13

663 79 51
                                    

hai gaes, balik lagi dengan part yang cukup panjang, namun semoga tidak menguras emosi, hehehe~
btw, makasih ya buat yang udah vote dan comment selama ini, I owe u a lot, gaes
happy reading!!

~~ 13 ~~

Nova seharusnya sadar, ketenangan dalam diri Anggia beberapa hari ini adalah awal dari ombak besar yang akan menghantam keduanya.

Hari itu, Anggia tidak menjawab atau menyetujui permintaannya supaya mau menjaga jarak dengan Nakula dan juga Jidan. Tapi sebagai gantinya, Anggia berhasil membuatnya gelimpungan dan pusing setengah mati.

Sejak kedatangan Hasbi beberapa minggu lalu —yang membuatnya dengan impulsif meminta Anggia untuk tinggal sekamar berdua dengannya lalu berakhir dengan ditolak mentah-mentah oleh gadis itu— Anggia berhasil membuat tawaran dengannya untuk tidak akan memakai pakaian terlalu terbuka lagi ketika diluaran sana maupun di dalam rumah.

Namun pagi ini, gadis itu kembali menggunakan pakaian kurang bahan —walaupun itu masih di dalam rumah— yang berhasil membuatnya kegerahan.

Bagaimana tidak, Gia benar-benar memakai kaos kebesaran yang panjangnya hanya sebatas pinggang, dimana saat gadis itu membuka lemari gantung yang ada di dapur, kaos itu akan naik dan memperlihatkan pinggangnya yang ramping. Belum lagi dengan celana pendek super ketat yang tidak mampu menutupi lekuk tubuh gadis itu sama sekali.

Nova akan mimisan sebentar lagi kalau seperti ini terus.

Sementara Anggia yang sadar akan tatapan Nova, tidak ambil peduli. Jauh sebelum Nova memintanya untuk menjaga jarak dengan Nakula, sejujurnya ia juga mempunyai niatan untuk itu.

Bukan karena ia sudah mempunyai rasa yang lebih pada Nova atau bagaimana. Ia hanya sadar dan takut akan dosa yang akan terus menumpuk nantinya karena dekat dengan laki-laki lain yang bukan mahrom sementara statusnya sendiri sudah menjadi istri orang. Dan untuk Satya, Rio maupun teman-temannya yang lain, ia juga akan belajar dan mencoba menjaga jarak secara perlahan namun tetap dengan cara yang terbilang wajar.

Tapi entahlah, saat Nova yang memintanya, ia menjadi tidak terima. Ia tidak mau Nova mengaturnya sementara laki-laki itu dengan tenangnya melakukan semua hal tanpa takut akan apapun. Ia benci itu.

"Hari ini aku ijin pulang telat, ya?"

Gia mengangguk sebagai respon. Tanpa menoleh ataupun membuka mulut sedikitpun.

"Kamu beneran ambil cuti hari ini?"

Lagi-lagi Gia hanya mengangguk. Nova pun memilih berdiri dan mendekati Gia yang sibuk berkutat dengan piring-piring kotor di depannya.

"Kamu istirahat aja. Biar nanti aku yang beresin."

"Nggak perlu. Aku bisa sendiri."

Nova ingin menangis rasanya. Anggia memang pernah marah padanya, memberontak atau bahkan mendiaminya.

Tapi kediaman diri Anggia yang kali ini benar-benar berbeda. Dan itu semakin menguatkan tekatnya akan sesuatu. Terlebih nanti malam alasan ia pulang telat adalah karena bertemu dengan Maya.

Ya, ia akan memilih untuk melepaskan Maya. Walau dengan berat hati mengingat bagaimana perjuangannya dulu mengejar gadis itu. Tapi nyatanya lebih sakit hati saat membayangkan kalau Gia akan berdampingan dan bahagia dengan laki-laki lain dibandingkan merelakan Maya pergi.

Ia sendiri juga sadar akan perasaannya yang sepertinya masih belum ada untuk Anggia. Tapi ia akan mencoba dan belajar supaya bisa mencintai Anggia sebesar ia mencintai Maya. Atau kalau bisa lebih besar dari itu.

OPTION [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang