Hari ini adalah hari Minggu, sehari setelah kejadian Zalfa yang dirundung di depan minimarket. Pada pagi hari yang cerah ini, gadis ketus itu sedang berada di halaman rumah belakang milik Fahmi. Memberi pakan ikan-ikan lele di kolam bersama sahabat lawaknya.
"Fa, di kolam ini juga ada ikan koi-nya dua, lho," ujar Fahmi memberi info kepada Zalfa di sebelahnya. Mereka berdua sedang berdiri di pinggir kolam.
"Oh, iya? Mana?" sahut Zalfa bertanya pada Fahmi.
"Itu, tuh. Yang putih namanya Koi, kalo yang oren namanya Koa," jawab Fahmi seraya menunjuk ke arah sudut kolam yang terdapat dua ekor ikan koi.
"Bisa aja lo, Mi," sahut Zalfa yang kemudian diiringi tawa kecil khasnya.
"Fa, ini gue nanya serius. Kenapa lo sering banget di-bully Reza?" ujar Fahmi seraya tangannya melempar-lemparkan pakan ikan lele ke kolam.
"Akhir-akhir ini gue baru inget. Dia mengira gue yang bersalah atas satu hal," jelas Zalfa dengan wajah kesal.
"Coba jelasin," ujar Fahmi meminta penjelasan.
***
Zalfa pun menceritakan masa lalunya, tepatnya lima tahun yang lalu, ketika dia masih duduk di bangku SMP. Waktu itu, Zalfa diajak oleh ayahnya untuk melihat-lihat ke dalam gedung perusahaan Pratama Corp yang sedang menggelar kompetisi robotika besar-besaran. Di gedung lantai ke tujuh, begitu ramai orang-orang dengan robot ciptaan mereka. Ada berbagai macam tipe robot seperti line-follower, humanoid, otonom, dan masih banyak lagi.
Zalfa begitu antusias melihat-lihat bersama ayahnya. Ayahnya waktu itu berencana untuk mendaftarkan diri untuk bekerja di perusahaan Pratama Corp. Mata Zalfa tak luput dari pemandangan menakjubkan di tengah ruangan, yaitu sebuah robot humanoid buatan perusahaan Pratama Corp yang sedang dipajang untuk dipamerkan. Zalfa yang sangat antusias pun mendekati robot tersebut bersama ayahnya.
"Pa, robotnya bagus banget! Aku juga mau bikin yang kayak gini!" ujar Zalfa seraya berbinar-binar memandang robot yang hampir sebesar dan setinggi dirinya.
"Belajar yang giat ya, Nak? Nanti kamu bisa buat yang kayak gini," ujar Tito mengelus pucuk kepala anak perempuannya.
Zalfa pun sibuk melihat-lihat, sedangkan ayahnya sibuk berbincang-bincang di sekitar tempat tersebut. Zalfa begitu penasaran dengan sistem robot yang orang-orang buat. Ketika dia melihat-lihat, tetiba telinganya mendengar suara seperti alarm yang berbunyi di sekitar robot pameran perusahaan. Pada saat itu juga, lengannya ditarik oleh seseorang untuk menjauh dari robot tersebut. Dan benar saja, robot pameran perusahaan Pratama Corp meledak begitu saja di tengah ruangan. Zalfa menjadi tersangka terakhir yang dekat-dekat dengan robot itu.
"Lo gakpapa?" tanya pemuda bertahi lalat kecil di hidung yang menyelamatkan Zalfa dari ledakan robot.
"Gakpapa, makasih udah selamatkan gue," ujar Zalfa masih berusaha menenangkan detak jantungnya yang tak beraturan karena syok.
"Jarak ledaknya lima meter tadi, bahaya kalo lo deket-deket robot kayak tadi," ujar pemuda itu justru menjelaskan hal yang sulit dipahami Zalfa.
"Kenapa robotnya bisa meledak?" tanya Zalfa penasaran, melihat ke arah robot humanoid yang meledak bagian kepalanya.
"Robot Papa gue! Kenapa meledak?! Hei, lo! Lo yang terakhir deket-deket robot Papa gue, 'kan? Tanggung jawab lo!" Seorang pemuda berbadan kekar dan berambut keriting dengan name-tag Reza Prasetya di seragamnya tetiba datang dan langsung menuduh Zalfa. Reza adalah putra dari pimpinan perusahaan Pratama Corp.
Zalfa yang dituduh pun langsung terkejut begitu melihat Reza. "Bukan gue pelakunya!" bela Zalfa mengibas-ibaskan tangan di depan wajahnya.
***
"Sejak saat itu, Papa gue terpaksa beneran kerja di perusahaan Pratama Corp buat menebus kesalahan gue, dan Reza jadi sering banget ganggu gue tiap kita ketemu," terang Zalfa panjang lebar setelah menceritakan masa lalunya lima tahun yang lalu.
"Tapi lo 'kan gak salah, Fa," timpal Fahmi seraya menepuk-nepuk tangannya yang kotor oleh pakan ikan.
"Ya, di situ masalahnya!" ujar Zalfa menghela napas lelah. "Satu-satunya cara adalah gue harus bikin robot yang lebih bagus buat menang kompetisi robotika, nanti Reza gak bakal ganggu gue lagi karena robotnya gue kasih ke dia," sambung Zalfa dengan nada sebal.
"Lo nanggung semuanya sendirian, ya? Sori gue gak bisa bantu karena gak ngerti robot-robot," ujar Fahmi kini mengacak-acak pucuk kepala Zalfa.
"Gakpapa, Mi," ujar Zalfa mengalihkan tangan iseng Fahmi. "Semangatin gue juga udah cukup, kok."
"Kalian ini romantis banget, udah jadian belum?" ujar wanita paruh baya berambut keriting dan berkulit putih yang mengenakan daster selutut, ialah Mitha Lucyana Putri, Ibundanya Fahmi.
"Kita gak bakal jadian, Bunda," ujar Fahmi dengan wajah kesal. "'Kan kita udah ada janji, ya, Fa?" ujar Fahmi pada Zalfa memberi kode untuk saling beradu kepalan tangan.
"Jangan ada baper di antara kita!" ujar Fahmi dan Zalfa bersamaan seraya beradu kepalan tangan.
"Owalah ya udah, jangan lupa pada belajar, ya, katanya besok udah UAS," ujar Bunda Mitha memberikan nasihat.
"Siap, Bunda," ujar Fahmi memberikan acungan jempol pada Ibundanya.
***
Hari demi hari berlalu, hingga akhirnya hari Ujian Akhir Semester satu tiba. Zalfa kini berada di koridor, belajar bersama teman-temannya. Hampir semua siswa di koridor membawa buku untuk dibaca dan dipelajari sesaat sebelum mengerjakan soal. Zalfa saat ini begitu antusias untuk merebut peringkat paralel satu dari Avan.
"Mi, kumbang lo udah ilang?" tanya Zalfa pada Fahmi.
"Udah gue lepas ke alam bebas," jawab Fahmi tanpa melirik Zalfa dan hanya fokus membaca buku-bukunya.
"Katanya kumbang kesayangan, kok dilepas?" seru Udin di samping Fahmi.
"Justru karena gue sayang, makanya gue lepas," timpal Fahmi melirik Udin dengan mata sipitnya.
Zalfa kini melirik ke arah Agil di samping Udin. Pemuda berkulit semolek porselen itu terlihat begitu tenang ketika membaca buku. Dia masih tidak percaya bahwa di balik sosok Agil yang tenang, Agil adalah mantan pemimpin dari geng yang cukup berpengaruh di kota.
Di samping Agil, ada Rizki yang terlihat masih membaca buku sambil terkantuk-kantuk. Rizki bahkan tidak sadar bahwa buku yang dipegangnya terbalik.
"Oi, bukunya kebalik bego," ujar Agil lalu membenarkan posisi buku di tangan Rizki.
"Oh, iya, sori gue ngantuk," ujar Rizki kemudian sempat menguap ditutupi dengan sebelah tangan.
Zalfa merasa lega, menyadari begitu tingginya semangat teman-temannya untuk belajar. Dia lalu melihat bahwa di dekat pintu, terdapat keberadaan si Kembar yang merupakan saingannya dalam berebut peringkat satu paralel. Jujur, sebenarnya dia kehabisan ide untuk cara merebut peringkat paralel satu dari mereka berdua. Namun, Zalfa tidak akan menyerah.
Lihat saja nanti, bakal gue rebut peringkat satu! batin Zalfa mulai menyemangati dirinya sendiri. Lihat saja nanti, mungkin dia tidak akan kalah dari Avan maupun Fendi.
***
To Be Continued
Jangan lupa jejaknya woi.
KAMU SEDANG MEMBACA
AVANIA
Teen Fiction[ Bukan cerita BL ] Kisahnya Zalfania Fransisca Tita. Punya tetangga tingkahnya lawak parah, tiada hari tanpa dibuat marah. Sudah punya banyak masalah, dibuat marah pula. Kesal-lah! Kisahnya Fahmi Ramadan. Punya teman masa kecil tingkahnya kaku para...