CHAPTER 9

12.6K 1.6K 796
                                    

Happy reading. Langsung mention kalau menemukan typo 💋

****

Berhari-hari kabar kematian Reba Volpone memenuhi pertelevisian. Dengan bangga Kareem mengabarkan kepada seluruh Marocco apabila ia telah berhasil melenyapkan Reba Volpone, wanita yang selama ini diharapkan naik dan duduk di takhta pemimpin partai liberalisme.

Semangat yang membara, kebebasan yang diimpikan, semuanya lenyap dalam sekejap. Mereka mengutuk sultan Liben itu di dalam hati, namun kembali memuja-mujinya dengan terpaksa. Sultan Ahmed, sang raja utama sekaligus presiden di negara tersebut bahkan ikut bersorak bahagia akan munculnya kabar kematian Reba Volpone. Dalam beberapa puluh tahun ke depan, partai mereka akan tetap berjaya. Reduplah sudah partai liberalisme, lenyap bersama angan-angan manusia yang memimpikan segala hak kebebasan.

Rencana Rankit dan Reba berjalan dengan sangat baik. Malam di mana ketika Rankit akan pergi ke perbatasan Agafay, Reba memutuskan untuk membakar sendiri rumah pelacuran miliknya. Dengan dibantu oleh Rankit juga Sirea yang menyiram banyak bensin, dalam sekali lemparan korek api bangunan itu kemudian terbakar bagai neraka di tengah gurun.

Tak ada janji temu atau perjanjian lainnya antara Rankit dan Reba. Mereka berpisah di sana dan tetaplah asing. Satu-satunya ikatan antara mereka hanyalah rencana itu; menciptakan kekalahan dan kematian palsu Reba.

"Shada, saat nanti Ayahmu mengeluarkan sesuatu yang ada di dalam tasnya, tunjukkanlah keterkejutanmu. Tunjukkan bahwa kau terkejut dan sangat terpukul." Itulah pesan Reba kepada Shada—yang Shada lakukan dengan sangat baik malam di mana ia melihat kepala Reya dikeluarkan dari dalam tas Rankit.

Minggu demi minggu terlewati, kini genap lima bulan sudah tragedi kematian palsu Reba Volpone beredar. Kehidupan Rankit dan Shada berjalan seperti semula, berjalan seadanya, dan berjalan dengan sangat damai seperti lalu.

Rankit masih setia dengan pekerjaan lamanya. Ia masih setia bekerja di hutan untuk menghasilkan banyak kayu. Kendati dipaksa, Rankit menolak begitu keras semua uang-uang yang ingin Kareem berikan. Uang merupakan sumber masalah, dan ia tak ingin memiliki ikatan masalah apa pun lagi bersama Kareem. Ia ingin mereka tetaplah asing, selamanya.

"Aku serius, Ayah. Aku membacanya sendiri di kertas yang mereka tempelkan di bagian depan bangunan itu. Mereka mencari banyak pekerja pria dan wanita." Sambil mengerjakan tugas sekolahnya, Shada juga bercerita mengenai apa yang dilihatnya saat pulang sekolah tadi siang.

"Ayah sudah memiliki pekerjaan dan Ayah mencintai pekerjaan Ayah yang sekarang," balas Rakit di depan kompor. Ia sedang memasak untuk makan malamnya dengan Shada, memakai celemek namun bertelanjang dada. Surainya pun masih basah karena ia baru saja selesai mandi.

Shada berdecak, ia melirik kesal kepada Rankit. "Kenapa Ayah tidak mau mencoba pekerjaan baru? Ayah masih muda, Ayah tampan, kaki Ayah panjang dan seksi, badan Ayah bagus, tapi kenapa? Kenapa Ayah tidak mau mencari pekerjaan lain? Aku kasihan melihat Ayah bekerja sekeras itu di dalam hutan. Setiap hari, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, Ayah hanya selalu menghabiskan waktu di dalam hutan." Meski Shada mengomel, tapi bibirnya juga sedikit melengkung ke bawah. Sedih hati membayangkan kehidupan Rankit selama ini.

Rankit tersenyum sambil mengaduk loubia. Makanan yang berbahan dasar kacang putih rebus dan saus berbahan dasar tomat. Hidangan yang akan disantap bersama roti. Sederhana.

"Putri Ayah sudah besar, jadi Ayah sudah tua dan jelek," sahut Rankit dari situ. Ia menolak segala pujian putrinya.

"Kau masih muda, Rankit Packer. Kau masih sangat tampan." Shada menyebut nama lengkap Rankit, membuat Rankit seketika tertawa sambil terus mengaduk loubia dan menambahkan sedikit bumbu penyedap rasa.

IMMORALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang