CHAPTER 4

13.9K 1.7K 602
                                    

Tolong diramaikan yaa <3
Happy reading.

****

Seperti biasanya, Rankit selalu pulang ke rumah tiap pukul lima atau paling lambat adalah pukul enam. Kadang ia singgah membeli sedikit camilan untuk Shada atau mungkin makan malam agar nantinya ia dan Shada tidak perlu memasak lagi di dapur kecil mereka.

Sore ini, tepat pukul lima Rankit tiba di rumah. Sembari menenteng gergaji mesinnya, ia juga menenteng sebuah kantung plastik di tangan kiri yang berisikan pastilla. Pastilla merupakan hidangan gurih yang biasanya terbuat dari daging ayam kemudian dimasak dengan rempah-rempah seperti kayu manis, jahe dan saffron. Makanan kesukaan Shada.

Dari kejauhan, kening Rankit sudah dibuat berkerut tipis mana kala ia temukan pintu rumahnya yang terbuka kecil. Seolah sengaja memang dibuka seperti itu.

"Shada?" Pria tinggi itu masuk sembari memanggil. Tidak seperti setiap harinya, kepulangannya kali ini tak disambut oleh sang putri. Tak ada Shada di kursinya yang sedang makan, membaca buku, menonton televisi atau mungkin belajar.

"Shada Packer!" panggil Rankit tegas. Ia turunkan gergaji mesinnya lalu meletakkan kantung pastilla di meja.

Ia lalu menuju ke kamar Shada, membuka pintu dengan lebar, namun juga tak ia temukan putrinya di dalam situ. Ranjang Shada tetap rapi, semua bonekanya pun tertata rapi di atas bantal-bantal.

Perlahan namun pasti, dada Rankit mulai berdebar. Putrinya tak pernah seperti ini, Shada akan selalu menunggunya di rumah dan hanya akan keluar setelah mendapatkan izin dari sang Ayah. Shada tak pernah melanggar peraturan, ia gadis remaja yang tak tahu berbohong.

Kemudian Rankit menuju dapur guna melihat adakah bekas piring kotor Shada, dan ternyata tidak ada. Ia lalu meraba televisi tua milik mereka namun benda itu dingin, sama sekali tak memiliki suhu hangat tanda-tanda pernah dinyalakan beberapa jam terakhir.

Semua sandal rumah Shada tetap utuh, mereka berderet rapi di dekat pintu dan berwarna-warni. Tas Shada, pakaian jalan gadis itu, semuanya tetap di tempat masing-masing saat Rankit kembali memeriksa di kamar putrinya.

Dada Rankit mulai kembang kempis, rahang kuatnya mengetat, dan sampai ketika ia menemukan ponsel baru milik Shada tergeletak di lantai, pria itu pun meledak dalam keterdiaman. Mata keemasannya melotot dengan jantung terasa sakit.

Rankit mengais ponsel Shada di lantai, ia genggam benda pipih itu, hadiah ulang tahun Shada yang ia berikan di beberapa hari lalu.

"Shada," gumam Rankit. Sorotnya nan tajam mendadak sayu tatkala ia melihat foto dirinya dan Shada yang gadis itu jadikan wallpaper utama. Foto yang Shada ambil saat mereka makan malam bersama di hari ulang tahun Shada—menggunakan ponsel barunya.

Melihat semua kejanggalan yang ada, satu pemikirian tepat sasaran tercetus di kepala Rankit; purinya diculik oleh seseorang. Shada diculik di rumahnya sendiri, sebab sepatu dan seragam sekolah gadis itu bahkan tergantung rapi di hanger—tanda bahwa setibanya Shada di rumah, tengah duduk di kursinya, seseorang lalu datang dan membawa paksa perempuan muda itu. Dapat Rankit baca dari ponsel Shada yang jatuh tergeletak di lantai dekat kursi. Itu bukti pemberontakkan Shada hingga ponselnya terlepas dalam genggam.

"Tidak akan kumaafkan," monolog Rankit. Napasnya berubah berat bersamaan dengan meremas kuat ponsel Shada di tangan. Membayangkan wajah seseorang, seseorang yang dibencinya, sedari dulu.

****

Agafay Desert, Marrakech,

23.30

Gurun pasir Agafay begitu hening, bahkan mencekam kala malam datang. Banyaknya kematian yang tak diinginkan menjadi penyebab lokasi tersebut terasa penuh akan ancaman.

IMMORALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang