pengantin baru seperti mereka.

"Tidur, Diva. Ini sudah malem, besok atau lusa kita harus sudah pindah dari sini. Berarti harus packing semua barang dan bajumu yang mau dibawa," ucap Alfath. Meski gengsi ia akan lebih gengsi jika memutuskan untuk tidur duluan.

Jangan sampe gue yang tidur duluan, kalo sampe tidur gue gak keren, kan, bisa gawat! batin Alfath.

Ih, masa sih sekasur? Nggak bisa, ntar tiba-tiba kalo tidurku ngacak gimana?

Sampai saat ini belum ada yang memutuskan untuk tidur. Jika Diva menunggu kepekaan Alfath agar mereka tidak tidur sekasur. Maka Alfath berharap Diva akan segera tidur.

Alfath membawa sebuah bantal dari kasur Diva. Ia memutuskan untuk tidak tidur bersama Diva.

"Tidur, saya akan tidur di luar. Besok jangan lupa bangun subuh," peringat Alfath.

Dalam hatinya Diva senang tak jelas. Ternyata keinginan nya yang menang. Bukan ingin menambah dosa atau yang lainnya. Diva masih belum siap untuk tidur sekamar dengan lawan jenisnya. Meski mereka sudah halal, ini adalah pertama kalinya bagi Diva.

Setelah Alfath pergi, Diva bersorak dalam hatinya. Malam ini dia selamat, selain ia belum siap tidur sekamar ada hal lain yang membuatnya takut.

Kakinya mulai beranjak naik ke kasur. Diva sudah mengganti pakaiannya menjadi pakaian tidur biasa bukan lagi baju pengantin. Tangannya menarik selimut dan menutup sampai lehernya.  Kerudung Diva tak ia lepas. Diva takut jika tiba-tiba Alfath masuk dan melihat rambutnya. Belum siap jikadirinya harus melakukan hal itu. Terlebih, terkadang rambutnya acak-acakan jika bangun tidur.

Sepertinya hari-harinya akan tetap tenang tanpa rasa takut jika setiap hari dirinya melakukan yang ia sekarang. Tidak ada Alfath yang terlibat.

Sementara Alfath yang sekarang berada di ruang tamu jutsru bingung sendiri. Bagaimana ia bisa tidur nyenyak jika harus tidur di atas sofa. Melihat sofa yang terbesar saja tidak cukup untuk dipakai tidur olehnya.

Alfath duduk dengan tidak begitu nyaman di sofa kecil di ruang tamu. Sofa itu tampaknya terlalu kecil untuk menampung tubuhnya yang cukup kekar, membuatnya merasa semakin tidak nyaman. Lampu ruang tamu yang redup hanya menambah rasa sulit tidur. Suasana di sekeliling terasa sepi, hanya terdengar suara detak jam yang monoton.

Rizki baru saja dari dapur untuk mengambil minum. Dia menghampiri dan melihat Alfath yang sedang duduk di sofa. Rizki mendekat, mengernyitkan dahi, dan bertanya,“Eh, kenapa belum tidur di kamar aja? Sofa kecil kayak gini gak cukup buat lo, nih.”

Alfath menghela napas panjang dan menjawab, "Gue masih canggung, Riz. Kasian Diva, kayaknya dia belum tidur-tidur karena gue masih ada di sana. Gue takut ganggu.”

Rizki langsung memahami situasi dan memutuskan untuk membantu.“Gini aja, tidur di kamar tamu aja. Lagian, di kamar lebih nyaman. Biar Diva bisa tidur nyenyak tanpa rasa bersalah juga.”

Rizki memimpin Alfath menuju kamar tamu. Mereka membuka pintu kamar tamu yang terletak di sebelah ruang tamu. Begitu pintu dibuka, tampaklah kamar tamu yang sederhana namun nyaman. Dindingnya dicat dengan warna biru muda yang lembut, memberikan kesan tenang. Di tengah kamar, terdapat ranjang berukuran queen yang dilapisi sprei putih bersih dengan beberapa bantal berwarna pastel. Di samping ranjang, ada meja kecil dengan lampu baca yang temaram. Di pojok ruangan, terdapat lemari kayu berwarna gelap dengan beberapa buku yang tersusun rapi.

Rizki menunjuk ranjang dan berkata,“Ini tempatnya. Silakan, lo bisa tidur di sini. Diva pasti gak akan dihantui rasa bersalah kalau lo di sini daripada di sofa kecil itu.”

Alfath mengangguk dengan lega dan mengucapkan terima kasih. Dia mulai menata bantal dan selimut, merasa lebih santai setelah mendapatkan tempat yang lebih nyaman. Rizki menutup pintu kamar tamu dengan lembut dan kembali ke ruang tamu, meninggalkan Alfath yang kini dapat beristirahat dengan lebih nyaman di ranjang yang luas.

Ternyata ada tidaknya Alfath tidak berpengaruh. Diva masih tetap saja tidak bisa tidur. Pikirannya sekarang tertuju pada Alfath. Bagaimana lelaki itu tidur dengan nyaman?

"Gus Alfath tidurnya di mana, ya? Masa sih di sofa, kan, sofa di depan kecil, mana cukup buat beliau," gumam Diva.

Demi menuntaskan rasa penasaran yang bersarang di pikiran Diva. Ia memilih untuk turun dan mengintip ruang tamu, apakah Alfath benar-benar tidur di sana?

Langkahnya ia perlambat agar tidak mengganggu siapapun yang mendengarnya. Knop pintu ia buka perlahan, sebisa mungkin untuk tidak menimbulkan  suara dari pintu.

Mata Diva mulai bertugas berkeliling kanan dan kiri. Tidak ditemukan sosok Alfath maupun orang lain, kemana perginya Alfath?

Tidak mungkin jika Alfath tidur di kamar Rizki. Rizki sudah memiliki istri, sekiranya Alfath tidur di kamar sang kakak. Lalu bagaimana dengan Khaina?

Mencari tahu keberadaan Alfath bukan membuat pikirannya semakin tenang justru semakin resah. Diva tidak berdosa, kan, membiarkan suaminya tidur di tempat yang tidak jelas? Diva enggan membuat Alfath tidak nyaman dengan keberadaannya.

"Heran, perasaan baru aja keluar dari kamar, kok udah ngilang aja."

Tsm, 13-09-24

#ToBeContinue

Maap dikit banget, besok revisi ditambah, ya.

mine bener bener gak kuat nulisnya maap bgt, kondisi nya lagi tidak memungkinkan

hanya mengingatkan
VOTMEN NYA KAWAN!

-tomioka'swife

Malam Di Langit Kairo [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang