"Ayo, main pasir!"
***
Bocah laki-laki tampak bergerak menarik tangan seorang gadis kecil. Keduanya lalu berjalan menuju taman bermain di dekat rumah mereka.
"Ayo, main pasir!" ucap bocah laki-laki setelah mereka sampai di kolam pasir, di taman tempat para anak-anak bermain.
Sang gadis kecil ikut bermain di kolam pasir bersama bocah laki-laki yang mengajaknya. Dia mengira si bocah laki-laki akan membangun istana pasir. Tangannya pun ikut membantu memupuk pasir setinggi mungkin. Sesekali matanya memperhatikan si bocah laki-laki di sampingnya. Bocah laki-laki dengan mata sipit khas keturunan Tionghoa, pipi tembam terkotori pasir, dan rambut hitam lurus yang berkilau tersinari mentari pagi.
"Selesai!" ujar bocah laki-laki itu seraya unjuk gigi.
Betapa terkejutnya sang gadis kala menyadari bahwa yang dibangun oleh si bocah laki-laki bukanlah istana pasir. Akan tetapi gundukan pasir bentuk emoji tahi setinggi tiga puluh senti.
Gelak tawa pun ramai terdengar di seisi taman bermain akibat ulah si bocah laki-laki. Sepertinya bocah itu memang sudah humoris sejak dini.
Setidaknya begitulah secuil ingatan dari Zalfania Fransisca Tita mengenai teman lawak sekaligus tetangganya, yang bernama Fahmi Ramadan. Baginya, teman lawaknya itu memang humoris sejak lahir. Sifat Fahmi yang lawak dan suka membuat orang lain tertawa mengingatkannya pada sosok tokoh pahlawan di serial kepahlawanan dalam anime dan televisi. Saat ini, teman lawaknya itu sedang bertanding di turnamen karate melawan siswa dari sekolah sebelah.
"Ayo, Mi, hajar!"
"Hajar, Za!"
Sorak-sorai ramai terdengar memenuhi gedung olah raga SMA Taruna. Di tengah arena terbuat dari matras, ada Fahmi yang mengenakan seragam karate dengan sabuk merah atau Aka, dan juga Reza yang mengenakan seragam karate dengan sabuk biru atau Ao. Keduanya tampak saling berhadapan dalam jarak satu setengah meter, dan memasang kuda-kuda setengah zenkutsu* sambil berlompat-lompat kecil. Mereka tengah bersiap menerima serangan satu sama lain. Pertandingan sudah berlangsung sekian menit dan poin mereka masih seri. Waktu pun tersisa lima menit untuk menentukan sang pemenang turnamen karate tahunan di kota.
"Hyaatt!"
"Hwarggh!"
Teriakan dari kedua peserta terdengar keras membuat sorakan para penonton semakin riuh pula. Pertandingan begitu sengit ketika Fahmi dan Reza saling beradu gerakan tinju, tangkisan, tendangan, dan masih banyak lagi. Namun, ketika dihitung wasit, poin mereka masih saja seri.
Pertandingan pun berakhir ketika Reza gagal memukul perut Fahmi, karena pemuda keturuan Tionghoa itu sudah lebih dulu menangkis pukulan dengan teknik age uke* dan dengan cepat bergerak membanting tubuh Reza. Suara peluit wasit pun terdengar dan pertandingan dimenangkan oleh Fahmi Ramadan. Dia berdiri dan tangan kanannya diangkat oleh wasit tanda pertandingan telah usai. Sorakan, siulan, dan tepuk tangan pun terdengar ramai mengiringi kemenangan Fahmi.
Lalu, di mana Zalfa?
Tentu Zalfa ada di bangku peserta cadangan. Dia ikut berlatih dengan Fahmi, akan tetapi saat ini dirinya hanya bisa menyaksikan kemenangan Fahmi dari bangku peserta cadangan. Teman lawaknya itu kali ini benar-benar terlihat seperti sosok pahlawan. Bahkan ketika medali dikalungkan di leher, Fahmi masih saja sempat menoleh dan menjulurkan lidah ke arahnya. Membuat seisi gedung ramai tertawa akan tingkahnya. Ada-ada saja kelakuan teman lawak satu ini, batin Zalfa kesal sekaligus malu.
Sebenarnya, Zalfa juga ingin seperti Fahmi. Menjadi tokoh utama bagai seorang pahlawan yang memenangkan pertempuran. Namun, yang dia lakukan selama turnamen hanya kalah dan berakhir di bangku peserta cadangan. Zalfa pun merasa bahwa dirinya bukanlah tokoh utama yang seorang pahlawan. Tetapi, dirinya hanyalah orang lewat.
Fahmi bahkan terpilih menjadi anggota OSIS. Cara pemilihan anggota OSIS selalu dirahasiakan kriterianya oleh guru. Entah bagaimana teman lawaknya itu bisa terpilih, sedangkan Zalfa tidak terpilih sama sekali. Fahmi menjadi banyak dikenal siswa walaupun masih kelas sepuluh. Sudah humoris, atletis, terkenal pula. Karena hal ini, lagi-lagi, Zalfa merasa bahwa dirinya hanyalah orang lewat.
Lalu terakhir, di penghujung tahun kelas sepuluh, Zalfa yang selalu mengincar peringkat paralel satu, berakhir gagal dan mendapat peringkat paralel empat. Dari awal semester hingga akhir semester, selalu saja seperti itu. Empat lagi. Empat lagi. Empat terus!
Peringkat paralel satu sudah mutlak dimiliki oleh ketua kelasnya, yaitu Fendi Bagaskara. Berkali-kali Zalfa coba untuk mengalahkan pangeran es itu. Akan tetapi selalu gagal. Lagi-lagi, Zalfa pun merasa yakin, bahwa dirinya benar-benar hanyalah orang lewat.
Tidak terasa bahwa Zalfa telah memasuki kelas sebelas. Waktu berjalan begitu cepat. Upacara di hari pertama masuk kelas sebelas pun dilaksanakan. Para anggota OSIS yang bertugas sebagai pemimpin barisan tampak memberi instruksi agar para siswa segera berbaris di lapangan utama tengah sekolah. Ketika Zalfa berbaris, dia melihat keadaan sekitar yang begitu ramai dengan siswa. Banyak wajah-wajah baru yang belum dia kenal, terutama barisan siswa baru kelas sepuluh yang nantinya akan mengikuti kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah.
Barisan kelas XI IPA 2 tempat Zalfa berada, dipimpin oleh Fendi sang ketua kelas. Zalfa kemudian melirik ke barisan kelas sebelah yaitu XI IPA 1, mencari keberadaan Rike, temannya sejak masa SMP. Namun, dia justru menemukan pemandangan yang langka.
Di barisan para pemuda kelas sebelah, terdapat salah satu pemuda yang tampak sangat mirip dengan Fendi. Badan tinggi, rahang tegas, kulit cerah, dan rambut gaya under-cut tersisir rapi ke kanan. Siapa dia? Fendi? Tetapi Fendi ada di depan memimpin barisan kelas XI IPA 2. Lalu dia ini siapa? Kenapa Zalfa baru melihatnya?
Fendi ada dua?
Zalfa pun menyadari sesuatu. Bahwa ada tahi lalat sebesar biji cabai di tengah hidung kembaran Fendi itu. Saat dia hampir tertawa, matanya terbelalak menyadari bahwa kembaran Fendi kini menoleh ke arahnya, seolah tersadar sedang diperhatikan.
Zalfa pun refleks melihat ke arah depan, menghindari kontak mata dengan makhluk asing itu. Tetapi, karena rasa penasaran, dia pun kembali menoleh ke arah kembaran Fendi. Seketika jantungnya berdebar bukan main atas hal yang baru saja dilihatnya.
Dia tersenyum.
***
Daftar istilah :
*zenkutsu : salah satu kuda-kuda dalam karate, lebih lengkapnya silakan cek google.
*age uke : salah satu gerakan tangkisan dalam karate, lebih lengkapnya silakan cek google.
*aka : merah
*ao : biru
Halo! Lutfiliya di sini. Terimakasih sudah mampir ke cerita pertamaku. Jangan lupa tinggalkan jejak, ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
AVANIA
Teen Fiction[ Bukan cerita BL ] Kisahnya Zalfania Fransisca Tita. Punya tetangga tingkahnya lawak parah, tiada hari tanpa dibuat marah. Sudah punya banyak masalah, dibuat marah pula. Kesal-lah! Kisahnya Fahmi Ramadan. Punya teman masa kecil tingkahnya kaku para...