CHAPTER 2

31.9K 2.1K 618
                                    

Mari ramaikan guyss 💋
Yok kita kasih tahu banyak orang kalau ada cerita IMMORAL 🤝🏻

****

Casablanca, Marocco

Tiga orang pria saling menatap satu sama lain, tajam namun tergambar kegelisahan pada pupil masing-masing. Tenggelam dalam kalutnya pikiran.

Jam pasir, globe dan scales of justice nan terpatri pada meja di hadapan ketiga pria tersebut, mereka menjadi saksi bisu bagaimana pria-pria itu berbicara, mengobrol bahkan berdebat dengan nada stress.

Ruangan bercahaya kuning remang-remang itu seolah dipenuhi oleh asap kesesakan, kepanikan dan keputusasaan ketiga orang tersebut.

"Mereka semua menghilang dalam semalam. Lagi dan lagi, dia memainkan sihirnya yang mengagumkan," celetuk salah satu pria. Ia satukan kesepuluh jemarinya di atas meja. Menilik dua temannya bergantian.

Pria di ujung kiri mendengus kasar, mengetatkan rahang serta merta mengepalkan kedua tangannya kuat. "50 tahun aku bernapas, tak pernah aku merasa terhina ini. Semua ini dikarenakan aku terlalu mengikuti cara bermain kalian yang bodoh dan tak berguna," ujarnya menahan ledakan emosi.

"Berhenti menyudutkan kami berdua. Kau tak pernah benar-benar tahu orang seperti apa yang kita hadapi sekarang ini. Jika kau merasa bergabung dengan kami hanyalah sebuah kesia-siaan, tunjukkanlah kemampuanmu dalam menghadapi orang itu. Dengar, banyak mulut takkan memberimu apa-apa," papar pria di ujung kanan. Berbicara cepat sembari ia tunjuki wajah pia di ujung kiri tadi.

Pria di kiri lantas berdiri, ia tekan tepian meja dan memelototi temannya. "Dia hanya seorang wanita, Kareem. Hanya seorang wanita. Wanita, Kareem. Wanita!" Berteriak, pria ini membentak disertai menggebrak meja. Napasnya berubah kasar dengan wajah merah padam.

"Wanita yang tak bisa kau anggap remeh, Osman. Dia bahkan lebih berotak darimu, kalau aku boleh jujur," timpal pria yang dari tadi tetap diam melihat kedua temannya berdebat.

"Jadi kau takut padanya? Kau takut?!" Osman yang tersulut emosi, kembali lagi dia menggebrak meja. "Wanita tetaplah hanya wanita. Makluk lemah dan tak berguna, benar-benar tak berguna, kau tahu?!"

Kareem terkekeh, ia tatap Osman yang justru tampak begitu bodoh. "Andai dia bodoh dan lemah, kita takkan sekewalahan ini untuk melenyapkannya, Osman. Jadi hentikan omong kosongmu dan kerahkan saja seluruh orang-orangmu untuk membunuhnya, itu pun jika mereka sanggup dan bukan justru berakhir berpulang lebih dulu ke kampung halaman lucifer," sosor Kareem memasang mimik datar.

"Aku?" Osman berdecih. "Kau dan Youssef-lah yang bertugas dalam penangkapan Reba Volpone. Di sini akulah yang membiayai kalian dalam misi tersebut, dan jika aku marah seperti ini, aku pantas sebab aku telah menghabiskan banyak uang hanya demi menangkap si jalang sialan itu," bentak Osman. Ia tunjuk kedua temannya bergantian, Kareem dan Youssef.

"Bisa kalian hitung seberapa banyak sudah uang yang kukeluarkan? Bisa kalian hitung? Lihat apa yang kita dapatkan? Tidak ada! Jangankan mendapatkan kepala Reba Volpone, mendapatkan informasi lebih lanjut tentang dirinya saja kalian tak bisa! Kalian tak sanggup, brengsek!"

Memburu Reba Volpone hingga enam bulan lamanya, ketiga pemimpin partai ini masih tak kunjung membuahkan hasil apa pun. Uang, tenaga, pikiran, semua yang mereka kerahkan hanya memberi kesia-siaan semata.

Rumor mengenai Reba Volpone yang pandai bermain sihir melenyapkan, kini mulai mereka percayai. Nama Reba Volpone menghantui hidup mereka, siang dan malam berupaya mendapatkan wanita itu, menginginkan kepalanya, merindukan kematiannya, tetapi semua itu hanya sebatas impian belaka.

IMMORALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang