CHAPTER 8

12.4K 1.7K 787
                                    

Rahang tegas Rankit mengencang. "Putuskan setiap urat dan saraf-sarafnya dengan baik. Kau takkan merugi kehilangannya, akhiri saja kerepotanmu selama ini. Dia bahkan tak pantas kau sebut saudari."

"Aku wanita pemaaf, sebenarnya." Reba kembali menatap Reya di kursi. "Sudah lama aku ingin membuangnya, tapi tidak kusangka ternyata kepalanya dapat menyelamatkanku."

"Reya," sebut Reba lembut. Jemarinya menyentuh dagu Reya, mempertemukan mata keduanya.

Tatapan sinting Reya menilik Reba lekat. Mata indah nan penuh dengan segala dosa tak terampuni. Laknat, lebih rendah dari para binatang.

"Aku telah memaafkanmu," kata Reba. Ia cabut belatinya dari balik sarung. "Tidurlah dalam damai bersama Ayah kita, kekasih dan cintamu."

Dengan mata kepalanya sendiri, malam ini dan saat ini, Rankit menyaksikan bagaimana ketika belati sepanjang lengan orang dewasa itu tertancap pada batang leher Reya dari sisi kiri hingga tembus ke sisi kanan. Layaknya sembelihan binatang, Reya mengejang hebat beberapa saat dengan mata melotot, mulut menganga, dan seketika terdiam bak tanaman layu.

Darah-darah merah kehitaman mengucur, mengotori sekujur kaos biru Reya beserta tangan kanan Reba yang menggenggam erat gagang belati di tangannya. Tanpa sedikit pun ekspresi Reba menarik belatinya ke depan, mengiris hingga berputar penuh sampai ke belakang dan kembali ke titik semula. Tangan kiri Reba menjambak surai Reya kemudian tulang-tulang yang tersisa dan menghalangi putusnya kepala itu Reba tebas, seperti tengah menebang sebuah pohon Reba berusaha memutuskan setiap tulang yang berdiri kokoh di leher Reya.

Suara-suara kering bertemunya belati Reba dengan tulang-tulang leher Reya memenuhi ruangan tersebut. Tergambar jelas bayangan sadistis Reba pada dinding di samping, menunjukkan secara nyata bagaimana gigihnya wanita itu bekerja.

Sekali lagi Reba mengangkat belatinya tinggi-tinggi, ia tebas kuat penuh tenaga dan langsung terlepas, terpisah kini kepala Reya dari tubuh kurusnya dengan sempurna.

Singkat Rankit memejam, mengembuskan napasnya dari mulut dan kembali melihat kepada Reba di sana. Berdiri wanita itu secara tegak, tangan kiri menenteng kepala Reya yang ia jambak di bagian rambut, dan tangan kanannya memegang belati meneteskan darah-darah kental.

Rankit bersumpah bahwasannya wanita itu, Reba Volpone, setara dirinya dengan para iblis. Setara wanita itu dengan segala makhluk tergila dan tersinting di muka bumi ini. Pembunuh tanpa empati dan simpati.

"Kau atasi tubuhnya. Buang dia ke sumur di samping bangunan ini," timpal Reba. Bahkan setelah aksinya barusan, ia tetaplah Reba yang bermimik datar, bernapas teratur, tanpa ekspresi.

"Mau kau apakan kepala itu?" tanya Rankit. Ia tilik mata melotot Reya di kepala yang putus itu. Teringat akan senyum Reya di beberapa menit lalu.

"Aku akan meriasnya di kamarku. Membuatnya sedikit lebih segar dan semenarik wajahku, seperti usulanmu." Reba mulai melangkah sembari menenteng kepala Reya. Ia lalui Rankit begitu saja.

"Bersihkan dulu dirimu dari darah-darah busuk dan berpenyakitnya." Rankit berpesan, namun Reba tak menyahut. Segera ia meninggalkan basemen menuju kamarnya.

Sementara Rankit, bergegas pria jangkung itu membereskan tubuh tanpa kepala Reya. Ia gendong mayat segar Reya untuk segera dilemparkannya ke dalam sumur yang sudah cukup banyak menyimpan banyak korban kematian. Tewas dalam tangan Reba.

IMMORALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang