CHAPTER 13

11.6K 1.7K 1.1K
                                    

Dari pukul delapan suasana Casino Kat Agadir sudah ramai akan pengunjung. Berbagai jenis aroma parfum-parfum mahal saling bertabrakan di bangunan mewah itu. Tidak heran sebab ini merupakan malam terakhir di minggu tersebut.

Sembari bekerja dan melakukan semua tugas-tugasnya, Rankit juga menunggu akan sosok Kareem Banhi yang belum muncul meski kini telah pukul sepuluh malam.

Usai menemani seorang jutawan minum-minum bersama dua orang gadis muda cantik, Rankit kemudian pergi ke ruang istirahat untuk merokok sembari ia hitung uang-uang tip yang ia dapatkan dari si jutawan itu. Sudah ia pikirkan kalau semua uang tipnya akan ia gunakan untuk membeli lemari baru putrinya, beberapa pasang pakaian juga sepatu. Sisanya akan ia gunakan untuk mengajak Shada jalan-jalan.

Belum lama Rankit bersandar dengan kepala mendongak serta menggigit rokok di sudut bibir, memejam menikmati keheningan ruangan itu, dari arah kiri heels Reba menciptakan suara mahalnya hingga otomatis kepala Rankit menoleh kepada wanita itu.

"Kareem telah datang." Reba berhenti, berdiri dengan jarak dua meter jauhnya dari posisi duduk Rankit.

"Selamat bersenang-senang," balas Rankit. Ia menengadah melihat wajah Reba sembari membuka dua kancing kemeja seragam kerjanya. Tidak ada lagi dasi kupu-kupu, Rankit tak mau memakai itu.

"Susul aku ke atas setelah lima menit." Reba bersedekap. Suaranya yang lembut menggambarkan keanggunan, bertolak belakang dengan wataknya nan keras.

Tak ada balasan. Rankit pun berdiri hingga kini Reba yang harus menengadah. Pria itu lantas mengambil langkah maju, ia hampiri Reba dan satu tangannya tiba-tiba memegang lampu hias gantung di atas sebagai genggamannya. Beberapa detik lamanya Reba terkejut akan Rankit yang sampai bisa mencapai gantungan lampu hias tersebut.

Dengan rokok menyala di ujung bibir, Rankit merunduk kecil lalu ia telengkan kepalanya ke kiri. Langsung ke bibir Reba ia memandang.

"Lipstikmu berantakkan," celetuk Rankit setelah memastikan jika itu benar lipstik dan bukan darah.

Reba meraba bibirnya sendiri, coba menyeka lipstiknya namun itu masih salah. Ia menyeka yang di sudut kiri sementara yang berantakkan adalah di tepi kanan.

"Masih belum," komentar Rankit. Genggamannya semakin kuat di atas, mengencang urat-urat tangan pria itu.

"Lupakan lipstikku. Aku ingin kau memainkan keterampilan cardistry-mu untuk kami semua di meja judi seperti kemarin malam. Mainkan juga keterampilanmu dalam menuangkan minuman ke dalam gelas, buat semua orang memujimu agar Kareem merasa cemburu. Dia tak suka kau menerima pujian, maka lakukanlah apa pun agar kau mendapatkan segala pujian. Aku ingin melihatnya marah—."

"Di sini."

Suara Reba putus, lenyap tatkala ibu jari Rankit seketika bergerak di bibirnya. Menyeka lipstiknya yang berantakkan itu.

"Jangan lancang." Kasar-kasar Reba mengempas tangan Rankit.

"Hanya membersihkan lipstikmu yang menyakitkan mataku. Tak perlu khawatir, aku tahu posisiku," kata Rankit. Tanpa menunggu respon Reba ia pun lebih dulu meninggalkan ruangan tersebut.

Satu alis Reba terangkat kecil, ia berbalik badan mengamati punggung Rankit yang menjauh. "Pria lucu," gumamnya. Menyeringai tipis di akhir kata.

****

Jam telah menunjukkan pukul satu malam ketika beberapa pria kaya lainnya mulai meninggalkan meja judi setelah berkali-kali kalah dalam taruhan mereka.

Hampir semua orang yang tersisa di meja itu pun sudah mabuk sebab terus minum selama mereka berjudi. Termasuk Kareem yang tengah duduk bersama Reba di sana, bersebelahan bagai pengantin baru yang tak bisa dipisahkan.

IMMORALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang