"Sudah kupekerjakan salah satu karyawan Katya di kasinonya untuk mencaritahu tentang perempuan itu."
"Kau tak boleh ceroboh, Osman. Orang-orang Katya sangat setia, jangan sampai itu justru menjadi boomerang bagi kita." Youssef merespon usai membakar tembakau gulungnya.
"Kesetiaan?" Ke samping Osman melirik Youssef. Ia sulut cerutunya dalam-dalam kemudian terkekeh sinis setelah mengembuskan asap tebal dari mulut. "Kau tahu? Aku bahkan membayar orang yang paling Katya percayai," kata Osman sambil mencondongkan tubuh ke depan. Kepada Youssef yang duduk di seberang meja.
Pria 50 tahun itu menyeringai. "Namanya Sirea. Dia orang kepercayaan Katya, dia manajer, sekretaris juga kepala keamanan perempuan itu. Bisa kau lihat? Uang mampu menggoyahkan kesetiaan."
Youssef bergeming menatap Osman. Ia percaya kepada Osman, tetapi tidak dengan Sirea yang telah Osman pekerjakan saat ini. Sulit dipercaya jika orang yang amat setia selama bertahun-tahun dapat berkhianat hanya karena uang.
"Kau yakin dengan anak itu?" tanya Youssef.
"Tidak ada keraguan di hatiku." Osman terkekeh kemudian mematikan cerutunya. "Dalam seminggu ke depan, kita akan segera mengetahui sesuatu yang amat menyenangkan dari Sirea. Dia telah berjanji akan menyerahkan dokumen lengkap mengenai Katya Basalamah."
"Dan kau percaya?" Kening Youssef berkerut lalu singkat ia membuang muka, berdecih lantas kembali menatap Osman di depan. "Gunakan sedikit otakmu, Osman. Dia hanya tergiur dengan bayaranmu dan takkan pernah mengkhianati Katya. Kau pikir dia tak menyayangi nyawanya? Saat itu juga Katya akan membunuhnya jika tahu dia berkhianat."
Sekilas Osman membuka kedua tangan, mengedikkan pundak dan membuat senyum turun ke bawah. "Kita lihat nanti. Tetapi aku percaya padanya. Kau tahu kenapa?"
"Apa?"
"Dia pun menginginkan seluruh kekayaan Katya Basalamah. Orang yang serakah dan tamak takkan pernah segan untuk berkhianat sekalipun kepada tuan mereka sendiri." Osman terkekeh.
"Dia gila," gumam Youssef. "Kuharap kau benar, dia mau membongkar seluruh rahasia mengenai Katya. Namun, jika ternyata perempuan itu justru menjadi boomerang bagi kita, maka kuputuskan akan mengakhiri kerjasama kita. Aku tidak main-main," tekan Youssef.
"Begini, Youssef. Aku mencurigai Katya Basalamah adalah Reba Volpone sebab dialah yang menjebak Kareem. Kareem tak memiliki musuh seorang wanita selain Reba Volpone, selain itu, dia pun bekerjasama dengan Rankit. Di mana kita tahu Rankit pernah bertemu langsung dengan Reba Volpone di Agafay." Osman menguraikan seluruh interpretasinya.
"Seperti Kareem, aku pun yakin apabila Reba Volpone masih hidup dan kepala yang saat itu Rankit bawa adalah kepala wanita lain." Osman berdiri meninggalkan sofa, meraih jasnya di lengan sofa lantas ia kenakan.
Kepada wajah Osman di atas kini Youssef memandang. "Aku tak mengerti mengapa kau bisa seyakin itu. Bahkan Darja pun telah menjelaskan padaku jikalau Katya Basalamah ialah Fanda Shan, seorang mantan gadis pelacur biasa. Tentu wanita itu tak ada sangkut pautnya dengan Reba Volpone."
Osman membawa jari telunjuknya ke bibir, wajahnya berseri-seri dan dari matanya terpancar kegembiraan. "Karena Rankit Packer masih berada di pihaknya. Dia berusaha melindungi Katya bukan hanya sekadar untuk balas budi, melainkan sebagai seorang pria yang menyayangi wanitanya."
"Terserah kau. Terkadang kau terlalu berlebihan," balas Youssef. Ia tak puas akan penjelasan Osman. Semua ini cukup sulit dimengerti.
"Tafsiranku jarang meleset, Youssef. Jangan lupakan itu," pungkas Osman diakhiri kekehan merdu. Ia lalu pergi dari ruangan Youssef yang masih berusaha mencari titik sambung dari benang yang saling melilit ini. Pasalnya, dengan matanya sendiri ia sudah melihat kepala Reba Volpone di atas meja. Kepala yang Rankit bawa dari gurun Agafay dengan penuh darah amis juga dikerumuni lalat-lalat busuk ketika Kareem menunjukkan kepala itu kepadanya serta Osman.
KAMU SEDANG MEMBACA
IMMORAL
RomanceWanita tetaplah wanita. Wanita ialah makhluk lemah perasa, perasaannya yang selalu lebih unggul dari logikanyalah yang membuatnya lemah sehingga berakhir dengan dipandang sepele. Wanita tetaplah wanita, mereka terbatas dan tak pernah diberi kesempat...