CHAPTER 18

11.7K 1.7K 1.6K
                                    

Sooo happy. Buat kalian yang selalu rajin vote, komen dan spam komen, terima kasih banyak yaa. Kalian buat saya benar-benar semangat. Kalian selalu tembusin target vote sama komen, dan akhirnya saya jadi rajin update sekarang. Jangan kasih kendur yaa, makin dikencangin vote sama komennya 💋

Happy reading babies ❤️

****

Terdesak akan aura Rankit yang seakan hendak memakannya hidup-hidup, meniliknya begitu datar namun terasa jahat, alhasil Reba memutuskan untuk meladeni pria itu mengobrol meski hanya sebentar.

Mengabaikan semua si kaya-kaya di ruang judi, lantas ke bar-nya di lantai dua Reba mengajak Rankit untuk ia layani mengobrol meski itu terpaksa.

"Beri kami dua botol," minta Reba kepada pelayan yang menemani mereka.

"Kuberi kau 30 menit untuk mengobrol. Setelahnya kau bisa pergi dan jangan kembali, lupakan pertemuan kita karena aku tak pernah menganggap pertemuan ini adalah hal yang luar biasa." Reba membuka sebungkus rokok di meja, menarik sebatang kemudian ia bakar.

Rankit masih belum bersuara. Terlalu banyak yang ingin ia katakan, namun kenyataannya ia hanya dapat bergeming. Selain kaya dan sukses, rupanya seorang pria pun harus memiliki keberanian untuk mendapatkan wanita yang diinginkan. Sayang, Rankit terlalu kaku dalam hal pendekatan.

"Kenapa diam? Bicaralah. Sudah kutemani kau untuk mengobrol bebas denganku." Singkat Reba mainkan alisnya seraya mengembuskan asap rokok. Ia tilik intens wajah Rankit di depan.

"Kulayani kau mengobrol karena kau telah menjadi pria kaya," tambah Reba blak-blakan.

"Bukan hanya mengobrol, aku ingin kau ikut denganku ke Casablanca." Seandainya ada Shada di situ, Shada pastikan ia akan langsung membekap mulut ayahnya. Orang pendiam memang sulit ditebak, termasuk ucapan-ucapan mereka yang kadang terlalu jauh dari perkiraan. Itulah sebabnya, Shada lebih suka baiknya Rankit diam saja saat mereka berhadapan dengan orang baru.

Terbesit rasa terkejut dalam benak Reba. Sampai-sampai ia menyipit saking tak percayanya dengan apa yang ia dengar barusan. "Apakah mendapatkan kembali takhtamu, menjadi pemimpin berkuasa serta kaya raya adalah dorongan agar bisa mendapatkan hatiku?"

"Salah satunya," jawab Rankit tanpa melihat Reba. Ia mainkan korek api di tangan, menyalamatikan benda itu.

"Waktumu habis. Silakan pergi, Sultan Liben." Reba membuka satu tangannya mempersilakan Rankit untuk segera pergi. Berupaya bersikap ramah mengingat pria itu bukan lagi karyawannya, melainkan seorang pemimpin partai tertua di negara tersebut.

Alih-alih berdiri kemudian segera pergi, Rankit justru menatap kepada tangan Reba lalu berpindah ke wajah wanita itu. "Kau selalu begitu," timpalnya.

"Beginilah aku," sahut Reba sembari berdiri.

"Jadilah Ibu bagi Shada. Dia menyukaimu."

Dalam beberapa detik lamanya, Reba seolah kehilangan seluruh kosa katanya. Ia membisu dan secara cepat melengos kepada Rankit, mendongak melihat pria itu yang kini telah ikut berdiri, tegap juga gagah. Rapi dalam setelan formalnya yang mahal.

"Kuharap tak pernah ada malam ini." Rahang Reba mengencang. "Berapa kali harus kukatakan? Aku tak menyukaimu."

"Aku tak percaya itu." Rankit mendekat. "Jika benar tak ada sedikit pun ketertarikanmu padaku, malam ini kau takkan berusaha untuk menghindariku. Perasaan tak nyaman yang kau rasakan saat ini, itu tercipta sebab kau berusaha menyangkal hatimu sendiri," tekan Rankit. Ia tahu, benar-benar tahu sedari ruang judi tadi, Reba telah menyimpan perasaan tidak nyaman.

IMMORALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang