05.

48 37 5
                                    

"Fa, lo nggak bisa kayak gini terus. Sampe kapan lo mau ditindas gangster dari sekolah sebelah?"

Zalfa menelan pahitnya rasa es matchalatte. Dia kini berada di kantin bersama Rike, satu-satunya sahabat perempuan yang paling mengenalnya sejak SMP. Kepalanya mendadak pening ketika mendengar perkataan gadis secantik bidadari di sebelahnya itu. Bayangkan saja, seminggu yang lalu, ketika berada di toko untuk jajan sepulang sekolah, dia bertemu lagi dengan komplotan Reza. Tidak tanggung-tanggung, selain dibully secara verbal, karena posisi sedang hujan, Zalfa didorong hingga terjatuh ke kubangan air di tengah jalan.

"Gue enggak tau, Ke. Enggak tau gimana caranya biar bebas dari mereka. Pekerjaan ortu gue lebih penting. Gue takut kalo enggak nurutin mereka, Reza bakal ngadu ke bokapnya yang merupakan direktur perusahaan tempat ortu gue kerja."

Rike menyendok nasi goreng dan memakannya. Hatinya begitu iba terhadap Zalfa. Akan tetapi dia juga bingung harus berbuat bagaimana tentang masalah pembullyan terhadap sahabatnya itu. Rike bisa saja melawan geng Reza dengan kemampuannya dalam pencak silat. Namun, pastinya hal itu hanya menambah masalah baru lagi nanti.

"Pada bahas apa?" ujar suara baritone seorang pemuda yang kini ikut duduk di samping Rike, ialah Fendi, si Pangeran Es.

"Bukan apa-apa." Zalfa mendatarkan raut wajahnya seraya melirik Fendi di hadapan, yang dia ketahui memang tergila-gila terhadap Rike. Entah sudah berapa kali Zalfa menjadi obat nyamuk di antara mereka berdua.

"Gue boleh ikutan?"

Kembaran Fendi tetiba datang membawa semangkuk bakso, sedangkan bakso Zalfa sudah habis sedari tadi. Zalfa yang merasa risih akan kehadiran Avan, ingin beranjak pergi. Akan tetapi gagal karena Fendi menjawab, "Boleh, duduk di situ," ujar Fendi menunjuk tempat kosong di samping Zalfa.

Avan pun duduk di samping Zalfa, dan mulai makan semangkuk bakso dengan tenang. Sampai seorang pemuda sipit yang lawak beserta gengnya mendadak bergabung di deret meja itu.

"Ini ngapain kok pada ke sini semua?" ketus Zalfa menatap kesal Fahmi dan kawan-kawan yang kini duduk di seberang meja, sedangkan Avan berada di sebelah kirinya.

"Mau kenalan sama kembaran Paketu." Ali mewakili teman-temannya. (Paketu adalah julukan untuk Fendi sang Ketua Kelas IPA 2).

Ali, Udin, Agil, dan Rizki pun berkenalan dengan menyebutkan nama mereka lalu bersalaman dengan Avan. Tak lama, mereka pun mulai berbincang-bincang mengenai isu-isu dan mitos-mitos di sekolah tercinta ini.

"Bentar lagi UTS. Bakal ada persaingan yang seru lagi ini." Pemuda kaca mata, ialah Rizki, tetiba membuka topik yang kontroversial.

Kontroversial karena dapat menimbulkan keributan antara si ambis, ialah Zalfa dan Fendi yang saling berebut peringkat sejak kelas sepuluh. Zalfa mendadak menatap tajam Fendi. "Awas saja nanti, Di. Paralel satu bakal gue rebut dari lo."

"Kalo lo berhasil, gue bakal kayang, deh, Fa!" celetuk Fahmi mengundang tawa teman-temannya.

"Kalo lo gagal, lo jadian sama Avan."

"Eh?"

"EEEEEEHHHH????"

Reaksi mereka kini menatap tak percaya ke arah Fendi. Tidak biasanya Fendi mengusulkan ide yang nyeleneh semacam itu.

"Menarik. Turutin, ya, Fa?" seru Fahmi terdengar antusias.

"Ogah!" sentak Zalfa. "Tapi gue serius bakal rebut paralel satu!"

"Oke, gini aja ketentuannya. 'Kan ada UTS sama UAS, kalo Zalfa dapet paralel satu empat kali berturut-turut, atau kalo bisa menang olimpiade sekalian! Kalo berhasil, Fahmi kayang, trus Zalfa terbebas dari segala permintaan atau permainan. Deal, guys?" tukas Ali panjang lebar memberi solusi.

"DEAL." Agil, Fendi, Rike, Udin, Rizki, dan Fahmi menyahut bersamaan.

"Terserah. Gue pergi dulu."

***

Dua jam berlalu sejak Zalfa di kelas mengerjakan tugas Fisika. Mr. Han hanya memberi instruksi untuk mengerjakan beberapa soal, sedangkan beliau sepertinya sedang ada rapat bersama kepala sekolah. Kekosongan jam pelajaran membuat makhluk gabut dari IPA 2 kian berulah. Zalfa kini duduk di tempatnya, dengan tangan menopang dagu. Hanya berperan sebagai pengamat atas tingkah laku teman-temannya.

"Arggh!" teriak Agil yang sedang bermain game seperti biasa duduk di lantai dekat meja Zalfa. Dari teriakannya yang keras tertera bahwa manusia porselen ini baru saja mengalami kekalahan.

Sedangkan di depan tempatnya duduk, ada Fahmi yang sedang bermain aplikasi Drum Simulator. Serta pemuda tan berpipi gembil dengan nama Ali di samping Fahmi ikut menonton sebab penasaran.

Dung ... jess, dung-dung-dung-dung, jesss, dung-dung-dung! (bunyi Drum)

"We ... are the just friend, my friend. And we ... bla, bla, bla, bla, bla! In the end ...."

Fahmi menyanyikan lagu We Are The Champion dengan lirik yang diubah-ubah. Ali tertawa melihat raut wajah Fahmi yang konyol. Sedangkan Zalfa sedikit terkejut mendengarnya.

"We ... are the just friend, we are the just friend, you're not my girlfriend, 'cause we are the just friend, MY FRIEND ...."

Nyanyian Fahmi diakhiri dengan mulut menganga lebar-lebar.
Ali semakin terbahak-bahak dan Agil ikut cengengesan, sedangkan Zalfa hampir saja khilaf memasukkan sepatu ke mulut Fahmi.

"Fahmi. Giliran gue, Mi. Sini pinjem handphone-nya," pinta Ali antusias.
Fahmi memberikan handphone-nya pada pemuda itu. Ali pun bermain aplikasi yang dimainkan Fahmi tadi.

Dung, jess, tak, jess, dung, jess, tak, jess!

Mendengar permainan Ali, tiba-tiba Fahmi menyanyikan lagu. Senada dengan bunyi Drum Simulator yang dimainkan.

"Tik-tak-tik-tuk, tuk-tik-tak-tik-tuk-tik-tak, SUARA SEPATU KUDA."

"Ngahahahah!" Keduanya tertawa keras bersamaan.

Ali lalu mempercepat tempo drum hingga bunyinya hampir merusak telinga.

Dung, jesss, tarang-tang, tang, tak, jess, tak, dung, jess, tak-tak-tak!

"Berisik!" teriak Zalfa kesal. Dia pun kembali menelusur keadaan sekitar. Di pojok ruangan sebelah kiri depan ada Udin, Fendi, dan Rizki yang sedang menonton video di Youtube lewat laptop milik Ali. Sedangkan di belakang ada beberapa siswi perempuan seperti sedang mendiskusikan sesuatu. Karena penasaran, Zalfa mendekat dan bergabung dengan mereka.

"Eh, kalian tau nggak? Siswa pindahan di kelas sebelah cakep banget, lho!" Siswi yang cukup antusias terhadap makhluk tampan, yaitu Asri si Maniak Cogan memulai topik pembicaraan.

Zalfa menyesal telah mendekat. Namun, dia tidak beranjak dari sana. Masih setia menjadi pendengar saja.

"Iya, betul. Katanya, dia juga termasuk siswa cerdas. Nilainya selalu di atas rata-rata!" sahut siswi tinggi berwajah cantik di sampingnya, ialah seorang Tika dengan antusiasme tinggi mengepalkan kedua tangan.

"Tau dari mana lo?" tanya perempuan pendek yang sangat cocok untuk dijadikan bintang iklan skincare. Sayangnya, siswi imut bernama Widya ini bertanya sambil mengupil.

"Dari kelas sebelah, dong!" jawab Tika dengan pede kini sambil makan pisang masak.

"Kalau nggak salah namanya Avan, ya? Siswa ganteng plus jenius. Spesies langka, nih!" Asri kini berbinar bersama kedua anggota geng-nya.

Zalfa bergidik ngeri. Teman-temannya ini sepertinya sedang kesambet sesuatu yang membuat mereka bersikap aneh.

***

To be continued

Jejaknya jangan lupa oey!

AVANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang