Pada waktu Senin malam, televisi berlayar lebar sedang menayangkan film aksi. Suara latar belakang penuh pergelutan memenuhi ruangan tengah kediaman Fernando. Tepatnya di lantai satu, sang anak perempuan dengan santai duduk di sofa sambil makan siomai tahu. Matanya terlalu fokus pada keseruan adegan film. Hingga tidak menghiraukan sang Ibu yang celingukan seperti sedang mencari sesuatu.
"Fa, lihat sandal Mama nggak?" tanya Ika sambil memeriksa setiap sudut ruangan.
Zalfa mendadak teringat akan Fahmi yang waktu itu konser di dalam kamar. Dengan rambut diikat bagian atasnya menampakkan jidat yang lebar, lalu memegang sisir dengan kedua tangan layaknya memegang erat microphone, serta berteriak menyanyikan lagu beraliran Rock semi Metal.
Tidak hanya itu. Dia juga mendadak membayangkan teman lawaknya itu melompat-lompat tidak karuan di atas kasur, dengan musik yang semakin keras.
"Paling juga sama tetangga sebelah, Ma," jawab Zalfa kemudian.
Akan tetapi respons Ika justru menyuruh Zalfa untuk mematikan televisi. Beliau menyuruhnya agar menerapkan peraturan belajar dengan sistem 18-21. Sebuah sistem yang berarti pada pukul enam petang hingga pukul sembilan malam adalah waktu untuk belajar. Tentu saja gadis itu menuruti perintah sang Ibu.
Ketika sedang belajar di dalam kamar, tiba-tiba Zalfa mendengar suara dari arah jendela. Gadis itu segera beranjak dari kursi belajar, dan berjalan mendekati jendela yang terbuka. Matanya seketika terbelalak melihat sebuah kerikil terbang melesat dan hampir saja mengenai jidat jika tidak refleks menghindar.
"Fahmi geblek!" sentak Zalfa dengan bersipit mata menatap tetangga sebelah.
Dilihatnya pemuda beralis tebal yang memakai piyama bermotif Spongebob itu ternyata memegang sebuah papan tulis kecil bertuliskan, "Suara gue serak seperti kodok. Ini gue balikin sandal nyokap lo."
Tepat setelah Zalfa selesai membaca, sepasang sandal selop melayang memasuki kamarnya.
"Kampret!"
Tanpa mengindahkan umpatan kawan ketusnya, Fahmi menghapus tulisan di papan tulis dengan kain dan kembali menulis menggunakan spidol.
"Jangan lupa belajar. Karena besok masih UTS!"
Seketika pemuda lawak itu melihat raut wajah datar dari gadis ketus di seberang. Namun, lagi-lagi dia tidak peduli dan kembali menuliskan sesuatu untuk ditunjukkan pada sang gadis.
"Good Night, Fa." Ketika menunjukkan kalimat terakhir yang ditulisnya, ternyata Zalfa telah menutup jendela. Membuat Fahmi menggaruk pelipis dengan raut keheranan saat itu juga.
***
Ulangan Tengah Semester satu sudah dimulai sejak sehari yang lalu. Cuaca pada hari Selasa pagi kini sedikit dingin sebab musim hujan di penghujung bulan September. Rintik gerimis membasahi jaket Kyuubi serta celana abu milik pemuda berkulit tan yang bersepeda menuju sekolah. Siswa bertubuh kecil yang memiliki nama Ali Yahya itu tengah mengayuh sepeda dengan tergesa-gesa.
Ketika sudah sampai dan memarkirkan sepeda di tempat parkir siswa, Ali pun berlari menuju ruangan tes. Dari arah berlawanan di koridor, pemuda itu kembali dibuat terkejut. Selain dikejutkan oleh gerimis di tengah perjalanan tadi, kini dia terkejut melihat penampakan ketiga teman sekelasnya.
Fahmi dan Agil tampak berjalan dengan santai, sedangkan Zalfa mengekor di belakang. Namun, hal yang membuat Ali terkejut bukanlah rambut dan seragam mereka yang sedikit basah, melainkan seekor kumbang hijau kecil di pundak Fahmi. Ditambah lagi raut wajah kawan lawaknya itu datar-datar saja ketika dipandangi murid lain di koridor ini.
Ali menahan tawa ketika masing-masing dari mereka sampai di depan ruangan. "Itu apa, Mi? Pfft!" cetusnya seraya menunjuk hewan tak bersalah di pundak Fahmi. Dia hampir tertawa sebab salah satu kaki kumbang tersebut diikat menggunakan tali sepatu, dan ujung tali lainnya dikaitkan ke kancing baju. Sudah seperti trend-setter model baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
AVANIA
Teen Fiction[ Bukan cerita BL ] Kisahnya Zalfania Fransisca Tita. Punya tetangga tingkahnya lawak parah, tiada hari tanpa dibuat marah. Sudah punya banyak masalah, dibuat marah pula. Kesal-lah! Kisahnya Fahmi Ramadan. Punya teman masa kecil tingkahnya kaku para...