18.

31 25 0
                                    

Sudah tiga hari lamanya, sejak sepulang dari kegiatan Laksana Pramuka. Dan selama tiga hari itu pula mood Zalfa berantakan. Hatinya begitu sakit tiap kali mengingat hal yang terjadi di kegiatan Laksana. Terutama pemandangan berupa Avan dan Andien yang saling bergandeng tangan, adalah fakta yang begitu mengejutkan dan sulit untuk diabaikan.

Usai upacara di lapangan utama sekolah, Zalfa langsung terduduk lesu di tempatnya dalam kelas. Energinya serasa habis, karena tiap kali mengingat kejadian di kegiatan Laksana, dia selalu menangis. Zalfa kini mengusap-usap kedua mata, lagi-lagi berair tanpa henti.

"Fa, lo kenapa? Lo sakit?" ujar Fahmi di hadapan yang mulai resah melihat Zalfa menangis.

"Gue enggakpa-pa, kok," jawab Zalfa berusaha tersenyum.

"Ini gue kasih tissue, udah jangan nangis lagi," ujar Fahmi memberikan selembar tisu kepada sahabat ketusnya.

"Makasih, Mi." Zalfa menerima tisu dari Fahmi dan segera mengelap air matanya.

Lima belas menit berlalu dan guru biologi yang ditunggu-tunggu belum juga datang. Hal ini membuat siswa gabut dari XI-IPA 2 kian berulah. Pemuda ramping berkacamata dan pemuda berkulit sawo matang yang berada di bangku depan kini berdiri hendak melakukan sesuatu.

"Gaes, gaes! Gue sama Udin nemu pantun!" seru Rizki melambai-lambaikan selembar kertas berisi pantun yang dia dapatkan entah dari mana.

"Coba baca, Ki!" seru Udin heboh di samping Rizki.

"Kukira aku number one, ternyata number sekian!" ujar Rizki seraya membaca selembaran kertas di tangannya.

"Yhaaa!" sahut Udin heboh.

"Kukira bakal jadian, eh maunya cuma temenan!" ujar Rizki lagi.

"Yhaaa!" sahut Udin lagi.

"Kukira udah sangat dekat, nyatanya cuma jalan di tempat!"

"Yhaaa!" Kali ini seisi kelas ikut menyahut heboh bersama Udin.

"Kukira aku penyemangat, nyatanya cuma jadi tampungan curhat!"

"Yhaaa!"

"Kucing jawa, belang tiga. Akunya suka, kamunya kaga!"

"Yhaaa!"

"Beli lemper, pake sambal. Udah bwaper, malah ditinggal!"

"Yhaaa!"

"Terakhir, nih, terakhir!" ujar Rizki seraya terbahak-bahak bersama Udin.

"Buah dukuh, buah delima! Chatnya sama aku, bapernya sama dia!"

"YHAAA!"

"Buah dukuh, buah delima! Curhatnya sama aku, gandengannya malah sama dia!"

"YHAAA!"

"WHAHAHAHAHAHAH! KASIHAN BANGET ANJIR!" Udin semakin terbahak-bahak membuat seisi kelas ikut tertawa pula.

Di sudut kelas, tampak Zalfa kini bangkit dari duduknya. Tiap pantun yang Rizki dan Udin bacakan serasa menyindir dirinya. Badannya gemetar dengan tangan mengepal erat. Menahan diri agar tidak menangis lagi. Zalfa lalu memberanikan diri untuk bertanya pada Rizki dan Udin.

"Kalian berdua nyindir gue, ya?" tanya Zalfa seraya menatap serius ke arah Rizki dan Udin.

"Enggak, Fa! Kita enggak nyindir siapa-siapa. Cuma bercanda, kok!" sanggah Rizki dengan raut wajah panik.

"Oh, gitu," ujar Zalfa kini sedikit melemaskan tangannya.

"Fa, mau gue panggilin orangnya?" ujar Fendi sang Ketua Kelas berjalan mendekati Zalfa.

AVANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang