Prolog

32 12 10
                                    

"Pernah tidak membayangkan suatu hari di masa depan saat anak kita besar dan mulai bermain dengan temannya? Bayangkanlah Sayang, kau pasti akan senang memikirkannya."

Pak Aan refleks menggeser posisi duduknya pada bilah bambu. Matanya mengarah pada sang tetangga baru dengan ngeri. Sambil sedikit bergetar ia menegur, "Pak Istighfar, Pak. Saya lelaki waras."

Sang tetangga baru tertawa, Pak Vino namanya. Ia berujar sebagai wujud klarifikasi, "Maaf, Pak Itu tadi dialog mendiang istri saya waktu Nandan baru lahir. Saya lagi kangen, jadi ngulang ucapan dia."

Helaan napas terdengar dari Pak Aan. Pria paruh baya itu menggeser kembali posisi duduknya di bilah bambu menjadi lebih nyaman. Pandangan matanya yang sayu terhenti di pinggiran sungai dekat alat irigasi yang melaju perlahan. Di sana ada Adena, putri kecilnya yang tengah bersorak riang karena berhasil membuat teman barunya basah kuyup.

"Iih jolok tahu! Pasti ada yang buang ail besal di sini!" protes si teman yang masih baru bisa mengucap huruf 'R'.
Adena tertawa, tangan mungilnya bergerak mencipratkan air ke wajah si anak lelaki. "Berak tuh gak di sini. Di situ tuh yang kotak-kotak!" serunya sambil menunjuk jamban tradisional buatan warga yang terletak tepat di atas kolam ikan.

Di seberang mereka, Pak Vino terkekeh geli melihat reaksi putranya. Sedari kecil hidup di kota pasti membuatnya sangat asing dengan suasana desa. Terlebih Denan yang memang tidak punya banyak teman.

"Maaf ya, Pak. Anak saya emang suka iseng," kata Pak Aan, matanya masih fokus pada senyum Adena.

"Oh iya, tidak apa-apa, Pak. Saya malah suka lihat dia main di luar. Biar tidak terus kangen dengan Ibunya," sahut Pak Vino dengan mata sendu.

Pak Aan berdeham, mengusir rasa canggung yang perlahan muncul. Ia kemudian terkekeh sembari bertanya jenaka, "Anaknya ganteng Pak, mau besanan tidak?"

Sontak tatapan Pak Vino beralih ke Adena, bibir pria itu tersungging membentuk seutas senyum.

"Adena terlalu manis untuk anak saya yang entah kepribadiannya di masa depan seperti apa. Saya tentu berharap anak saya tidak jadi seperti saya, tapi karena sifat anak condong mengikuti sifat ayahnya...."

Ucapan Pak Vino terhenti. Pria itu menengadah melihat langit, berusaha menghentikan sesuatu yang hendak jatuh, sambil berkata, "Jangan sampai Adena punya suami seperti yang dimiliki istri saya."

Kali ini, Pak Aan hanya bisa diam, kecanggungan yang tadi ia cegah kini benar-benar datang.

•••

Author's Note :

Halo! Nasylaawa di sini, setelah cukup lama tidak menulis novel :))

Aku harap Denandan adalah pembuka bagi karya-karya hebat saya berikutnya. #gayadulu

Haha, apa pun itu, ayo ikuti Denandan sampai akhir karena cerita ini direncanakan sebagai cerita yang hangat :)) #semogabeneran

See you next day! :D

Denandan dan Sebatang CokelatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang