13.

28 25 0
                                    

Deringan bel pada jam istirahat pertama di sekolah terdengar keras suaranya. Siswa-siswi mulai terlihat keluar dari kelas dan berkeliaran ke kantin, ke lapangan, maupun ke kelas lain. Zalfa seringkali memperhatikan seorang pemuda yang punya tahi lalat kecil di hidung selalu datang ke kelasnya hanya untuk menjemput Fendi. Zalfa semakin penasaran dengan tujuan Avan yang terkadang begitu suka dekat-dekat dengannya.

"Fa, mau ikut ke kantin gak?" ajak Fahmi sehabis merapikan mejanya sendiri.

"Iya, gue ikut," ujar Zalfa kemudian beranjak dari duduknya.

Zalfa dan geng Fahmi pun berjalan bersama menuju kantin sekolah. Tadinya gadis ketus itu agak risih terhadap keberadaan anggota geng tambahan bernama Avan. Akan tetapi sekarang Zalfa sudah terbiasa dengan kehadiran si Kembar. Lagipula, misinya adalah untuk mengalahkan si Kembar itu. Jadi, salah satu jalannya adalah harus mendekat dan menganalisa setiap kebiasaan mereka.

Setelah membeli makanan dan minuman masing-masing, Zalfa dan teman-temannya pun duduk di deret kursi-meja yang tersedia. Zalfa berletak di bagian paling pinggir dari kursi, dan di seberangnya ada Fahmi yang duduk menghadapnya.

Tetiba datang dua orang gadis mendekat ke meja geng Fahmi itu. Gadis pertama ialah Deby Sentiya, yang berperawakan tinggi, berambut twin tail, dan mengenakan kaca mata ber-frame merah jambu. Sedangkan gadis yang satunya ialah Rofi Nurrisa yang berperawakan pendek, berkulit sawo matang, rambutnya terikat rapi, dan badannya kurus.

"Permisi, kita boleh ikut duduk di sini gak?" cetus Deby yang membawa semangkuk bubur ayam seraya membenarkan letak kaca matanya.

"Oh, boleh, silahkan."

Zalfa yang mempersilakan kemudian memberi kode kepada teman-temannya untuk bergeser sedikit. Kini, Deby duduk di sebelah kiri Zalfa, dan Rofi duduk di sebelah kanan Fahmi. Mereka kemudian makan bersama sambil sesekali berbincang ria.

"Fa, lo masih belum ada rasa sama ini makhluk?" celetuk Rofi seraya menepuk bahu lebar pemuda di sampingnya.

"Apaan, sih, Fi?" seru Fahmi kini menepis tangan kecil Rofi.

"Kalo itu, kita udah punya janji sejak dulu, ya, Mi?" ujar Zalfa kini seraya melirik Fahmi.

Gadis ketus ini lalu menaik-turunkan alisnya, memberi kode kepada teman lawaknya. Sontak Fahmi pun menyadari kode darinya. Zalfa dan Fahmi lalu saling menempelkan kepalan tangan seraya berucap, "Jangan ada baper di antara kita!" seru Zalfa dan Fahmi secara kompak. Mereka lalu menyudahi tos kepalan tangan dan kembali makan bubur ayam dengan lahap.

"Memang agak lain mereka ini," sahut Deby dengan wajah datar.

"Kemakan omongan sendiri gak enak, lho," sahut Ali di sela-sela makan siomay.

"Iya, lho!" sahut Udin, Agil, dan Rizki bersamaan.

Perbincangan mengenai pro dan kontra terkait janji yang dibuat dua sejoli itu seketika tercipta. Mereka mulai menebak-nebak apakah Zalfa maupun Fahmi bisa serius dengan janji itu sampai nanti. Entah sejak kapan janji itu dibuat. Nyatanya hingga saat ini janji kecil itu masih ditepati oleh Zalfa maupun Fahmi.

***

Jam pelajaran ke-lima dengan jadwal Kimia seharusnya sudah dimulai. Akan tetapi Pak Heri selaku guru terkait belum juga datang. Sudah lima belas menit para siswa menunggu. Namun, belum ada tanda-tanda guru akan datang ke kelas mereka. Zalfa yang duduk di pojokan kanan kelas senantiasa mengintai dengan berdiri di belakang jendela. Bukan Pak Heri yang terlihat, akan tetapi keberadaan Avan yang berjalan membawa banyak buku.

"Lo suka sama Avan, ya, Fa?" ujar Deby tetiba sedang berdiri di samping Zalfa entah sejak kapan.

"Hah? Enggak." Zalfa menghentikan kegiatan mengintainya dan langsung berbalik badan menghadap Deby.

"Jujur sama gue, lo suka 'kan sama dia?" tekan Deby sekali lagi. Gadis ini lalu membenarkan letak kaca matanya dengan wajah yang terlihat antusias dan serius.

"Gue enggak suka, gue cuma ... kagum mungkin," jelas Zalfa menampakkan raut wajah ragu.

Deby lantas tersenyum, dia lalu memegang kedua pundak Zalfa seraya berucap, "Ikut gue ke koridor, yuk. Gue mau curhat."

Langkah Zalfa dan Deby kini sampai di koridor kelas sebelas. Mereka lalu mulai berbincang seraya memperhatikan siswa-siswi di lapangan utama sekolah. Zalfa mengernyit ketika menyadari bahwa yang sedang berolahraga di lapangan utama tengah sekolah adalah siswa-siswi dari kelas sepuluh IPA satu. Dia lalu memilih untuk terfokus pada curhatan Deby saja.

"Fa, lo tau 'kan? Gue udah lama suka sama Fendi. Gue sakit hati, tiap lihat Fendi sama Rike bareng terus. Nah, denger-denger sekarang Fendi udah diputusin. Gue jadi punya kesempatan, 'kan? Tapi masalahnya, sulit banget buat deketin dia, Fa. Chat gue dibalesnya selalu singkat banget. Pernah gue jujur kalo gue bisa gantiin posisi Rike, tapi dia bilang lagi gak mau sama siapa-siapa dulu. Lah, gue harus gimana, Fa? Gimana biar Fendi bisa nerima perasaan gue?" ungkap Deby terlihat menahan air mata agar tidak keluar. Dia lalu melepas kaca matanya, mengelap air mata yang hampir jatuh ke pipinya.

"Jujur, pertanyaan lo agak susah, By. Fendi gak semudah itu suka sama cewek. Lo harus berjuang lebih keras biar dia lupa sama masa lalunya," sahut Zalfa seraya melipat lengan di depan badan, "walaupun sebenernya masa lalu itu susah buat dilupain, sih," sambung gadis ketus itu.

"Baiklah, untuk sementara gue bakal berusaha pertahanin perasaan gue," ujar Deby bergerak memakai kaca mata berbingkai merah jambunya kembali.

"Sip, By. Suatu saat lo pasti bisa dapetin hatinya, kok. Semangat!"

***

Derap kaki Zalfa dan Fahmi beriringan dari koridor menuju tempat parkir sekolah. Seperti biasa, gadis ketus itu membonceng teman lawaknya setiap sore hari untuk pulang ke rumah. Koridor kelas sebelas masih sangat ramai oleh siswa-siswi yang berlalu-lalang. Tetiba datanglah seorang pemuda berwajah kembar menghentikan langkah kaki mereka di sana. Salah satu dari mereka kemudian berucap, "Zalfa, gue bisa bantu lo buat project robot."

Zalfa mengerjap berkali-kali tanda tak percaya dengan hal yang Avan sampaikan. "Gue enggak butuh bantuan lo. Gue mau kerja sendiri aja," tolak Zalfa memberikan raut wajah ketus di hadapan Avan.

Mereka berempat pun berjalan bersamaan menuju tempat parkir. Fahmi yang nampak penasaran kemudian angkat suara. "Emang lo ngerti robot-robot, Van?" terka Fahmi menaikkan sebelah alis tebalnya seraya berjalan.

"Gue ikut eskul robotika di sekolah lama gue," jelas Avan kini memasukkan tangan ke dalam saku celana seragam abu-abunya.

"Oh, menarik," sahut Fahmi kini memegangi dagunya sendiri, "gue juga bisa bantu lo, Fa. Bantu ngerusak," sambung Fahmi kemudian terawa renyah di sebelah kanan Zalfa.

"Gue beneran mau bantu lo, Fa. Boleh, ya?" pinta Avan sekali lagi kini menatap Zalfa yang berjalan di sebelah kanannya.

"Enggak. Enggak boleh!"

***

To Be Continued

Jangan lupa jejaknya oey.

AVANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang