CHAPTER 26

3.1K 1.1K 1.1K
                                    

2700 kata. Tolong diramaikan. Tolong juga mention saya jika menemukan typo sebab saya belum sempat membaca dan revisi chapter ini. Happy reading 🌹

****

Di tenggorokan napas Reba tertahan, dan matanya menggambarkan sekelebat kebingungan. Bukan kepada Rankit, melainkan kepada hatinya sendiri.

Ia merasakan segala jenis emosi bergejolak tiap kali Rankit menyentuh bibirnya, pun beberapa kali sudah Rankit menyentuh pipinya, ia merasa kelembutan seperti itu pun layak untuk ia dapatkan. Seperti kata Rankit, wanita tetaplah wanita, mereka tetap butuh diberi perlindungan juga rasa peduli.

Sejauh selama hidupnya yang keras dan kelam, barang sekalipun Reba tak pernah mau mengakui dirinya seorang wanita lemah. Hidupnya penuh akan perjuangan, bahkan minim rasa bahagia yang ia rasakan. Masa-masa bahagia Reba telah berakhir bersamaan dengan tewasnya sang ibu. Setelah itu, hanyalah kehancuran yang ia dapatkan.

"Demi Tuhan, aku benar-benar tak mengerti akan perasaanku sendiri, Rankit. Aku tidak tahu." Reba memegang tangan Rankit yang berada di pipinya.

Rankit merapatkan tubuh mereka, menungkup pipi Reba lebih erat. "Terlalu banyak hal menyakitkan yang kau lalui, dan semua itu membuatmu tak bisa merasakan hal lain selain kewaspadaan juga amarah."

Dalam tangkupan Rankit Reba mengangguk sembari menutup mata. Semakin kencang ia meremas pergelangan pria tersebut.

"Aku pernah sehancur, serusak dan seputusasa itu. Dulu aku selalu melewati malam yang mengerikan, melamun di kamar sembari menunggu pria asing datang untuk menikmati tubuhku." Reba menggigit bibir, teringat akan masa-masa kelam di mana ia dipaksa untuk menjadi seorang gadis pemuas.

"Tak ada yang bisa kulakukan selain memberikan tubuhku kepada setiap lelaki yang datang sebab mereka telah membayar kepada nyonya mucikari yang membeliku dari Reya. Aku selalu menangis tiap kali ditinggalkan dalam keadaan telanjang dan bermandikan sperma." Suara Reba mengecil.

Perlahan wanita itu membuka mata, membalas sorot mata Rankit yang menatapnya sendu, bahkan terluka dalam diam.

"Setiap ada lelaki yang memasuki kamarku, aku berharap dia mau membawaku pergi dari rumah pelacuran itu setelah dia kupuaskan. Aku selalu memohon agar mereka mengeluarkanku dari sana, membayarku pada nyonya mucikari sebagai tebusan. Tetapi— kau tahu? Dunia memang kejam kepada perempuan yang lemah. Reba muda yang tak berdaya dan selalu bersikap manis, dia tak pernah didengarkan, atau bahkan diberi haknya sebagai seorang perempuan yang merindukan kebebasan serta terlepas dari jerat noda dosa dunia pelacuran."

Mata Reba memanas.

"Aku hancur berkeping-keping, aku merasa diriku begitu busuk melebihi bangkai sekalipun. Duniaku gelap, pun aku tak bisa lagi mendambakan sebuah masa depan."

Dalam-dalam Rankit menilik wajah Reba, menemukan berlapis-lapis luka yang tergambar pada pupil teduh wanita itu. Terlalu banyak luka juga sengsara yang Reba tanggung seorang diri. Terlalu banyak.

"Jadi... kurasa kau harus segera membuang perasaanmu." Reba memasang senyum kecil, melepaskan tangan Rankit dari pipinya.

Reba melangkah mundur satu kali guna memberi jarak. "Tak pernah terlintas dalam pikiranku apabila aku harus menikah, terlebih bersama seorang pria baik-baik. Alasan aku tetap sendiri sampai di hari ini, adalah karena aku merasa tak pernah cukup pantas untuk seorang pria baik pun." Wanita itu terkekeh pilu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

IMMORALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang