23.

19 14 0
                                    

Satu bulan lamanya para siswa terpilih dari SMA Taruna terus berlatih untuk olimpiade. Kini tibalah waktu untuk pelaksanaan lomba olimpiade tingkat provinsi. Pada pagi hari di awal bulan Februari, tepatnya pada hari Jumat, para siswa terpilih itu sedang menerima briefing dari Bapak Kepala Sekolah.

Usai kegiatan briefing, para siswa terpilih kemudian berangkat ke lokasi dilaksanakannya olimpiade, tepatnya di kota sebelah. Mereka berangkat menaiki bus yang disewa oleh Bapak Kepala Sekolah. Perjalanan menuju lokasi memakan waktu satu jam lamanya.

Sesampainya di lokasi, tepatnya di SMA Kotamadya, para siswa terpilih segera turun dari bus. Mereka disambut oleh keramaian siswa-siswi yang juga merupakan peserta olimpiade. Zalfa yang baru turun dari bus segera menelan ludahnya sendiri, memandang keramaian itu dengan rasa ngeri.

"Sini, Fa." Avan menarik sebelah lengan Zalfa. Kini gadis ketus itu berjalan mengikutinya. Menerobos keramaian di depan gerbang sekolah bersama peserta yang lain.

Zalfa, Avan, dan Nandit segera mencari ruangan khusus untuk olimpiade fisika. Setelah menemukannya, mereka bertiga pun memasuki ruangan tersebut dan duduk di bangku kosong yang tersedia. Mereka sempat berkenalan dan berbincang dengan peserta lain pula.

"Fa, lo lagi musuhan sama Fahmi?" tanya Avan yang memilih duduk di sebelah kanan Zalfa, sedangkan Nandit duduk di belakangnya.

"Kok tahu?"

"Tadi pagi lo berangkat naik motor sendiri. Padahal biasanya bareng Fahmi," ujar Avan menunjukkan raut wajah heran terhadap Zalfa.

"Fahmi marah ke gue, karena gue jotos sodara lo," ujar Zalfa seraya bersidekap dada.

"Yang lo jotos Fendi, tapi musuhannya sama Fahmi?" timpal Avan dengan nada tak percaya.

Zalfa hanya mengendikkan bahunya tanda tak acuh. Tak lama pengawas olimpiade pun datang memasuki ruangan. Pengawas tersebut berucap salam, memperkenalkan diri, dan membacakan tata tertib untuk para peserta. Setelah itu, lembaran soal-soal dan lembar jawab olimpiade fisika pun dibagikan.

Zalfa pun mulai mengerjakan soal-soal olimpiade itu. Ketika dia membaca soal nomor satu, matanya membulat sempurna. Melihat materi soal nomor satu itu merupakan materi tentang limit fungsi. Dia sempat mengira soalnya tertukar dengan soal olimpiade matematika. Akan tetapi ketika memeriksa soal nomor dua, barulah dia menemukan materi fisika. Zalfa kini mengernyit bingung seraya memperhatikan sekitar.

Soal nomor satu gak ada hubungannya sama fisika, lho. Kenapa pada tenang-tenang saja? batin Zalfa seraya matanya melirik Avan di sebelah kanannya.

"Interupsi, Pak. Soal nomor satu bukan soal fisika. Apakah ada kesalahan dengan soal ini?" cetus Avan mengangkat sebelah tangannya.

Pak Pengawas segera mengambil soal dari mejanya dan memeriksa soal nomor satu tersebut. "Soal nomor satu memang benar seperti itu adanya. Kerjakan saja dengan tenang," jawab Pak Pengawas dengan enteng.

"Baik, Pak." Avan pun mengerjakan soalnya kembali.

"Ini, sih, soal jebakan namanya," bisik Zalfa sedikit menolehkan kepalanya pada Avan.

"Udahlah, Fa, kerjakan sebisanya," bisik Avan tanpa melihat sang gadis sama sekali.

Zalfa melewati soal nomor satu dan memilih mengerjakan soal lain terlebih dahulu. Otaknya bekerja keras mengerjakan soal-soal olimpiade fisika itu. Hampir dua jam lamanya dirinya mengerjakan soal-soal yang cukup sulit. Pada menit-menit terakhir, barulah dia mengerjakan soal nomor satu tentang limit fungsi. Namun, karena susah, Zalfa memilih menjawabnya dengan asal.

***

Usai pelaksanaan olimpiade, para siswa terpilih dari SMA Taruna kini sedang makan nasi kotak bersama-sama di kantin SMA Kotamadya. Cuaca yang panas membuat suasana di kantin ikut memanas pula. Mereka kini berbincang-bincang mengenai soal-soal yang telah dikerjakan dengan susah payah.

"Tahu enggak kalian? Soal nomor satu kita bukannya fisika malah matematika," cetus Avan di sela-sela makannya.

"Kok bisa? Materinya tentang apa?" tanya Fendi pada saudara kembar yang duduk di sebelah kanannya itu.

"Limit fungsi," jawab Avan kemudian meminum es teh di sela-sela makannya.

"Soal kimia gue aman-aman saja," timpal Fendi kemudian menyendok nasi lauk capcay dan memakannya.

"Soal Astronomi gue banyak, tuh, limit fungsi dihubungin sama jarak planet," ketus siswi kurus berkulit sawo matang, ialah Rofi, membeberkan kekesalannya.

"Soal Informatika gue aman-aman aja," sahut siswi berbadan kurus-tinggi, ialah Tika, dengan gamblangnya.

"Soal Matematika gue lebih banyak limit fungsi malahan," sahut siswi berambut agak kribo yang diikat rapi, ialah Erghi, kini angkat suara.

"Itu, sih, udah jelas, Ghi," timpal gadis putih yang rambutnya terkepang rapi, ialah Nessa, melirik Erghi dengan rasa kesal.

"Lala sama Eka, soal kalian gimana? Aman?" celetuk Fendi menoleh kepada dua gadis di seberang meja.

"Soal biologi kita aman, kok," sahut siswi agak gemuk yang justru sedang memakan permen Milkita, ialah Lala, dengan wajah tenang.

"Iya, bener, aman," sahut siswi tinggi berkulit sawo matang, ialah Eka Pamila, yang merupakan kembar tak seiras dengan Ega Pamula.

"Rike, soal lo aman juga enggak?" cetus Zalfa kini angkat suara.

"Kimia gue aman, kok, Fa," jawab Rike mengukir senyum manis menatap Zalfa.

"Soal fisika doang yang enggak beres kayaknya," ketus Avan kini menunjukkan raut wajah kesal.

"Van, lo mau telur asin? Gue alergi soalnya," sahut Zalfa yang duduk di sebelah kanan Avan.

"Ya udah, sini," ujar Avan mendekatkan nasi kotaknya pada Zalfa. Akan tetapi dia terkejut bukan main karena gadis itu tidak sengaja menyenggol lengannya. Alhasil telur asin yang tidak bersalah pun menggelinding indah dari meja ke lantai.

"Gimana, sih? Mubazir udah," ketus Zalfa menatap telur asin di lantai dengan miris.

"Sori, Fa, sori."

Para siswa terpilih itu pun berlanjut memakan makanan mereka dalam hening. Setelah selesai dengan acara makan bersama itu, mereka segera meninggalkan kantin dan pergi kembali ke bus di luar sekolah. Dalam waktu satu jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di SMA Taruna kembali.

Zalfa yang tertidur di dalam bus pun dibangunkan oleh Rike. "Fa, bangun, udah sampai," ujar Rike mengguncangkan sebelah pundak Zalfa.

Sontak Zalfa terbangun dan rasa mual langsung menyerangnya. Dia langsung bangkit dan berlari keluar dari bus. Berlari di koridor dan segera masuk ke toilet perempuan. Zalfa muntahkan segala isi perutnya yang mual di wastafel. Kepalanya pun terasa sangat nyeri akibat mabuk perjalanan.

"Sori, Fa! Gue bangunin lo mendadak malah jadi kayak gini," seru Rike yang baru saja masuk toilet perempuan mengikuti Zalfa.

"Lo gak salah, Ke. Guenya aja yang syok, jadi mual," sahut Zalfa seraya mengucurkan air wastafel.

"Ayo, gue temenin ke UKS," ujar Rike kemudian bergerak menuntun Zalfa. Membawanya dengan langkah perlahan-lahan dari koridor menuju ke UKS. Sesampainya di UKS, Rike pun membiarkan Zalfa rebahan di ranjang yang tersedia.

"Makasih, Ke," ujar Zalfa singkat.

"Jaga kesehatan, ya, Fa. Senin kita UTS soalnya," sahut Rike yang sedang membuka kotak P3K untuk mencari minyak kayu putih.

"Kita bener-bener enggak dikasih istirahat, ya? Udah olim, ditambah UTS," ujar Zalfa menatap langit-langit UKS yang terdapat seekor cicak di sana.

"Meski begitu, kita harus tetap semangat, Fa."

***

To Be Continued

Jangan lupa kasih jejaknya!

AVANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang