22.

23 14 0
                                    

Tak terasa waktu libur akhir tahun dua minggu sudah berlalu. Di awal tahun, udara pada sore hari di bulan Januari terasa masih sedikit panas. Beberapa siswa sudah keluar dari kelasnya masing-masing untuk pulang. Kecuali beberapa siswa terpilih untuk olimpiade.

Siswa-siswi terpilih itu akan berlatih di ruangan tertentu bersama pembimbing masing-masing. Zalfa sekarang sedang berada di kelas sepuluh IPA 1 bersama Nandit dan Avan, serta Mr. Han sebagai pembimbingnya.

"Coba jelaskan apa yang kalian ketahui tentang Hukum Kekekalan Momentum?" ujar Mr. Han menanyai murid-muridnya.

Zalfa mengangkat sebelah tangannya. Sedangkan Mr. Han mempersilakan Zalfa untuk menjawab.

"Dalam peristiwa tumbukan sentral, momentum total sistem sesaat sebelum tumbukan sama dengan momentum total sistem sesaat setelah tumbukan," jawab Zalfa dengan jelas.

"Benar. Sekarang coba kalian kerjakan soal nomor dua terkait hukum itu," ujar Mr. Han memberi arahan kepada muridnya.

Zalfa, Avan, dan Nandit kemudian berdiskusi untuk memecahkan persoalan yang dimaksud. Mereka tampak menulis di dalam buku masing-masing. Menuliskan dan menghitung menggunakan rumus terkait Hukum Kekekalan Momentum.

"Gimana, Van? Ketemu jawabannya?" tanya Zalfa pada Avan di sampingnya.

"Udah, ini," ujar Avan memberikan bukunya pada Zalfa untuk diteliti.

"Bener, sih, kayaknya. Jawaban lo sama kayak hasil perhitungan gue," ujar Zalfa masih meneliti rumus-rumus perhitungan yang ditulis Avan.

"Kalo ini udah bener belum, Kak?" Nandit yang berada di bangku depan beralih menghadap Zalfa. Dia memberikan bukunya pada gadis itu.

"Udah. Mending lo kerjain di papan tulis sana," ketus Zalfa pada Nandit.

"Tapi 'kan belum disuruh, Kak."

"Bodo amat."

"Masih aja nyimpen dendam. Gak baik, lho, Fa." Avan memijit-mijit pangkal hidungnya sendiri setelah berucap. Merasa pusing dengan perlakuan sang gadis terhadap adik kelasnya.

"Kalau sudah selesai, coba salah satu dari kalian kerjakan soalnya di papan tulis." Penuturan Mr. Han membuat ketiga murid andalannya saling berlempar pandangan.

Nandit pun berdiri dari tempat duduknya. Dia kemudian maju dan mengerjakan soal di papan tulis. Sementara itu, Avan dan Zalfa memperhatikan tiap rumus yang ditulis Nandit dari bangku tempat mereka duduk.

"Fa, habis ini gue mampir ke rumah lo, ya? Gue pengen tahu sistem robot yang lo buat," ujar Avan seraya menatap Zalfa di sebelahnya.

"Boleh. Sama Fendi juga berarti?" jawab Zalfa seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Iya sama Fendi juga. Kalo enggak nanti gue pulangnya gimana?" ujar Avan sedikit tersenyum memandang gadis ketus itu.

"Dasar Kembar. Ke mana-mana bareng," celetuk Zalfa seraya bersidekap dada.

***

Pada sore hari pukul setengah lima, Avan dan Fendi sudah berada di rumah Zalfa. Mereka sekarang berada di ruangan khusus teknik yang biasa di sebut bengkel teknik oleh Zalfa. Letaknya tepat di samping garasi rumah. Sebuah ruangan dengan serba-serbi perlengkapan teknisi. Seperti alat untuk mengelas, menggerinda, memotong papan PCB*, dan masih banyak lagi.

Di atas meja kerja, sudah ada laptop dan beberapa perlengkapan seperti kabel, solder, tester, dan lainnya. Terdapat pula camilan dan es teh di meja lain. Avan, Fendi, dan Zalfa terlihat serius memperhatikan pemrograman alat di layar laptop milik Zalfa.

"Inti dari sistem yang lo buat gimana, Fa?" celetuk Avan yang duduk di sebelah kanan Zalfa.

"Intinya gue mau buat robot humanoid berbasis Google Home*. Robotnya bisa dikendalikan lewat perintah suara sama smartphone nanti." Zalfa kemudian mengambil biskuit dari piring di meja lain. "Kalian juga, makan, gih."

AVANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang