CHAPTER 16

10.8K 1.7K 1.5K
                                    

Dari dalam mobil Rankit memperhatikan kepergian Kareem dan Reba yang telah memasuki lobi hotel untuk segera ke kamar pesanan mereka. Kareem dituntun oleh Reba serta pria itu merangkul bahu Reba erat, romantis sembari mereka berbisik-bisik manis.

Ditemani oleh dua ajudan, Kareem dan Reba kemudian masuk ke dalam lift. Tatkala Rankit hendak membuka pintu mobil dan turun guna menyusul Reba ke atas, seketika pintu mobil yang baru saja dibuka itu didorong kuat hingga kembali tertutup secara kasar.

Rankit menengok ke arah luar pintu mobil, melihat empat orang ajudan Kareem di mana mereka kompak berdiri gagah di situ. Seluruhnya menatap Rankit sembari memasang seringaian sinis serta meledek.

"Si miskin tak cocok menjadi pahlawan, Packer. Baiknya fokuslah bekerja untuk perutmu sendiri," timpal salah satu dari keempat pria di samping pintu mobil.

"Terkejut? Sultan Banhi tak sebodoh itu sampai tak bisa menaruh curiga padamu dan Katya Basalamah," tambah ajudan yang lain.

"Entah apa yang kau tawarkan pada Katya Basalamah hingga dia mau bekerjasama denganmu. Apakah penis besarmu yang kau tawarkan?" Seluruh ajudan itu kompak tergelak.

Satu dari mereka kemudian memasukkan kepala melalui kaca mobil yang terbuka penuh. "Apa yang kalian rencakan, uh? Kau bermimpi dapat menggantikan Kareem Banhi, duduk di kursi penguasa partai dan menjadi orang tersohor sepertinya?" kata pria ini serta merta ia dorong kepala Rankit. Memperlakukan Rankit layaknya pria tolol.

Rankit bergeming. Ia justru memikirkan Reba di atas sana alih-alih berpikir bagaimana menyelamatkan dirinya sendiri. Kareem telah mengetahui hal ini dan tak mungkin pria itu takkan melakukan sesuatu. Mungkin sekarang belum, tapi dalam beberapa menit ke depan, Kareem juga akan segera mengetahui apabila Katya Basalamah ialah Reba Volpone.

Diam dan tenangnya Rankit memang selalu dipandang sepele. Tapi mereka salah, sebab diam bukan berarti takut atau bahkan bodoh, melainkan sedang menyusun rencana kematian. Seketika Rankit jambak rambut si ajudan, ia tahan kepala lelaki itu kemudian Rankit naikan kaca mobil di samping sampai penuh.

Rankit pukul kepala ajudan tersebut, dia tumbuk dua kali memakai kepalan besar tangannya yang kokoh. Usai Rankit tahan kepala itu beberapa saat, si ajudan lantas tewas dikarenakan kaca mobil yang terus menekan naik—membuatnya tercekik dan seakan hendak memutuskan lehernya—juga kepalanya bocor akibat tumbukan bertenaga Rankit barusan.

Tiga ajudan lainnya bergegas mengeluarkan pistol mereka. Saat mereka akan membuka pintu mobil di sisi satunya dan menembak Rankit, dengan gesit juga kuatnya Rankit melayangkan kakinya nan panjang kokoh itu lalu ia tendang pintu di ujung sebelah. Ia tendang juga kepala ajudan yang melongok setelah dirampasnya pistol si ajudan dari genggaman.

Rankit keluar dari mobil. Saat ketiga ajudan serempak akan menyerang kemudian menembaknya, pria jangkung itu mengangkat kaki jenjang berbalut pantofelnya tinggi-tinggi lantas dia hantam wajah sang ajudan yang di tengah, mejambak rambut ajudan yang di kanan, dan menghantamkan kepalanya ke ajudan yang di kiri. Setelahnya ia tubrukan juga kepalanya ke ajudan yang di kanan—yang sedang ia jambak sampai si ajudan tumbang menyusul dua temannya di bawah.

Dengan cepat Rankit merampas semua pistol yang ada di ketiga ajudan tersebut. Seluruhnya dia rebut, mengeluarkan peluru-pelurunya lantas dia lempar terpisah-pisah serta di titik yang gelap.

"Ucapkan terima kasih pada Tuhan karena aku tak menembak kalian. Aku tak ingin membuat keributan di luar sini dengan menciptakan suara tembakan, sebab malam ini dan bagaimanapun caranya, Kareem Banhi harus mati di tanganku," papar Rankit lantas memberi penutup yang tepat kepada ketiga ajudan tersebut. Ketiga-tiganya ia buat pingsan dengan cara menumbuk hidung mereka masing-masing dan berakhir mimisan kental.

IMMORALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang